Tuesday, December 29, 2015

REFLEKSI AKHIR TAHUN

REFLESI AKHIR TAHUN:
PEMELIHARAAN TUHAN SEPANJANG TAHUN
(ULANGAN 11:1-15)

Untuk kehidupan yang lebih baik, manusia dipengaruhi oleh tiga fase dalam perjalanan hidupnya. Pertama adalah masa lalu. Masa lalu dapat dijadikan satu pelajaran atau pengalaman  yang berharga untuk menentukan apa yang akan dikerjakan saat ini. Kedua adalah saat ini. Saat ini adalah apa yang sedang dikerjakan dalam hidup yang akan menentukan kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Ketiga adalah masa depan. Masa depan adalah pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik yang ditentukan oleh apa yang sedang dikerjakan saat ini.
Baik dalam kehidupan sekuler  ataupun kehidupan spiritual tiga fase hidup manusia ini sangat mempengaruhi dan menentukan akan apa yang hendak dicapai dalam hidup manusia dimasa depan.
Dalam bacaan Alkitab kita hari ini, Musa dalam kotbah terakhirnya sebelum dia mati, dan sebelum bangsa Israel masuk kedalam tanah perjanjian juga mengingatkan bangsa Israel akan tiga fase kehidupan dalam sejarah bangsa Israel untuk kehidupan ya g lebih baik dimasa depan saat mereka hidup ditanah perjanjian, yaitu:
Pertama, apa yang Allah telah kerjakan (ayat 2-5).
Disini Musa mengingatkan kembali kepada bangsa Israel yang akan masuk dalam tanah perjanjian, akan apa yang telah Allah perbuat kepada bangsa Mesir saat mereka keluar dari Mesir. Bagaimana tangan Allah yang kuat dan lenganNya yang teracung kepada Firaun yang mencoba menahan bangsa Israel untuk tetap menjadi budak di Mesir (3). Dan bagaimana Allah menenggelamkan Firaun dengan kereta kudanya dan bala tentara di laut Teberau (4).  Serta bagaimana Allah memelihara kehidupan bangsa Israel saat mereka merantau di padang gurun selama empatpuluh tahun lamanya (5).
Apa yang Allah telah kerjakan  dalam kehidupan bangsa Israel inilah yang Musa hendak ingatkan kembali kepada bangsa Israel yang hendak masuk tanah perjanjian. Supaya bangsa Israel dapat menentukan langkah hidup yang tepat sesuai dengan kehendak Tuhan saat mereka hendak masuk kedalam tanah perjanjian.
Kedua. Apa yang bangsa Israel harus kerjakan (ayat 13)
Mengingat kembali akan apa yang Allah telah kerjakan dalam hidup bangsa Israel, maka Musa dalam kotbah terakhirnya sebelum dia mati memberikan tuntunan akan apa yang bangsa Israel harus kerjakan sebelum masuk tanah perjanjian.  Yaitu megasihi Tuhan dan beribadah kepadaNya degan segenap hati dan segenap jiwa mereka (13). Itulah yang harus mereka kerjakan untuk maraih masa depan yang lebih baik, yaitu mendiami negri sebagai bangsa yang merdeka, dan Tuhan akan melimpahkan berkatNya atas mereka.
Ketiga, Apa yang Allah akan kerjakan (ayat 12)
Saat bangsa Israel mau mengerjakan dengan setia seperti apa yang Musa katakan, yaitu mengasihi Allah dan setia beribadah kepadaNya dengan segenap hati dan jiwa. Maka Allah melalui Musa menyatakan janjiNya, “...mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.” (12) artinya, sepanjang tahun Allah akan senantiasa memelihara dan memberkati  bangsa Israel  dengan memberi hujan awal (saat masa menanam) dan hujan akhir (saat masa panen) sehingga bangsa Israel  hidup berkecukupan bahkan berkelimpahan (14-15).
Saat kita berada di penghujung tahun 2015 ini, mari kita sejenak melihat kebelakang akan apa yang Allah telah kerjakan dalam kehidupan kita selama 365 hari yang telah terlewati, maka kita akan dapat melihat bagaimana pemeliharaan Tuhan dalam jalan-jalan kehidupan kita disepanjang tahun ini. Memang harus diakui bahwa 52 Minggu yang telah kita lewati itu tidak semuanya berjalan seperti apa yang kita harapkan. Terkadang kita diperhadapkan pada kegagalan, kesedihan dan dukacita. Tapi saat kita dapat berdiri dipenghujung tahun ini, berarti Tuhan telah menolong  dan memampukan kita untuk dapat melewati itu semua.
Dan saat kita tetap setia untuk mengasihi Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan segenap hati dan jiwa kita, maka janji Tuhan ini akan menjadi bagian kita saat kita hendak masuk ditahun yang baru,
“Tetapi negeri, kemana kamu hendak pergi memdudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mataTUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun” (Ul 11:11-12)

