ETIKA SEBAGAI ILMU
Yang menjadi ciri khas manusia dibanding dengan makhluk lain adalah, Manusia adalah
makhluk yang bertanya.
Manusia selalu
mempunyai keinginan bahkan bisajadi merupakan suatu kebutuhan untuk mengetahui segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dan apabila yang diketahuinya itu tidak sesuai dengan yang diinginkannya, maka ia akan berusaha
untuk mengubahnya. Dan bila ia tidak mungkin merubahnya, maka ia yang akan menyesuaikan dirinya.
Sebagai makhluk yang
bertanya, manusia sudah mulai
bertanya sejak ia lahir tentang apapun yang ada disekitarnya, contoh:
- Bertanya dengan matanya
- Bertanya dengan tangannya
- Bertanya dengan mulutnya
Dan kemudian sesuai
dengan perkembangan usianya maka kemudian manusia mulai bertanya dengan pertanyaan
paling dasar, Apa? What is?
Hal ini
menggambarkan bahwa manusia tidak betah untuk hidup dalam rahasia dan
manusia seolah tidak dapat hidup apabila kehidupan disekitarnya adalah
kehidupan yang tidak dapat ia mengerti atau tidak dapat dipahaminya.
Dan pertanyaan “apa” ini adalah pertanyaan yang biasa dilontarkan anak-anak yang
didorong oleh rasa ingin tahunya tentang hal-hal yang ia rasa asing dan belum
dia ketahui. Namun demikian orang
dewasapun juga bertanya
tentang “apa” ini, karena walaupun usia sudah dewasa tetapi masih banyak
hal yang belum diketahuinya, terutama untuk hal-hal yang baru. Pertanyaan dasar
tentang “apa” tersebut digunakan untuk memuaskan manusia dari rasa keingin-tahuannya.
Oleh karena itu pertanyaan tentang
“apa” merupakan pertanyaan yang abadi sepanjang usia manusia.
Apakah manusia puas cukup apabila telah mengetahui “apa” yang ada atau
terjadi disekitarnya? Jawabnya: BELUM!
Setelah manusia
mendapatkan jawaban dari hal yang belum diketahuinya tersebut, maka kemudian
akan timbul pertanyaan berikutnya, Mengapa? Why?
Hal ini
menggambarkan bahwa ternyata manusia tidak pernah puas dengan jawaban dari
pertanyaan “apa” tersebut, walaupun dia sudah mengetahui apa yang belum
diketahui sebelumnya. Dan ingin tahu lebih lanjut dari apa yang baru saja
diketahuinya itu.
Untuk menjawab pertanyaan “apa” maka dibutuhkan adalah sebuah “nama”
Dan untuk
menjawab pertanyaan “mengapa” yang diperlukan adalah suatu “gagasan”.
Dan “gagasan” tersebut terletak pada akal
manusia.
Akal inilah yang kemudian mengamati, menimbang-nimbang, dan mengambil kesimpulan bahwa apa yang
baru diketahuinya tersebut dapat ada atau terjadi karena suatu sebab. Dan akal manusia yan mengamati, menimbang-nimbang, dan kemudian mengambil suatu kesimpulan itulah yang
disebut sebagai HAKEKAT ILMU.
ILMU selalu berusaha mencari dan merumuskan hukum-hukum yang berlaku yang
ada dibalik peristiwa-peristiwa atau kenyataan-kenyataan tertentu.
Tetapi ternyata akal
manusia juga memiliki keterbatasan walaupun akal manusia selalu mempunyai sifat
“ingin tahu”. Akal manusia tidak selalu dapat menjawab semua
pertanyaan & tidak selalu dapat mengungkap semua rahasia, misalnya tentang kematian.Wilayah yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia ini disebut dimensi suprarasional
dalam hidup manusia.
Untuk menjawab pertanyaan dasar
“apa” yang dibutuhkan adalah sebuah “nama”. Tetapi untuk menjawab pertanyaan “MENGAPA”, Manusia
membutuhkan 2 hal yaitu: Akal
& Iman atau Ilmu & Agama.
Akal
& Ilmu berguna untuk
menjawab hal-hal yang berada dalam
batas kemampuan/pemahaman akal manusia.
Sedangkan Iman & Agama, adalah untuk memahami hal-hal yang
ada diluar kemampuan akal manusia untuk memahaminya.
Ketika ilmu belum berkembang, maka agama yang menjawab.
