BAB 1
ARTI DAN SIGNIFIKANSI STUDI SEJARAH GEREJA UMUM
(PENGANTAR)
Sejarah Gereja,
suatu tema yang penuh tantang
an untuk
dipelajari; tidak heran banyak orang yang menghindarinya. Berbagai pemikiran,
keputusan dan tindakan kontroversial yang pernah dilakukan tokoh-tokoh Gereja
dapat membuat kita merasa resah. Seja-rah umat Allah ternyata tidak seindah
yang kita bayangkan. Selain itu, kadang kita juga bingung untuk menilai, apakah
sebuah peristiwa yang terjadi merupakan perwujudan ren-cana Tuhan, atau justru
menentang kehendak-Nya? Belum lagi tentang relevansi sebuah peristiwa sejarah
dengan situasi kita sekarang.
Akan tetapi ini bukan berarti sejarah Gereja
tidak perlu dipelajari. Sebab seorang Kristen yang tidak mengetahui tentang
sejarah Gereja adalah bagaikan seorang anak yang tidak mengenal latar belakang
keluarganya. Ia adalah seorang Kristen yang tidak mengenal identitasnya secara
penuh.
Untuk memahami sejarah gereja, ada berbagai
kerangka berpikir yang bisa diadopsi. Salah satunya adalah melihat sejarah
Gereja sebagai respon terhadap Amanat Agung dari Tuhan Yesus kepada
pengikut-Nya (Matius 28:20-21). Dengan kerangka ini, ada setidak-nya tiga makna
dari sejarah Gereja yang bisa kita ambil:
1. Sejarah
Gereja menjadi bukti nyata, bahwa Allah mau memasuki peradaban manusia melalui
hidup Yesus Kristus. Gereja merupakan warisan yang dipercayakan kepada
kedua-belas murid Kristus, diteruskan oleh Bapa Gereja, hingga menjadi sebuah
insti-tusi yang kita kenal sekarang. Dan semuanya itu hanya bisa terjadi karena
historisitas karya dan keselamatan dari Kristus, dan dilanjutkan dengan
pemeliharaan Roh Kudus kepada umat-Nya disepanjang zaman dan segala tempat.
2. Sejarah
Gereja juga berkaitan erat dengan “perjumpaan” antara Injil dengan budaya dan
tata cara hidup yang berbeda-beda. Hal ini tidak dapat dihindarkan, sebab
ketika Injil diberitakan, ia tidak datang dari “ruang kosong” ke “tempat
kosong”. Jadi selain sang pemberita Injil yang harus melakukan penyesuaian
terhadap kelompok/masyarakat dimana dia mengabarkan Injil, orang-orang yang
menerima Injilpun juga tidak dapat tidak, mengungkapan iman dalam dalam bentuk
yang biasa mereka pakai di lingkungan mereka. Bahasa, kebudayaan, kehidupan sosial,
politik, dan bahkan kehidupan religius yang lama juga bisa berpengaruh terhadap
menjalankan iman kristen.
3. Sejarah
gereja merupakan rekaman usaha dari pengikut Kristus untuk meneruskan
ber-langsungnya proses pemuridan di dunia. Terkadang, ia mengambil rupa
kerjasama de-ngan penguasa, atau pendirian institusi pendidikan sosial (biara, sekolah). Namun, ada
waktunya keputusan keras dan tidak jarang salah diambil dalam bentuk pertikaian
dan penekanan (perang Salib, Inkuisisi).
Melalui
sejarah Gereja, kita bisa melihat penyertaan Tuhan atas umatNya. Meski
keterbatasan dan keberdosaan manusia sering menodai kehidupan bergereja, Injil
Kristus senantiasa berusaha untuk mengubah serta memperbaharuinya. Mengerti
sejarah gereja ju-ga membantu kita untuk tidak mengulangi kesalahan-kegagalan
yang sama di masa lalu, dan tetap setia memenuhi amanat yang Tuhan Yesus
perintahkan bagi kita, murid-murid-Nya dan bagi gerejaNya, di sepanjang zaman
dan tempat.
BAB 2
PERIODISASI SEJARAH GEREJA UMUM
Sejarah gereja Kristen sepanjang dua ribu tahun mulai dari negara Israel hingga ke Eropa, Amerika, dan Indonesia sangat menarik untuk dicermati. Sejarah gereja dipengaruhi oleh tokoh-tokoh gereja yang tidak
terbilang banyaknya, dan juga menimbulkan kejadian-kejadian yang mengubah alur
sejarah dunia.
A. Kehidupan
Yesus
Periode ini dimulai sejak
kelahiran Yesus hingga kematian dan kebangkitan Yesus, kurang lebih dari 4 SM hingga 33 M.
Yesus dilahirkan sekitar tahun 4 SM dan menjadi dewasa di Nazareth, Galilea; setelah ia berumur tiga puluh
tahun, dimulailah pelayanan Yesus selama tiga tahun termasuk merekrut keduabelas
rasul, melakukan mujizat, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan
membangkitkan orang mati; Yesus dihukum dengan cara disalib oleh karena hasutan
pemimpin-pemimpin agama yang tidak suka dengan ajaran Yesus yang dianggap
bertentangan dengan ajaran mereka. Ia disalibkan di Bukit Golgota, Yerusalem sekitar tahun 29-33 oleh
perintah Gubernur Provinsi
Yudea Romawi, Pontius
Pilatus dan setelah disalibkan, Yesus mati dan dikuburkan di gua
batu. Umat Kristiani percaya bahwa Yesus bangkit dari
mati pada hari ketiga setelah kematiannya dan menampakkan diri kepada lebih
dari lima ratus saksi mata. Empat puluh hari kemudian Ia naik ke surga dengan
disaksikan orang banyak. Umat Kristiani juga percaya bahwa para imam Yahudi
yang ketakutan menyogok para penjaga kubur untuk menyebarkan kabar bohong bahwa
Yesus tidak bangkit melainkan mayatnya dicuri oleh para muridnya. Kelima hal
ini (lahir, pelayanan, mati, bangkit, naik ke surga) adalah intisari
kekristenan.
Informasi utama tentang kehidupan
Yesus berasal dari keempat Injil dan tulisan-tulisan Paulus serta murid-murid Yesus yang
lain yang secara kolektif disebut buku Perjanjian
Baru.
B. Gereja mula-mula
Periode ini dimulai sejak dimulainya pelayanan rasul
Petrus, Paulus dan lain-lainnya dalam memberitakan kisah Yesus hingga
bertobatnya Kaisar Konstantinus I, kurang lebih tahun 33 hingga 325. Pada periode
ini gereja dan orang-orang Kristen mengalami penganiayaan, terutama
penganiayaan fisik, namun bapak-bapak gereja mulai menulis tulisan-tulisan
Kristen yang pertama dan ajaran-ajaran yang menyeleweng yang bermunculan diatasi.
1. Penganiayaan terhadap orang Kristen
Setelah
kematian dan kebangkitan Yesus, para Rasul diberi tugas untuk memberitakan
Injil dan menceritakan tentang kabar keselamatan kepada semua orang
"sampai ke ujung bumi". Kekaisaran Romawi pada waktu itu membenci dan
takut dengan ajaran Kristen yang menyerukan kepada semua orang supaya jangan
takut kepada pemerintah duniawi yang sementara, melainkan takut kepada
pemerintahan surgawi yang akan datang kelak.
Kaisar Nero, yang dikenal sebagai kaisar yang gila, bersama-sama dengan kaisar-kaisar pendahulunya maupun sesudahnya melakukan penganiayaan, membunuh, memenjarakan, menyiksa, menjadikan orang Kristen umpan singa di collosseum; namun hal-hal tersebut tidak menyurutkan niat gereja mula-mula untuk berkembang dan semakin bertambah jumlah orang yang percaya kepada Yesus.
Kaisar Nero, yang dikenal sebagai kaisar yang gila, bersama-sama dengan kaisar-kaisar pendahulunya maupun sesudahnya melakukan penganiayaan, membunuh, memenjarakan, menyiksa, menjadikan orang Kristen umpan singa di collosseum; namun hal-hal tersebut tidak menyurutkan niat gereja mula-mula untuk berkembang dan semakin bertambah jumlah orang yang percaya kepada Yesus.
Pada akhirnya, Nero membakar kota
Roma dan menyalahkan hal tersebut kepada orang-orang Kristen yang disebutnya
radikal sehingga membuat penduduk Romawi semakin marah terhadap orang Kristen.
2. Pemberontakan Yahudi
Pada tahun 66, ketika kerusuhan menentang Gessius Florus
- wakil Roma yang merampas benda-benda perak Bait Allah merebak, ia mengirim
pasukan ke Yerusalem untuk menyalib dan membantai sejumlah orang Yahudi.
Tindakan Florus ini memicu meledaknya pemberontakan yang selama ini merupakan
api dalam sekam.