Selamat menyongsong Tahun Baru 2016. Soli Deo Gloria. (JAP)

Thursday, December 17, 2015

JIWAKU MEMULIAKAN TUHAN

JIWAKU MEMULIAKAN TUHAN
Lukas 1: 26-38; 46-56
(Masa Advent ke-4, menyambut Natal)

Sebelum peristiwa kelahiran Yesus, Maria ibu Yesus diperhadapkan pada 2 fakta penting dalam hidupnya. Pada satu sisi Maria mendapatkan berita dari malaikat bahwa ia mendapatkan kasih karunia Allah bahwa ia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki (Luk. 30-31) yang akan menjadi besar dan akan disebut sebagai Anak Allah Yang Maha tinggi, dan Allah akan mengaruniakan kepadaNya tahta Daud. Dia akan menjadi Raja dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan (Luk. 1: 32-33). Kabar yang membahagiakan karena ia terpilih diantara semua wanita untuk mendapatkan karunia Allah itu.
Akan tetapi pada sisi yang lain ada ketakutan dan kekuatiran yang dialaminya ketika menghadapi kenyataan dalam dirinya bahwa ia mengandung disaat dia belum bersuami (Luk. 1:34). Dan karena statusnya yang belum bersuami tersebut dia akan diperhadapkan pada sangsi sosial dan etika yang berlaku dalam masyarakat pada masa itu. Perasaan kebingungan, kuatir dan takut atas berita dari malaikat tersebut tentunya merupakan perasaan yang normal dialami oleh Maria sebagai manusia biasa.
Saat menghadapi kenyataan hidup yang dialaminya tersebut, dalam Lukas 1: 46-56 disebutkan Maria justru menyatakan nyanyian pujian kepada Allah yang disebut sebagai Magnifikat Maria. Inti dari pujian Maria tersebut adalah, Maria tetap mempercayai kedaulatan Allah yang telah memberinya kasih karunia, ditengah kekuatiran dan ketakutan yang dialami. Sehingga dengan sepenuh hati Maria dapat mengatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan".
Yang menjadi dasar bagi Maria yang dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan" ada dalam isi nyanyian pujian Maria (magnifikat) tersebut.
I. Bersukacita karena perbuatan Allah yang besar (Luk. 1: 48-49)
Dalam kekuatiran dan ketakutan Maria ketika harus menerima kenyataan bahwa dirinya hamil saat masih belum bersuami yang membuatnya terancam sangsi sosial dalam masyarakat, Maria lebih melihat kepada rencana besar Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan akibat dari dosa, dari Maria memikirkan kondisi dirinya sendiri. Tentunya tidak mudah bagi Maria untuk mengikuti rencana Allah tersebut dalam dirinya. Maria hampir ditinggalkan oleh Yusuf tunangannya, dan saat hampir waktunya untuk bersalin harus menempuh perjalanan dari Nazaret ke Betlehem, tidak mendapatkan tempat yang layak untuk bersalin, dan sesaat setelah Yesus lahir dia harus mengungsi ke Mesir untuk menghindari tentara-tentara Herodes yang membunuh semua anak- anak laki-laki yang berusia dibawah 2 tahun.
"Jiwaku memuliakan Allah" yang dikatakan oleh Maria bukan hanya suatu teori yang mengharuskan bagi setiap orang percaya untuk senantiasa bersyukur dan memuji Tuhan. Tapi benar-benar suatu pengalaman pribadi Maria yang terus memuji dan memuliakan Allah ditengah kekuatiran dan ketakutan yang dialaminya.