Misalnya tentang sakit kusta, akal dan ilmu yang ada dalam diri manusia pada
waktu yang lalu belum dapat menjawab tentang “apa” sakit kusta itu, dan “mengapa” penyakit itu bisa terjadi.
Sehingga kemudian wilayah iman & agama yang menjawab, bahwa sakit kusta
adalah “penyakit kutukan dari Tuhan”.
Maka kesimpulan dari pertanyaan “mengapa” dalam kaitannya
dengan Akal & Iman atau Ilmu & Agama adalah: untuk hal-hal yang dapat dijawab secara ilmiah, biarlah ilmu yang
menjawabnya. Dan untuk hal-hal yang tidak dapat dimengerti/dipahami akal
manusia, maka biarlah iman & agama yang menjawabnya.
Manusia memerlukan
keduanya untuk memuaskan pertanyaan “mengapa” yaitu: Akal & Iman atau
Ilmu
& Agama. Untuk itulah maka manusia tidak hanya berakal
atau berilmu, tetapi juga penting untuk beriman dan beragama.
Akal & Iman; Ilmu & Agama:
Ø Masing-masing
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dalam
diri manusia.
Ø
Dan keduanya (Akal & Iman atau Ilmu & Agama) tidak hendak saling bersaing, karena
keduanya memiliki wilayah/dimensi masing-masing dalam diri manusia.
Karena keduanya (Akal &
Iman atau Ilmu & Agama) mempunyai wilayah/dimensi masing-masing
dalam diri manusia, maka dapat disimpulkan demikian,
Ø
Ilmu tidak akan menjadi ilmiah bila menjadi satu
agama.
Ø
Agama akan berubah menjadi tahayul apabila
ditafsirkan sebagai ilmu.
Pertanyaan
manusia (lanjutan)
“Bagaimana Seharusnya” (what ought)
“Bagaimana Seharusnya” (what ought)
Pertanyaan
tentang “bagaimana seharusnya” ini berasal dari kesadaran manusia tentang apa yang benar dan apa yang
salah, baik dan jahat, tepat atau tidak tepat. Maka inilah yang disebut sebagai Kesadaran etis manusia.
Kesadaran etis manusia ini
adalah kesadaran tentang norma-norma. Dan norma-norma inilah yang kemudian
pada penerapannya mampu mengendalikan
tingkah laku manusia, dan manusia tidak hanya mengikuti dorongan
nalurinya saja.
Satu misal demikian, tentang hal makan pada binatang, binatang digerakkan oleh nalurinya
untuk memuaskan perutnya. Tentu saja hal ini berbeda dengan manusia, tentang
hal makan manusia tidak saja digerakkan nalurinya atas desakan untuk memuaskan
perutnya, tetapi juga dikendalikan oleh norma-norma.
Misalnya: kambing akan makan rumput untuk
memuaskan nalurinya atas desakan kebutuhan perutnya, maka saat makan rumput
kambing tindak akan peduli rumput siapa yang dimakannya.
Hal ini tentunya berbeda dengan manusia
bukan?
Selanjutnya tentang
norma-norma yang mengatur
tentang “bagaimana manusia seharusnya” ternyata tidak dapat berlaku sama
disemua tempat. Norma yang mengatur bagaimana manusia seharusnya ternyata
memiliki standart yang berbeda-beda dari satu orang dan orang yang lain, kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Satu contoh adalah tentang poligami atau
memiliki istri lebih dari satu. Praktek-praktek poligami sangat ditentang
karena praktek tersebut diyakini merendahkan derajat wanita. Tetapi pada tempat
dan kelompok orang tertentu, poligami justru diyakini sebagai simbol status
dari orang tertentu, misalkan status seorang kepala suku/raja.
Oleh karena itu,
dalam norma yang mengatur bagaimana manusia seharusnya, ternyata tidak ada
batasan yang jelas dalam norma yang berlaku dalam satu orang/kelompok dengan orang/kelompok yang lain. Atau dapat dipahami dalam satu pengertian bahwa, semua orang memiliki kesadaran etis masing-masing. Dan kesadaran etis yang ada
dalam diri satu/kelompok manusia ini belum dapat dikatakan sebagai etika.
Lalu apa itu
ETIKA?
Etika adalah ilmu atau
study mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia.
Atau
dapat dikatakan dengan kalimat
yang lebih sederhana: Etika
berbicara tentang APA YANG SEHARUSNYA dilakukan oleh manusia. Tentang apa yang
BENAR, BAIK, dan TEPAT.
(JAP)
No comments:
Post a Comment