Di Yerusalem, kepala Bait Allah menyatakan pemberontakan terbuka melawan Roma dengan menghentikan persembahan harian untuk Kaisar. Tidak lama kemudian seluruh Yerusalem menjadi rusuh; pasukan Romawi diusir dan dibunuh. Yudea memberontak, kemudian Galilea. Untuk sementara waktu tampaknya orang-orang Yahudi unggul.
Cestius Gallus, Gubernur Romawi untuk daerah itu berangkat dari Siria dengan 20.000 tentara. Ia menguasai Yerusalem selama enam bulan namun gagal dan kembali. Ia meninggalkan 6.000 tentara Romawi yang tewas dan sejumlah besar persenjataan yang dipungut dan dipakai orang-orang Yahudi.
Kaisar Nero mengirim Vespasianus, seorang jenderal yang dianugerahi banyak bintang jasa, untuk meredam pemberontakan. Vespasianus pun melumpuhkan kelompok pemberontak tersebut secara bergilir. Ia memulainya di Galilea, kemudian di Transyordania, dan berikutnya di Idumea. Setelah itu, dia mengepung Yerusalem. Akan tetapi sebelum menjatuhkan Yerusalem, Vespasianus dipanggil pulang ke Roma. Nero wafat. Pergumulan untuk mencari pengganti Nero berakhir dengan keputusan Vespasianus sebagai Kaisar. Titah kekaisaran pertamanya ialah penunjukan anaknya, Titus, untuk memimpin Perang Yahudi.
Di Yerusalem, kepala Bait Allah menyatakan pemberontakan terbuka melawan Roma dengan menghentikan persembahan harian untuk Kaisar. Tidak lama kemudian seluruh Yerusalem menjadi rusuh; pasukan Romawi diusir dan dibunuh. Yudea memberontak, kemudian Galilea. Untuk sementara waktu tampaknya orang-orang Yahudi unggul.
Cestius Gallus, Gubernur Romawi untuk daerah itu berangkat dari Siria dengan 20.000 tentara. Ia menguasai Yerusalem selama enam bulan namun gagal dan kembali. Ia meninggalkan 6.000 tentara Romawi yang tewas dan sejumlah besar persenjataan yang dipungut dan dipakai orang-orang Yahudi.
Kaisar Nero mengirim Vespasianus, seorang jenderal yang dianugerahi banyak bintang jasa, untuk meredam pemberontakan. Vespasianus pun melumpuhkan kelompok pemberontak tersebut secara bergilir. Ia memulainya di Galilea, kemudian di Transyordania, dan berikutnya di Idumea. Setelah itu, dia mengepung Yerusalem. Akan tetapi sebelum menjatuhkan Yerusalem, Vespasianus dipanggil pulang ke Roma. Nero wafat. Pergumulan untuk mencari pengganti Nero berakhir dengan keputusan Vespasianus sebagai Kaisar. Titah kekaisaran pertamanya ialah penunjukan anaknya, Titus, untuk memimpin Perang Yahudi.
Ketika
pengepungan Yerusalem sedang berlangsung, penduduk kota pun satu demi satu mati
karena kelaparan dan wabah penyakit. Akhirnya, orang-orang Romawi merobohkan
tembok lapisan luar, kemudian lapisan kedua dan akhirnya yang ketiga. Namun
orang-orang Yahudi masih berperang sambil merangkak menuju Bait Allah sebagai
garis pertahanan terakhir. Sejarawan Yahudi, Josephus menjelaskan bahwa Titus
ingin melindungi Bait Allah tersebut, tetapi prajurit-prajuritnya begitu marah
terhadap musuh mereka sehingga mendorong mereka membakar Bait Allah. Pemberontakan
orang-orang Yahudi ini menandai berakhirnya negara Yahudi sampai zaman modern.
Penghancuran Bait Allah (yang dipugar Herodes) mengubah tata cara peribadahan orang-orang Yahudi. Mereka tidak lagi mempersembahkan korban sembelihan, tetapi memilih dan mengutamakan sinagoge yang didirikan pendahulu mereka ketika Bait Allah (yang didirikan Salomo) dihancurkan orang-orang Babel pada tahun 586 sM.
Penghancuran Bait Allah (yang dipugar Herodes) mengubah tata cara peribadahan orang-orang Yahudi. Mereka tidak lagi mempersembahkan korban sembelihan, tetapi memilih dan mengutamakan sinagoge yang didirikan pendahulu mereka ketika Bait Allah (yang didirikan Salomo) dihancurkan orang-orang Babel pada tahun 586 sM.
3. Gereja Berada Dalam Pemerintahan Romawi
Wilayah kekaisaran Romawi mulai selat Gibraltar sampai sungai Frat, dan dari tanah Mesir sampai Inggris.
Bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan, yaitu
bahasa Yunani yang pada zaman itu disebut bahasa Koine. Dalam wilayah agama
Romawi yang luas itu terdapat sejumlah besar agama suku. Namun banyak orang
tidak puas lagi dengan agama-agama yang lama dan mereka mencari jalan
keselamatan dalam berbagai macam kepercayaan. Banyak juga yang memeluk agama Yahudi.
Di Mesopotamia terdapat agama Babilonia dengan kepercayaannya kepada pengaruh
takdir atas kehidupan manusia.
Di daerah Iran terdapat agama Zoroaster yang oleh
raja-raja Persia sesudah tahun 225 dijadikan agama Negara. Dari sudut
kebudayaan yang paling menonjol adalah kebudayaan Hellenisme. Kebudayaan ini
meneruskan kebudayaan Yunani dari zaman kejayaan kota Atena (abad 5 dan 3 sM).
Selain itu ada upaya untuk mengawinkan agama Yahudi dengan Hellenisme, misalnya
Philo dari Alexandria tahun 40.
Pada tahap awal, agama Yahudi yang paling besar mempengaruhi kehidupan gereja. Sebagaimana diketahui pada abad pertama Masehi bangsa hidup hidup terserak di wilayah kekaisaran Romawi dan di luar wilayah tersebut. Yang tinggal di Palestina hanya sekitar 1 juta orang. Hubungan orang Yahui dengan bangsa-bangsa lain waktu itu kurang harmonis. Ketaatan orang-orang Yahudi kepada Taurat menyebabkan mereka harus hidup terasing dari orang-orang di sekitarnya. Orang-orang Yahudi menganggap di luar agama mereka sebagai agama politheis. Walau demikian, banyak juga orang yang bukan Yahudi justru tertarik kepada agama Yahudi yang monotheistis. Mereka yang memeluk agama Yahudi tersebut disebut orang-orang proselit.
Filsafat zaman Yunani-Romawi berusaha memberi pegangan baru kepada manusia. Salah satu filsafat Yunani yang berpengaruh adalah filsafat Platonisme. Aliran ini berasal dari Plato (375 sM). Pada abad III aliran ini mendapat bentuk yang baru dalam filsafat Platonis, yang diberi nama “Neo-Platonisme”. Ciri-ciri utama filsafat Platonisme adalah bahwa Allah berada jauh tak terhingga di atas dunia dan manusia. Tentang Dia tidak dapat diungkapkan dengan apapun: Ia tidak bergerak, tidak bertindak, tidak memperkenalkan diri, tidak mempunyai nama. Tetapi dari padaNya mengalir Nous (= roh, pemikiran). Selain itu juga mengalir Logos (=firman) yang menyatakan Nous Allah di dalam roh manusia dan dalam tata-tertib dunia ini. Nous dan Logos merupakan pengantara antara Allah dengan manusia serta dunia. Mereka bersifat ilahi, tetapi kadar “keilahiannya” tidak sampai kepada kesempurnaan mutlak. Jadi dalam filsafat ini hakikat Allah dipahami secara bertingkat.
Pada tahap awal, agama Yahudi yang paling besar mempengaruhi kehidupan gereja. Sebagaimana diketahui pada abad pertama Masehi bangsa hidup hidup terserak di wilayah kekaisaran Romawi dan di luar wilayah tersebut. Yang tinggal di Palestina hanya sekitar 1 juta orang. Hubungan orang Yahui dengan bangsa-bangsa lain waktu itu kurang harmonis. Ketaatan orang-orang Yahudi kepada Taurat menyebabkan mereka harus hidup terasing dari orang-orang di sekitarnya. Orang-orang Yahudi menganggap di luar agama mereka sebagai agama politheis. Walau demikian, banyak juga orang yang bukan Yahudi justru tertarik kepada agama Yahudi yang monotheistis. Mereka yang memeluk agama Yahudi tersebut disebut orang-orang proselit.