Dalam setiap perayaan natal selalu menghadirkan rasa syukur dan sukacita karena Allah telah hadir didunia untuk mencari dan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dosa. Akan tetapi ditengah rasa syukur dan sukacita natal, seringkali umat Tuhan diperhadapkan pada permasalahan dan kenyataan hidup yang sulit yang menekan hati dan perasaan untuk tidak dapat bersyukur dan bersukacita dalam menyambut natal.
Melalui nyanyian pujian Maria yang menyatakan dengan sepenuh hati "jiwaku memuliakan Tuhan", hal ini hendaknya menjadi refleksi pribadi kita untuk dapat dengan sepenuh hati menyatakan "jiwaku memuliakan Tuhan" dalam menyambut natal, ditengah pergumulan hidup yang tengah kita alami.
II. Bersukacita karena Allah berdaulat atas hidup umatNya (Luk. 1: 51-53)
Dalam nyanyian pujian Maria, dia memuji Allah karena Dia berkuasa dan berdaulat atas hidup manusia. Dia dapat memperlihatkan kuasaNya, dan mencerai-beraikan orang yang congkak (Luk. 1:51) menurunkan orang dari tahtanya dan meninggikan orang yang rendah (Luk. 1:52) melimpahkan berkatNya bagi yang kekurangan dan membuat yang kaya pergi dengan tangan hampa (Luk . 1:53).
Pemahaman Maria akan Allah yang berdaulat penuh terhadap hidup manusia membuat dia tidak lagi takut akan kesulitan-kesulitan hidup yang dialaminya karena mengandung dan melahirkan bayi Yesus. Sehingga Maria dapat dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan".
Meskipun saat ini mungkin kita diperhadapkan pada permasalahan hidup yang berat disaat hendak menyambut natal, pemahaman Maria akan kedaulatan Allah atas hidup manusia inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan". Dalam kedaulatannya Allah sanggup meninggikan orang yang rendah, dan sanggup melimpahkan berkatNya bagi yang kekurangan, sanggup memulihkan keadaan dengan mengganti dukacita menjadi sukacita.
III. Bersukacita karena Allah setia terhadap janji (Luk. 1: 54-55)
Pada akhirnya Maria memuliakan Tuhan karena Dia adalah Allah yang setia terhadap janji. Kesetiaan Tuhan terhadap janji dinyatakan dengan pertolongan dan perlindungannya terhadap umat pilihanNya dari Abraham, Ishak dan Yakub serta keturunannya. RahmadNya selalu dinyatakan dari generasi ke generasi. Kesetiaan Allah terhadap umat pilihanNya inilah yang membuat Maria dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan". Karena Dia percaya bahwa Allah akan menepati janji yang telah diucapkan malaikat kepadanya bahwa Anak yang dikandungnya akan menjadi Raja untuk selama-lamanya dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan (Luk. 1:33)
Allah adalah Tuhan yang setia terhadap janji. Hal inilah yang seharusnya menjadi jaminan dan pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik didalam Tuhan. Sehingga dalam menyambut natal tahun ini kita dapat dengan sepenuh hati menyatakan "Jiwaku memuliakan Tuhan". Amin. Soli Deo Gloria. (JAP)