Filsafat zaman Yunani-Romawi berusaha memberi pegangan baru kepada manusia. Salah satu filsafat Yunani yang berpengaruh adalah filsafat Platonisme. Aliran ini berasal dari Plato (375 sM). Pada abad III aliran ini mendapat bentuk yang baru dalam filsafat Platonis, yang diberi nama “Neo-Platonisme”. Ciri-ciri utama filsafat Platonisme adalah bahwa Allah berada jauh tak terhingga di atas dunia dan manusia. Tentang Dia tidak dapat diungkapkan dengan apapun: Ia tidak bergerak, tidak bertindak, tidak memperkenalkan diri, tidak mempunyai nama. Tetapi dari padaNya mengalir Nous (= roh, pemikiran). Selain itu juga mengalir Logos (=firman) yang menyatakan Nous Allah di dalam roh manusia dan dalam tata-tertib dunia ini. Nous dan Logos merupakan pengantara antara Allah dengan manusia serta dunia. Mereka bersifat ilahi, tetapi kadar “keilahiannya” tidak sampai kepada kesempurnaan mutlak. Jadi dalam filsafat ini hakikat Allah dipahami secara bertingkat.
BAB 3
KEMUNCULAN DAN
PERKEMBANGAN GEREJA PADA ABAD-ABAD PERMULAAN
Dalam perkembangan ajarannya, gereja akhirnya menyadari bahwa ketaatan kepada hukum Taurat tidak boleh lagi dianggap sebagai syarat mutlak untuk memperoleh keselamatan. Pemahaman itu menyebabkan gereja tidak lagi membatasi dirinya kepada orang-orang Yahudi. Gereja meluas dan masuk di tengah-tengah dunia orang bukan Yahudi. Jadi sebelum itu orang Kristen pertama terdiri orang-orang Yahudi, yang mana mereka tetap mengunjungi Bait Allah serta sinogoge, dan mereka mentaati hukum Taurat. Ketika gereja dapat berhasil berkembang ke dalam dunia orang kafir, gereja menghadapi persoalan teologis. Bagaimana dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi itu? Orang-orang Kristen mentaati hukum Taurat. Apakah orang-orang Kristen bukan Yahudi juga harus mentaati hukum Taurat? Dalam hal ini sikap Paulus sangat tegas, bahwa tidak perlu bagi orang-orang Kristen untuk mentaati hukum Taurat sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Tetapi banyak orang Kristen-Yahudi yang tetap mempertahankan Taurat sebagai syarat keselamatan (Gal 2-3) sebagai syarat keselamatan. Kelompok ini disebut sebagai orang-orang Yudais.
Pada awal perkembangan gereja, salah satu pusat PI yang utama adalah Antiokhia. Di sini pertama kali muncul jemaat yang terdiri dari orang-orang kafir (Kis. 11:20). Jemaat ini dipakai Tuhan sebagai alat untuk membawa Injil ke daerah-daerah yang lebih jauh. Utusan jemaat Antiokhia yang terkenal adalah Paulus. Ia mengabarkan Injil di wilayah Asia Kecil (sekarang Turki) dan di Yunani (45-57).
Pengaruh agama Kristen yang paling besar adalah Asia
Kecil. Bila PI tidak mudah bergerak ke Timur. Sebab orang menghadapi rintangan
berupa tapal batas antara kekaisaran Romawi dan kerajaan Persia. Kedua Negara
ini saling berperang. Selain itu bahasa Yunani jarang dipakai di Timur, dan
kebudayaan Hellenisme kurang berpengaruh di Timur.
Cara pengungkapan iman Kristen pada abad II menggunakan Didache (= pengajaran). Salah satu tulisan yang terkenal sesudah zaman para rasul adalah Didache yang ditulis di Siria (tahun 100). Kitab ini singkat seperti surat Yakobus. Isi kitab Didache adalah pembaca dihadapkan pilihan jalan kehidupan dan jalan maut. Juga berisi kebiasaan-kebiasaan berpuasa, berdoa, ibadah khususnya perayaan sakramen-sakramen, dan tata-gereja). Dalam kitab Didache, agama Yahudi dan kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi ditolak dengan keras, sedangkan corak pemikiran dan inti agama Yahudi tetap dipertahankan. Selain Didache terdapat pula surat-surat yang ditulis oleh Bapa-bapa gereja, seperti Ignatius (tahun 110). Ia menulis 7 surat kepada beberapa jemaat di Asia Kecil bagian Barat dan kepada jemaat di Roma. Juga terdapat surat dari Yustinus Martir (tahun 165). Dari ajarannya, Yustinus Martir sangat dipengaruhi oleh filsafat Stoa tentang konsep Logos, sehingga Yesus dipandang sebagai mediator Ilahi yaitu menjadi pengantara antara Allah dan dunia. Karena itu Kristus berada di bawah Allah. Selain itu terdapat tokoh bernama Bardaisan (tahun 154-222) yang dahulu seorang bangsawan dari Edessa. Ia sangat terpengaruh oleh astrologi (ilmu nujum) dari Babilonia kuno yang percaya bahwa bintang-bintang mempengaruhi kehidupan manusia. Setelah menjadi Kristen, Bardaisan merumuskan jawabannya dalam bukunya yang berjudul “Takdir”. Walau ia percaya pada pengaruh bintang, tetapi ia juga menekankan sikap manusia yang menentukan.
Pada zaman PB telah tersusun konsep Tata-Gereja. Di setiap jemaat terdapat penatua (presbuteroi). Dari antara mereka dipilih para penilik (episkopoi) yang dibantu oleh Diaken-Diaken (diakonoi). Di samping itu terdapat pula pengajar dan nabi. Mereka tidak dipilih tetapi dihormati karena memiliki karunia-karunia Roh yang dianugerahkan. Tampaknya golongan ini sangat berpengaruh. Semula dalam gereja awal tidak terdapat perbedaan tingkat, tetapi sekitar tahun 100 para “penilik” mulai menganggap para pelayan yang lain sebagai bawahannya. Karena itu kemudian ditetapkan suatu hirarkhi (urutan pangkat): penilik-penatua-diaken. Kemudian agar lebih praktis, pimpinan dilaksanakan oleh satu orang, maka mulailah lazim ada satu Penilik untuk seluruh jemaat. Kelak jabatan Penilik ini berubah menjadi Uskup. Sehingga Uskuplah yang berkuasa dalam jemaat bagai seorang raja dalam wilayah kerajaannya. Bila timbul masalah berat, para Uskup dari tiap-tiap jemaat tersebut berkumpul dalam rapat sinode. Sinode pertama dari para Uskup diadakan tahun 180. Dalam sistem ini di mana Uskup-Uskup bersama-sama berkuasa dalam gereja disebut dengan “Episkopalisme”. Sistem pemerintahan gereja ini masih terdapat dalam gereja Orthodoks-Timur (di Rusia dan Eropa Tenggara) dan dalam Gereja Anglikan. Mula-mula gereja di Eropa Barat memakai sistem Episkopal, tetapi Uskup Roma yang disebut Paus mengklaim memiliki seluruh kekuasaan, sehingga ia memerintah atas Gereja Katolik Roma.
Cara pengungkapan iman Kristen pada abad II menggunakan Didache (= pengajaran). Salah satu tulisan yang terkenal sesudah zaman para rasul adalah Didache yang ditulis di Siria (tahun 100). Kitab ini singkat seperti surat Yakobus. Isi kitab Didache adalah pembaca dihadapkan pilihan jalan kehidupan dan jalan maut. Juga berisi kebiasaan-kebiasaan berpuasa, berdoa, ibadah khususnya perayaan sakramen-sakramen, dan tata-gereja). Dalam kitab Didache, agama Yahudi dan kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi ditolak dengan keras, sedangkan corak pemikiran dan inti agama Yahudi tetap dipertahankan. Selain Didache terdapat pula surat-surat yang ditulis oleh Bapa-bapa gereja, seperti Ignatius (tahun 110). Ia menulis 7 surat kepada beberapa jemaat di Asia Kecil bagian Barat dan kepada jemaat di Roma. Juga terdapat surat dari Yustinus Martir (tahun 165). Dari ajarannya, Yustinus Martir sangat dipengaruhi oleh filsafat Stoa tentang konsep Logos, sehingga Yesus dipandang sebagai mediator Ilahi yaitu menjadi pengantara antara Allah dan dunia. Karena itu Kristus berada di bawah Allah. Selain itu terdapat tokoh bernama Bardaisan (tahun 154-222) yang dahulu seorang bangsawan dari Edessa. Ia sangat terpengaruh oleh astrologi (ilmu nujum) dari Babilonia kuno yang percaya bahwa bintang-bintang mempengaruhi kehidupan manusia. Setelah menjadi Kristen, Bardaisan merumuskan jawabannya dalam bukunya yang berjudul “Takdir”. Walau ia percaya pada pengaruh bintang, tetapi ia juga menekankan sikap manusia yang menentukan.
Pada zaman PB telah tersusun konsep Tata-Gereja. Di setiap jemaat terdapat penatua (presbuteroi). Dari antara mereka dipilih para penilik (episkopoi) yang dibantu oleh Diaken-Diaken (diakonoi). Di samping itu terdapat pula pengajar dan nabi. Mereka tidak dipilih tetapi dihormati karena memiliki karunia-karunia Roh yang dianugerahkan. Tampaknya golongan ini sangat berpengaruh. Semula dalam gereja awal tidak terdapat perbedaan tingkat, tetapi sekitar tahun 100 para “penilik” mulai menganggap para pelayan yang lain sebagai bawahannya. Karena itu kemudian ditetapkan suatu hirarkhi (urutan pangkat): penilik-penatua-diaken. Kemudian agar lebih praktis, pimpinan dilaksanakan oleh satu orang, maka mulailah lazim ada satu Penilik untuk seluruh jemaat. Kelak jabatan Penilik ini berubah menjadi Uskup. Sehingga Uskuplah yang berkuasa dalam jemaat bagai seorang raja dalam wilayah kerajaannya. Bila timbul masalah berat, para Uskup dari tiap-tiap jemaat tersebut berkumpul dalam rapat sinode. Sinode pertama dari para Uskup diadakan tahun 180. Dalam sistem ini di mana Uskup-Uskup bersama-sama berkuasa dalam gereja disebut dengan “Episkopalisme”. Sistem pemerintahan gereja ini masih terdapat dalam gereja Orthodoks-Timur (di Rusia dan Eropa Tenggara) dan dalam Gereja Anglikan. Mula-mula gereja di Eropa Barat memakai sistem Episkopal, tetapi Uskup Roma yang disebut Paus mengklaim memiliki seluruh kekuasaan, sehingga ia memerintah atas Gereja Katolik Roma.
BAB 4
PERJUMPAAN ISLAM DAN GEREJA
Perkembangan Islam yang pesat adalah gerakan
luar biasa dalam sejarah. Pada tahun 622, para pengikut Muhammad hanyalah
sekelompok visioner teraniaya yang berkumpul di Mekah. Seratus tahun kemudian
mereka tidak hanya menguasai Arab, tetapi juga Afrika Utara, Palestina, Persia
(Iran), Spanyol dan sebagian India. Mereka sedang mengancam Perancis dan
Konstantinopel.
Menjelang tahun 636, orang-orang Muslim telah
menguasai Suriah dan Palestina. Mereka menguasai Alexandria pada tahun 642 dan
Mesopotamia pada tahun 646. Kartago jatuh pada tahun 697, ketika pasukan Muslim
menyapu Afrika Utara, memenangkan daerah-daerah yang sampai hari ini masih
berada di tangan Muslim. Pada tahun 711, mereka melintasi terusan Gibraltar dan
masuk ke Spanyol. Mereka segera mengokohkan penguasaan atas Semenanjung Iberia
dan akhirnya bergerak lebih jauh dari Pegunungan Pyrenees. Pada saat yang sama,
orang-orang Muslim telah memasuki daerah Punjab di India dan hampir memasuki
Konstantinopel.
Konstantinopel adalah ibu kota kekaisaran Byzantine, satu-satunya penerus Kekaisaran Romawi. Berabad-abad sebelumnya, Kekaisaran Romawi terbagi atas Timur dan Barat, dan kekaisaran Romawi Barat jatuh ke tangan suku-suku Jerman seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun pasukan Islam bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga jajahan barunya ke dalam iman mereka.
Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman yang menguasai kekaisaran Romawi Barat. Kaum Frank ini secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah pemerintahan Clovis I (481-511). Ia mendukung misionaris Kristen di antara suku-suku Jerman lainnya dengan motif untuk menambah kekuasaan kaum Frank di Jerman. Meskipun ia menyelamatkan gereja Roma dari kehancuran di Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah Frank.
Jenderal pasukan Muslim Abd-er-Rahman yang memimpin pasukannya ke utara, masuk tepat di daerah Frank. Charles Martel (Martel artinya "Palu") berhadapan dengannya di antara Tours dan Poitiers (sebelah barat daya Perancis sekarang) serta memukul mereka mundur. Dalam suatu rangkaian pertempuran sengit, kaum Frank memukul mundur pasukan Muslim ke Spanyol, mengakhiri laju pasukan Muslim di jantung Eropa.
Konstantinopel adalah ibu kota kekaisaran Byzantine, satu-satunya penerus Kekaisaran Romawi. Berabad-abad sebelumnya, Kekaisaran Romawi terbagi atas Timur dan Barat, dan kekaisaran Romawi Barat jatuh ke tangan suku-suku Jerman seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun pasukan Islam bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga jajahan barunya ke dalam iman mereka.
Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman yang menguasai kekaisaran Romawi Barat. Kaum Frank ini secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah pemerintahan Clovis I (481-511). Ia mendukung misionaris Kristen di antara suku-suku Jerman lainnya dengan motif untuk menambah kekuasaan kaum Frank di Jerman. Meskipun ia menyelamatkan gereja Roma dari kehancuran di Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah Frank.
Jenderal pasukan Muslim Abd-er-Rahman yang memimpin pasukannya ke utara, masuk tepat di daerah Frank. Charles Martel (Martel artinya "Palu") berhadapan dengannya di antara Tours dan Poitiers (sebelah barat daya Perancis sekarang) serta memukul mereka mundur. Dalam suatu rangkaian pertempuran sengit, kaum Frank memukul mundur pasukan Muslim ke Spanyol, mengakhiri laju pasukan Muslim di jantung Eropa.
BAB V
PERKEMBANGAN GEREJA DI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN
Periode ini dimulai sejak berakhirnya
kekuasaan Kaisar Romawi Barat hingga dimahkotainya Charlemagne menjadi Kaisar Eropa Barat,
kira-kira tahun 476 hingga hari Natal tahun 800. Pada periode ini gereja, terutama Kepausan,
mengalami kemunduran moral. Para Paus dipaksa untuk terlibat lebih dalam lagi
dalam politik, yang seringkali kotor, dan harus mengimbangi keinginan
Kekaisaran Romawi Timur dan pemerintahan bangsa barbar di Barat. Meskipun
kebanyakan orang Kristen pada periode ini bermukim di Asia Minor, namun penyebaran Injil terus
dilakukan ke berbagai pelosok Eropa yang akan memengaruhi sejarah Abad
Pertengahan.
Selama Abad Pertengahan di Eropah, Gereja
Katolik Roma terus memegang kekuasaan, dengan Paus sebagai pemegang kekuasaan
atas semua jenjang kehidupan dan hidup seperti raja. Korupsi dan ketamakan
dalam kepemimpinan gereja adalah hal yang umum. Dari tahun 1095 sampai 1204
para Paus mendukung serangkaian perang salib yang berdarah dan mahal dalam
usaha untuk mengusir kaum kaum Muslimin dan membebaskan Yerusalem.
1. Teologia
dan Kepercayaan Abad Pertengahan
Ciri teologia dan kepercayaan abad pertengahan pada prinsipnya merupakan suatu kompromi antara ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani, dan juga suatu kompromi antara kesalehan yang bersifat alkitabiah dengan agama kafir (Yunani dan Romawi yang tersebar di Eropa sebelumnya datangnya agama Kristen.
Ciri teologia dan kepercayaan abad pertengahan pada prinsipnya merupakan suatu kompromi antara ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani, dan juga suatu kompromi antara kesalehan yang bersifat alkitabiah dengan agama kafir (Yunani dan Romawi yang tersebar di Eropa sebelumnya datangnya agama Kristen.
Sebagaimana diketahui sesudah
tahun 1000, orang-orang Eropah Barat mulai memperhatikan kembali tulisan
filsafat Yunani khususnya tulisan dari Plato dan Aristoteles. Karena pengaruh
itu gereja berusaha untuk menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani.
Aliran teologia inilah yang kita sebut dengan teologia Scholastik.
Sikap gereja yang lebih cenderung untuk menyelaraskan dengan filsafat Yunani, karena pada zaman itu filsafat Yunani terutama Plato dan Aristoteles begitu berpengaruh. Keadaaan itu merupakan ancaman bagi gereja. Bahayanya lebih besar dari pada masalah dan ancaman dari para bidat. Padahal filsafat Aristoteles dan Plato memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan ajaran Alkitab. Jalan keluar yang ditempuh oleh gereja adalah menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani. Tokoh terkemuka dalam sejarah teologia Scholastik adalah Thomas Aquino (1225-1274), seorang rahib anggota ordo Dominikan. Ia berhasil menampung azas-azas filsafat dalam suatu sistem teologia. Karya utamanya berjudul: Summa Theology. Menurut Thomas, apa yang telah diajarkan oleh para filsuf memang benar, tetapi hanya merupakan kebenaran tingkat bawah/kodrati. Sedang dalam Alkitab, kita dapat menemukan kebenaran adikodrati. Ciri penulisan dari Thomas Aquino adalah ia berbicara tentang Allah dengan menggunakan filsafat Plato dan Aristoteles. Juga terlihat pemikiran Thomas tentang manusia. Menurut iman Kristen, manusia telah dirusak oleh kuasa dosa sehingga ia tidak dapat berbuat sesuatu yang berkenan kepada Allah. Sebaliknya dalam pemikiran Yunani, manusia dipandang secara lebih optimistik. Dalam teologia Scholastik, kedua pandangan tersebut diselaraskan. Allah dan manusia bekerja sama. Manusia tidak dapat menghasilkan perbuatan yang benar. Tetapi Allah mencurahkan anugerahNya ke atas manusia. Anugerah itu adalah suatu kekuatan adikodrati yang disalurkan kepada manusia melalui sakramen. Di antara sakramen-sakramen yang berjumlah 7 tersebut, yang terpenting adalah sakramen Ekaristi.
2. Kehidupan Gereja Akhir Abad Pertengahan
Selama abad Pertengahan, gereja menekankan agar kepercayaan dan kesalehan dihubungkan dengan sakramen. Pola pendekatan ini dianggap kaku. Sebab kasih karunia Tuhan dapat diperoleh secara otomatis melalui sakramen, perbuatan-perbuatan amal, bahkan kadang-kadang dengan hanya membayar uang, tanpa perubahan hati yang sungguh-sungguh. Karena itu ada beberapa upaya yang menghayati kasih-karunia Tuhan dengan cara mengabdi dan mencari Tuhan dengan segenap hati.
Sikap gereja yang lebih cenderung untuk menyelaraskan dengan filsafat Yunani, karena pada zaman itu filsafat Yunani terutama Plato dan Aristoteles begitu berpengaruh. Keadaaan itu merupakan ancaman bagi gereja. Bahayanya lebih besar dari pada masalah dan ancaman dari para bidat. Padahal filsafat Aristoteles dan Plato memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan ajaran Alkitab. Jalan keluar yang ditempuh oleh gereja adalah menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani. Tokoh terkemuka dalam sejarah teologia Scholastik adalah Thomas Aquino (1225-1274), seorang rahib anggota ordo Dominikan. Ia berhasil menampung azas-azas filsafat dalam suatu sistem teologia. Karya utamanya berjudul: Summa Theology. Menurut Thomas, apa yang telah diajarkan oleh para filsuf memang benar, tetapi hanya merupakan kebenaran tingkat bawah/kodrati. Sedang dalam Alkitab, kita dapat menemukan kebenaran adikodrati. Ciri penulisan dari Thomas Aquino adalah ia berbicara tentang Allah dengan menggunakan filsafat Plato dan Aristoteles. Juga terlihat pemikiran Thomas tentang manusia. Menurut iman Kristen, manusia telah dirusak oleh kuasa dosa sehingga ia tidak dapat berbuat sesuatu yang berkenan kepada Allah. Sebaliknya dalam pemikiran Yunani, manusia dipandang secara lebih optimistik. Dalam teologia Scholastik, kedua pandangan tersebut diselaraskan. Allah dan manusia bekerja sama. Manusia tidak dapat menghasilkan perbuatan yang benar. Tetapi Allah mencurahkan anugerahNya ke atas manusia. Anugerah itu adalah suatu kekuatan adikodrati yang disalurkan kepada manusia melalui sakramen. Di antara sakramen-sakramen yang berjumlah 7 tersebut, yang terpenting adalah sakramen Ekaristi.
2. Kehidupan Gereja Akhir Abad Pertengahan
Selama abad Pertengahan, gereja menekankan agar kepercayaan dan kesalehan dihubungkan dengan sakramen. Pola pendekatan ini dianggap kaku. Sebab kasih karunia Tuhan dapat diperoleh secara otomatis melalui sakramen, perbuatan-perbuatan amal, bahkan kadang-kadang dengan hanya membayar uang, tanpa perubahan hati yang sungguh-sungguh. Karena itu ada beberapa upaya yang menghayati kasih-karunia Tuhan dengan cara mengabdi dan mencari Tuhan dengan segenap hati.
BAB VI
GEREJA PADA MASA REFORMASI
Reformasi Protestan lahir sebagai
sebuah upaya untuk mereformasi Gereja
Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yang
menentang hal-hal yang menurut anggapan mereka adalah doktrin-doktrin palsu dan
malapraktik gerejawi khususnya ajaran
dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohaniwan
yang menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hirarki Gereja, termasuk Sri
Paus.
Para
pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yang juga mencoba mereformasi
Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan
Sembilan
Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua
Orang Kudus (yang berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas
pada masa itu), tesis-tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan
Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi-indulgensi dan
kebijakan-kebijakan doktrinal mengenai Purgatorium, Pengadilan Partikular, Mariologi (devosi pada Maria, ibunda Yesus),
perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang
Kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri
Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich
Zwingli, segera mengikuti teladan Martin Luther.
Akan
tetapi selanjutnya para reformator berselisih faham dan memecah-belah
pergerakan mereka menurut perbedaan-perbedaan doktrinal pertama-tama antara
Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin terbentuklah denominasi-denominasi Protestan yang berbeda-beda dan
saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat
reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan
yang muncul dari denominasi-denominasi Jerman. Para reformator turut
mempercepat laju Kontra
Reformasi dari Gereja
Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman
atau Revolusi Protestan.
1. Reformasi Gereja: Martin Luther
Reformasi gereja lahir dan berkembang di dalam lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Khususnya reformasi tersebut dicetuskan melalui hasil pergumulan seorang rahib Jerman yaitu Martin Luther. Waktu itu cita-cita tentang persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus telah pudar. Martin Luther lahir tanggal 10 Nopember 1483 dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang setia kepada gereja Roma Katolik. Umur 21 tahun, Luther memutuskan studinya dan menjadi seorang rahib. Pada tahun 1505 ia masuk biara yang paling keras aturannya, yaitu biara ordo Agustin. Tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi seorang Imam. Tahun 1510 ia dikirim ke Roma untuk mengurus perkara bagi ordo Agustin. Setelah itu dua tahun kemudian dia memperoleh gelar doctor dalam bidang Alkitab. Luther seorang rahib yang sangat serius, tetapi ia gelisah soal keselamatannya: “bagaimanakah aku bisa mendapat rahmat Allah”. Sekitar tahun 1514, Luther menemukan jalan keluar dari kesusahannya itu yaitu ketika ia membaca Rom. 1:16-17. Saat itu ia merasa firman Tuhan yang dibacanya itu membebaskan seluruh bebannya. Ia menemukan pencerahan, bahwa manusia hanya dapat beriman, bahwa Allah tidak menuntut tetapi Ia memberi anugerah
Reformasi gereja lahir dan berkembang di dalam lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Khususnya reformasi tersebut dicetuskan melalui hasil pergumulan seorang rahib Jerman yaitu Martin Luther. Waktu itu cita-cita tentang persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus telah pudar. Martin Luther lahir tanggal 10 Nopember 1483 dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang setia kepada gereja Roma Katolik. Umur 21 tahun, Luther memutuskan studinya dan menjadi seorang rahib. Pada tahun 1505 ia masuk biara yang paling keras aturannya, yaitu biara ordo Agustin. Tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi seorang Imam. Tahun 1510 ia dikirim ke Roma untuk mengurus perkara bagi ordo Agustin. Setelah itu dua tahun kemudian dia memperoleh gelar doctor dalam bidang Alkitab. Luther seorang rahib yang sangat serius, tetapi ia gelisah soal keselamatannya: “bagaimanakah aku bisa mendapat rahmat Allah”. Sekitar tahun 1514, Luther menemukan jalan keluar dari kesusahannya itu yaitu ketika ia membaca Rom. 1:16-17. Saat itu ia merasa firman Tuhan yang dibacanya itu membebaskan seluruh bebannya. Ia menemukan pencerahan, bahwa manusia hanya dapat beriman, bahwa Allah tidak menuntut tetapi Ia memberi anugerah
Karena itu yang menyebabkan timbulnya
pembaharuan (reformasi) gereja adalah perbedaan antara teologia dan praktek
gereja dengan ajaran Alkitab sebagaimana yang diketemukan oleh Luther. Tetapi
pemicu reformasi gereja adalah gereja melakukan penjualan surat-surat
penghapusan dosa. Di Jerman, banyak imam yang menjual surat-surat penghapusan
dosa, salah satu yang terkenal adalah John Tetzel. Untuk itu Luther menentang
dan menerbitkan 95 dalilnya yang di pintu gereja Wittenberg pada tanggal 31
Oktober 1517. Ia menegaskan, bahwa: “Bukan sakramen, tetapi imanlah yang
menyelamatkan”.
Pada tahun 1519 Luther menyatakan bahwa Paus dapat keliru, dan juga keputusan konsili-konsili dapat salah. Dengan demikian seluruh tradisi gereja yaitu anggapan dan kebiasaan-kebiasaannya tidaklah mutlak sehingga harus diletakkan di bawah Alkitab. Selain itu Luther menegaskan bahwa Paus dan kaum rohaniawan tidak boleh berkuasa atas kaum awam, sebab setiap orang Kristen adalah imam dan ikut bertanggungjawab dalam gereja. Karena itu berkhotbah dan bercocok tanam sama tingkatannya. Hal sakramen, Luther menegaskan bahwa hanya sakramen baptisan dan perjamuan kudus yang memiliki dasar Alkitabiah. Tetapi sakramen tidak dianggap sebagai saluran anugerah ke dalam diri kita. Sakramen hanyalah tanda dari apa yang dinyatakan oleh Firman itu. Akibatnya gereja Roma dan Negara Jerman mengutuk dan mengucilkan Luther, tetapi raja Frederich tetap melindungi Luther. Tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) dari Paus yang intinya meminta agar Luther menarik ajarannya jika ia tidak mau dikenai hukum gereja. Justru kemudian Luther melawan bulla dari Paus itu. Luther menyampaikan pembelaannya di hadapan kaisar dan raja-raja pada tanggal 18 April 1521.
Pada tahun 1519 Luther menyatakan bahwa Paus dapat keliru, dan juga keputusan konsili-konsili dapat salah. Dengan demikian seluruh tradisi gereja yaitu anggapan dan kebiasaan-kebiasaannya tidaklah mutlak sehingga harus diletakkan di bawah Alkitab. Selain itu Luther menegaskan bahwa Paus dan kaum rohaniawan tidak boleh berkuasa atas kaum awam, sebab setiap orang Kristen adalah imam dan ikut bertanggungjawab dalam gereja. Karena itu berkhotbah dan bercocok tanam sama tingkatannya. Hal sakramen, Luther menegaskan bahwa hanya sakramen baptisan dan perjamuan kudus yang memiliki dasar Alkitabiah. Tetapi sakramen tidak dianggap sebagai saluran anugerah ke dalam diri kita. Sakramen hanyalah tanda dari apa yang dinyatakan oleh Firman itu. Akibatnya gereja Roma dan Negara Jerman mengutuk dan mengucilkan Luther, tetapi raja Frederich tetap melindungi Luther. Tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) dari Paus yang intinya meminta agar Luther menarik ajarannya jika ia tidak mau dikenai hukum gereja. Justru kemudian Luther melawan bulla dari Paus itu. Luther menyampaikan pembelaannya di hadapan kaisar dan raja-raja pada tanggal 18 April 1521.
Kemudian keluarlah edik Worms yang menyatakan bahwa
Luther bersama pengikutnya dikucilkan dari masyarakat dengan “kutuk
kekaisaran”. Tetapi ia diselamatkan oleh raja Frederich yang Bijaksana dan
disembunyikan di puri Wartburg untuk sementara waktu. Dalam persembunyiannya,
Luther menterjemahkan PB ke dalam bahasa Jerman, dan membuat berbagai tulisan
untuk perbaikan gereja, yang mana ia menegaskan bahwa Misa tidak harus dilayani
dengan bahasa Latin tetapi dengan bahasa setempat. Selain itu Luhter menegaskan
agar khotbah diberi tempat yang lebih wajar dalam kebaktian.
2. Reformasi: Yohanes Calvin
Yohanes Calvin (1509-1564) berlatar-belakang seorang sarjana hukum Perancis yang berminat dengan ilmu teologia. Setelah ia menjadi pengikut Luther, ia diusir dari tanah airnya dan menjadi Pendeta di kota Jenewa (Swiss). Tahun 1533, ia mengalami Allah telah menaklukkannya sehingga rela menjadi pelayannya. Tahun 1536, ketika ia masih berumur 26 tahun Calvin telah berhasil menyelesaikan kitabnya yang berjudul Institutio, yaitu pengajaran tentang iman Kristen. Calvin setuju dengan ajaran pembenaran karena iman, tetapi lebih dari pada itu ia menekankan penyucian atau kehidupan baru yang harus ditempuh oleh orang Kristen yang bersyukur karena Allah telah menyelamatkannya. Karena itu Calvin menegaskan agar jemaat hidup kudus. Jikalau jemaat melanggar kehidupan kudus tersebut, maka ia akan dikenai disiplin gereja. Untuk itu Negara dan pemerintah Jenewa ikut mengawasi kehidupan para anggota masyarakat. Tetapi Calvin menegaskan bahwa antara gereja dan Negara tidak berada lebih tinggi, tetapi keduanya berdampingan untuk melaksanakan kehendak Allah. Setelah itu Calvin diangkat menjadi Pendeta di kota Strrasburg. Di kota tersebut Calvin menciptakan suatu tata ibadah yang baru. Tata ibadah yang disusun Calvin masih tetap dipakai dalam kebanyakan gereja di Indonesia. Sikap Calvin terhadap warisan gereja Roma Katolik sangat keras. Ia melarang segala hal yang berhubungan
dengan suasana gereja Katolik (lilin, pakaian khusus bagi pendeta, altar, patung-patung, bahkan salib-salib ditolak). Sejak tahun 1541 sampai meninggalnya pada tahun 1654, Calvin tinggal lagi di Jenewa. Selama itu ia melanjutkan usahanya untuk mengatur kehidupan jemaat: menyusun Tata Gereja yang baru, berjuang menentang segala sesuatu yang tidak sopan dalam jemaat agar nama Allah dihormati dalam seluruh kehidupan kota. Dalam tulisannya yang berjudul: Undang-Undang Gerejani, Calvin mengajarkan tentang jabatan Penatua dan Diaken (Syamas). Dengan pola jabatan gereja tersebut, maka Calvin telah menghapuskan batas antara klerus dengan awam. Sistem pemerintahan gereja inilah yang dikenal dengan sistem presbiterial. Pengaruh Calvin sangat besar di seluruh Eropa. Tahun 1539 didirikan universitas Jenewa yang menjadi tempat latihan bagi ratusan pendeta dari berbagai negeri. Sehingga kemudian lahirlah gereja-gereja “Calvinis” di berbagai tempat di dunia ini.
2. Reformasi: Yohanes Calvin
Yohanes Calvin (1509-1564) berlatar-belakang seorang sarjana hukum Perancis yang berminat dengan ilmu teologia. Setelah ia menjadi pengikut Luther, ia diusir dari tanah airnya dan menjadi Pendeta di kota Jenewa (Swiss). Tahun 1533, ia mengalami Allah telah menaklukkannya sehingga rela menjadi pelayannya. Tahun 1536, ketika ia masih berumur 26 tahun Calvin telah berhasil menyelesaikan kitabnya yang berjudul Institutio, yaitu pengajaran tentang iman Kristen. Calvin setuju dengan ajaran pembenaran karena iman, tetapi lebih dari pada itu ia menekankan penyucian atau kehidupan baru yang harus ditempuh oleh orang Kristen yang bersyukur karena Allah telah menyelamatkannya. Karena itu Calvin menegaskan agar jemaat hidup kudus. Jikalau jemaat melanggar kehidupan kudus tersebut, maka ia akan dikenai disiplin gereja. Untuk itu Negara dan pemerintah Jenewa ikut mengawasi kehidupan para anggota masyarakat. Tetapi Calvin menegaskan bahwa antara gereja dan Negara tidak berada lebih tinggi, tetapi keduanya berdampingan untuk melaksanakan kehendak Allah. Setelah itu Calvin diangkat menjadi Pendeta di kota Strrasburg. Di kota tersebut Calvin menciptakan suatu tata ibadah yang baru. Tata ibadah yang disusun Calvin masih tetap dipakai dalam kebanyakan gereja di Indonesia. Sikap Calvin terhadap warisan gereja Roma Katolik sangat keras. Ia melarang segala hal yang berhubungan
dengan suasana gereja Katolik (lilin, pakaian khusus bagi pendeta, altar, patung-patung, bahkan salib-salib ditolak). Sejak tahun 1541 sampai meninggalnya pada tahun 1654, Calvin tinggal lagi di Jenewa. Selama itu ia melanjutkan usahanya untuk mengatur kehidupan jemaat: menyusun Tata Gereja yang baru, berjuang menentang segala sesuatu yang tidak sopan dalam jemaat agar nama Allah dihormati dalam seluruh kehidupan kota. Dalam tulisannya yang berjudul: Undang-Undang Gerejani, Calvin mengajarkan tentang jabatan Penatua dan Diaken (Syamas). Dengan pola jabatan gereja tersebut, maka Calvin telah menghapuskan batas antara klerus dengan awam. Sistem pemerintahan gereja inilah yang dikenal dengan sistem presbiterial. Pengaruh Calvin sangat besar di seluruh Eropa. Tahun 1539 didirikan universitas Jenewa yang menjadi tempat latihan bagi ratusan pendeta dari berbagai negeri. Sehingga kemudian lahirlah gereja-gereja “Calvinis” di berbagai tempat di dunia ini.
3. Kontra-Reformasi
Karena begitu banyak gereja yang melepaskan diri dari Roma Katolik, maka gereja Roma Katolik melakukan kontra-reformasi. Dalam kontra-reformasi dilakukan gerakan yang melawan pembaharuan gereja yang dipelopori oleh Luther dan Calvin. Tetapi serentak juga merupakan suatu pembaharuan terhadap internal gereja Roma Katolik. Tokoh penggempur untuk melawan gerakan reformasi adalah Ignatius dari Loyola dari Serikut Yesus (1491-1556). Konsili Trente menolak ajaran Reformasi. Selama tahun 1550-1700, gereja Roma Katolik melawan gerakan reformasi, tetapi tidak berhasil memusnahkan hanya mampu membatasi. Untuk itu gereja menegakkan konsili Trente dengan Inkwisisi agar jangan ada penyimpangan dari apa yang telah diputuskan oleh konsili Trente. Hukuman Inkwisisi tidak mengenal bulu sebab hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup dikenakan kepada siapa saja yang dianggap bersalah. Hasilnya perjuangan kontra-reformasi adalah kekuasaan gereja Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas, hanya di beberapa tempat minoritas Protestan di Eropa Tengah tetapi Inggris dan Belanda tetap Protestan.
Karena begitu banyak gereja yang melepaskan diri dari Roma Katolik, maka gereja Roma Katolik melakukan kontra-reformasi. Dalam kontra-reformasi dilakukan gerakan yang melawan pembaharuan gereja yang dipelopori oleh Luther dan Calvin. Tetapi serentak juga merupakan suatu pembaharuan terhadap internal gereja Roma Katolik. Tokoh penggempur untuk melawan gerakan reformasi adalah Ignatius dari Loyola dari Serikut Yesus (1491-1556). Konsili Trente menolak ajaran Reformasi. Selama tahun 1550-1700, gereja Roma Katolik melawan gerakan reformasi, tetapi tidak berhasil memusnahkan hanya mampu membatasi. Untuk itu gereja menegakkan konsili Trente dengan Inkwisisi agar jangan ada penyimpangan dari apa yang telah diputuskan oleh konsili Trente. Hukuman Inkwisisi tidak mengenal bulu sebab hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup dikenakan kepada siapa saja yang dianggap bersalah. Hasilnya perjuangan kontra-reformasi adalah kekuasaan gereja Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas, hanya di beberapa tempat minoritas Protestan di Eropa Tengah tetapi Inggris dan Belanda tetap Protestan.
BAB VII
GERAKAN PIETISME DAN REVIVALISME DI EROPA DAN PENYEBARANNYA KE AMERIKA
A. Revivalisme Agama secara Teoritis
Revivalisme
dari kata revival atau perubahan, Revivalisme merupakan gerakan kebangunan
kembali. Dalam Kekristenan revival adalah gerakaan kembali kepada teks-teks
yang dianggap suci yaitu Alkitab (bac to bible). Sebagai vundamet, tempat
berpijak dan sebagai titik berangkat. Juga sebagai dasar dari segala sesuatu.
Karena itu agama di anggap suci. Dan tidak bisa ada dalam sekuralisasi.
B. Penyabab munculnya Revivalisme Agama
Revivalisme
yang muncul adalah respon terhadap sekularisme. Seruan agar kembali kepada
ajaran agama yang murni kembali digaungkan. Kaum
revivalis adalah mereka yang mendukung kembalinya keimanan ke dalam “keaslian”
iman yang semestinya, “keaslian” yang dimaksud adalah “kemurnian” teks. Gerakan
ini muncul karena agama menemukan dirinya bukan lagi menjadi satu-satunya
penjaga kebenaran dan keadilan. Kaum revivalis beramai-ramai menyerukan
kembalinya ke teks-teks Kitab Suci yang murni. Tetapi mereka juga lupa bahwa
teks-teks kitab suci yang murni itu, begitu rentan terhadap kemelesetan bahasa
yang sangat sulit dihindari. Hal lain yang tidak disadari adalah teks-teks suci
dan murni itu juga diterapkan oleh manusia dalam dunia (manusia) yang tidak
terbebas dari unsur kepentingan.
C. Revivalisme di
Eropa
Timbulnya
berbagai aliran dan sekte-sekte gereja Protestan adalah karena dipengaruhi oleh
adanya gereja “Pencerahan” (Aufklarung) pada pertengahan abad ke-17 dan
“revivalisme” (kebangkitan kembali). Selain itu terdapat beberapa paham
yang rasional yang telah menyebabkan manusia semakin kritis terhadap segala
sesuatu yang berasal dari nenek moyangnya, dan melahirkan kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat di Eropa.
Menurut paham
pencerahan kepercayaan agama Kristen adalah bersifat kuno dan tidak rasional,
maka harus diganti yang ilmiah, dengan ilmu agama yang modern dan liberal di
mana gereja harus terpisah dengan Negara Sebagian masyarakat Barat ada yang
telah menerima teologi modern, tetapi sebagian juga masih bertahan pada
Al-Kitab.
Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat “reviva”
(kebangkitan kembali) seperti di Inggris dan Amerika, yang di Belanda atau
Jerman disebut “pletisme”.
D. Perkembangan
di Amerika
Gereja
Kristen di Amerika sampai tahun 1783 dipengaruhi oleh gereja Angklikan Inggris,
oleh karena Amerika jajahan Inggris. Sejak abad 18 agama Kristen Protestan di
Amerika meningkat, dikarenakan usaha dari Jonathan Edwards (1703-1758). Tokoh
bangkitnya “The Great Awakening” dalam tahun 1740 dengan gerakan revival. Tujuannya ialah untuk memperbaiki
kerusakan sebagai akibat kekacauan ortodoksi sebagai akibat Pencerahan yang
angkuh.
Dalam
abad 19-20 masyarakat Kristen Protestan di Amerika lalu terpecah-pecah di
antara penganut yang liberal dan fundamental. Aliran liberal terbuka dalam
rangka pengembangan ilmiah, sehingga timbul pandangan bahwa antara ajaran
Kristen dan ilmu pengetahuan adalah sejajar dan selaras. Kaum liberal yang radikal
dipimpin oleh William Channing dalam membahas Al-Kitab menyerang Trinitas. Dari
aliran liberal ini lahirlah yang disebut “Social Gospel”(Injil Sosial)
dengan latar belakang perkembangan industry di mana keadaan buruh tetap dalam
keadaan menyedihkan, sehingga gereja bergerak di bawah pimpinan Walter
Rauschenbusch (1861-1918) memberantas kemiskinan kaum buruh.
Sedangkan aliran
fundamental bergerak dan mengusahakan kembali agar gereja berpegang teguh
kepada asas-asas iman Kristen dan menolak pikiran yang modern.
Pada
tahun 1906 di California muncul pula sekte “Pantekosta” yang ajarannya
menitikberatkan pada kegiatan bernubuat, berbahasa lidah, berusaha menyembuhkan
orang sakit, dan sebagainya. Dengan ciri-ciri khasnya kegembiraan dan ekstae,
Pantekosta memasuki Indonesia sekitar tahun 1925 dengan salah satu cabangnya
yang disebut Gereja Bethel Injil Penuh.
E. Kemunculan
berbagai aliran gereja di Amerika
Akibat
dari berpisahnya umat Kristen Protestan dari gereja Katolik dengan ciri-ciri
Protestianismenya yang membuat tradisi tunduk pada Al-Kitab sebagai dasar
doktrin dan menegaskan “justification by faith” (pembenaran atau
kebenaran melalui agama), dengan cara menghotbah Al-Kitab dan ketinggian moral
atau peradaban pribadi, serta menolak kekuasaan Paus, menolak Mis dan memuja
para Santa. Maka sejak perlawanan tersebut lahirlah berbagai sekte agama
Kristen yang pada mulanya merupakan sekte-sekte aliran Luther, Calvin,
Anglican, Zwingli dan sekte-sekte Anabaptis.
Akibat
dari cara pembahasan Al-Kitab secara perorangan dengan penekanan ajaran
tertentu, maka cenderung melahirkan berbagai macam sekte keagamaan yang
kecil-kecil seperti adanya Gereja gereja Kongregasi, Baptis, Quaker, Metodis,
Moravia, Tentara Bala Keselamatan, Advent, Pantekosta dan lainnya.Gereja
tersebut juga Nampak di Indonesia.
BAB VIII
Perkembangan
pemikiran Protestan di Eropa pada abad ke-19 sampai abad ke-20
Pokok Ajaran Kristen Protestan
Dasar-dasar
dari kepercayaan dalam agama Kristen adalah “Kristosentrisme”, artinya
bahwa Yesus itu
berkedudukan sebagai sentral dari seluruh kehidupan orang Kristen. Ajaran
tersebut terwujud dalam konsepsi Inkarnasi, Penebusan, dan Trinitas, sehingga
menjadi suatu system kepercayaan yang terdiri dari 12 pasal.
A. Sistem Kepercayaan
Asas
yang menonjol menurut kepercayaan ajaran Protestan adalah “arti pemutlakan
terhadap hal-hal yang relative” dan “pembenaran iman”, di mana setiap umat
Kristiani sebagai manusia dapat bertemu dengan Allah dalam tiga tempat, yaitu:
1. Dalam tatanan dan keagungan alam,
2. Dalam pribadi Yesus Kristus yang hidup dalam
sejarah
3. Dalam hati nurani manusia.
Segi-segi
kehidupan tersebut masing-masing ada pada Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh
Tuhan.
B. Pengakuan Iman Rasuli
Adanya pengakuan
iman ini asalnya dibuat para Rasul yang kemudian disusun secara bertahap sejak
tahun 150 M dengan bunyinya sebai berikut:
1.
Aku percaya kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, penguasa langit dan bumi.
2. Dan kepeda Yesus Kristus, anak
Tuhan yang tunggal, Tuhan kita.
3.
Yang terakndungn dalam Roh Kudus, lahir dari perawan Maria.
4. Yang
menderita dibawah pemerintahan Pointus Pilatus, disalibkan, wafat dan
dikuburkan turun dalam
kerajaan maut.
5.
Pada hari ketiga bangkit pula dari antara orang mati.
6.
Naik ke surga, duduk di sebalah kanan Allah Bapa yang Maha Kuasa.
7.
Dan akan dating dari sana untuk menghakimi orang-orang yang hidup dan
mati.
8.
Aku percaya kepada Roh Kudus.
9.
Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus.
10.
Pengampunan dosa.
11.
Kebangkitan daging.
12.
Dan hidup yang kekal.
Dari urutan di
atas maka dapat diuraikan bahwa pada mulanya pengakuan gereja Kristen cukup
dengan rumusan singkat “Yesus adalah Tuhan atau Yesus adalah Kristus”. Dengan
pengakuan tersebut maka seseorang dapat dibabtis. Saat itu gereja Kristen masih
berada di tengah kaum Yahudi. Tapi karena orang Yahudi sudah mempercayai
Tuhannya Israel, sedangkan umat Kristen percaya kepada “Yesus Kristus”, maka
untuk pelaksanaan pembabtisan diperlukan satu pasal tambahan yaitu pengakuan
bahwa Yesus Kristus adalah “Anak Allah”, Sang Mesias yang telah dijanjikan
Tuhan.
Kemudian
yang menumbuhkan pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah “Roh Kudus”. Dalam hal
ini Roh Kudus menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Jadi Roh Kudus adalah Tuhan
yang berbicara dalam hati manusia. Demikian seterusnya, sehingga pengakuan itu
terdiri dari tiga bagian, yaitu tentang Tuhan Bapa, Yesus Kristus dan tentang
Roh Kudus. Yang mana diyakini dalam Tritunggal.
C. Kepercayaan tentang Tuhan
Menurut ajaran Kristen tentang Tuhan harus dilihat dari dua pihak, di satu
pihak bahwa Allah itu tidak boleh turun dari surga di lain pihak Allah menjadi
manusia di dalam diri Yesus. Hal ini digambarkan dalam kedatangan Yesus, bahwa
Allah yang hidup itu telah menyatakan diri sebagai Dia yang sungguh-sungguh
Allah dan yang sungguh-sungguh manusia. Sebagaimana dikatakan dalam Yohanes 4:
24, bahwa:
Allah itu Roh dan barang siapa menyembah
Dia, harus menyembahNya dalam Roh dan
kebenaran.
Artinya Allah itu
bukan makhluk yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Allah itu Esa
(U1. 6:4; 1 Kor. 8:4) artinya bahwa Allah itu tidak dua atau tidak lebih dari
satu.
Allah itu kekal,
artinya tidak berubah karena keadaan dan waktu, tidak pernah bergantung dengan
makhluk lain, tidak pernah tidak ada, baik dulu maupun sekarang.
Allah itu
mempunyai sifat, dalam keadaanNya yang selalu tepat dan benar, dan tidak
terbatas, maka sifat-sifatnya tidak diketahui oleh manusia.
Allah berada
dalam Kristus, khusus tentang nisbah antara “Allah Bapa” dan “Anak Allah”,
menurut dogma Kristen adalah “rahasia Illahi”.
D. Yesus Kristus
Sebagaimana dinyatakan dalam bagian kedua
Pengakuan Iman Rasuli, Yesus Kristus mendapat kehormatan yang sama dengan Allah
Bapa, dalam arti gereja menyakini bahwa Yesus adalah sesungguhnya Allah dan
sekaligus manusia. Ditemukan dua segi pokok dalam diri Yesus, yaitu pertama
Yesus adalah manusia seperti halnya manusia pada umumnya, hanya saja tanpa
dosa. Ia lahir dari wanita, ia merasa haus dan lapar, suka dan duka, dan mati
yang dikuburkan. Kedua Yesus tergolong Allah (Yosua: penolong), karena ia
adalah juru selamat yang dating dari Allah untuk menyelamatkan dunia dan
manusia adalah anak Allah yang sudah dibangkitkan dan hidup, maka Dia berkata
“Aku dan Bapa adalah Satu”.
Yesus juga
disebut “Anak Allah Yang Tunggal” kata “Anak Allah” bukan berarti Allah
mempunyai anak kandung, melainkan “Allah Yang Anak”, dalam arti Allah yang
datang dalam diri manusia Yesus.
Kedatangan Yesus
merupakan berita gembira sebagai tanda Allah mengasihi manusia. Betapa besar
cinta kasih Allah kepada manusia, sehingga Yesus melaksanakan penderitaannya,
menurut apa yang sudah direncanakan Allah untuk menebus dosa manusia.
Sehingga maksud
penderitaan dan kematian Yesus adalah:
1. Untuk mencukupkan apa yang telah dalam
Al-Kitab,
2. Untuk menyatakan cinta kasih kepada manusia,
3. Untuk memikul dan menanggung dosa manusia yang
percaya kepadanya
4. Untuk mendamaikan manusia dengan Allah melalui
dirinya.
Sedangkan
kebangkitan Yesus menurut umat Kristen mengandung arti sebagai berikut:
1. Memperoleh pengampunan dosa dan menjadi orang
yang benar di hadapan Tuhan berdasarkan
kemenangan yang diperjuangkan Kristus sebagai penebus.
2. Karena ‘manusia lama’ itu sudah disalib bersama
Kristus, maka dalam kehidupan manusia
dibangkitkan untuk memulai kehidupan
yang baru.
3. Karena Yesus adalah manusia pertama yang
sudah dibangkitkan maka setiap umat Kristen
menantikan
kebangkitan mereka pada waktu kemenangan Yesus yang akan dinyatakan kelak.
E. Roh Kudus
Di
dalam bahasa arab/ibrani Ruhuk kudus artinya roh suci, semangat kekuatan yang
di berikan oleh Allah. Kalimat roh terkadang-kadang di artikan nyawa atau
malaikat. Nabi Isa di beri oleh Tuhan Roh Kudus. Tidak saja beliau tapi Tuhan
telah memberikan roh kudus kepada nabi-nabi dan orang yang di kehendakinya.
Dilihat dari namanya, sifat dan peranan karyanya Roh Kudus juga adalah
Allah.Karya dan peranan Roh Kudus adalah dalam rangka menuju keselamatan
manusia sebagai berikut:
1. Menginsafkan manusia akan pertemuannya dengan
Yesus Kristus melalui penginsafan dosa
manusia karena tidak percaya
kepadanya. Penginsafan tentang kebenaran karena Yesus telah pergi kepada Bapa dan penginsafan
tentang penghakiman karena penguasa dunia, yaitu iblis sudah dihukum.
2. Melahirkan kembali manusia secara rohani dengan
syarat menusia harus beriman terlebih dahulu kepada Yesus, sehingga ia
menjadi ciptaan baru dan menerima hidup baru.
3. Mencap manusia sebagai kepunyaan Allah bagi
yang percaya dan bertobat.
4. Membabtiskan orang yang percaya untuk menjadi
anggota tubuh Kristus, yang terjadi hanya
satu kali.
5. Mendiami orang yang percaya artinya didiami
Roh Kudus dalam hidupnya.
6. Memenuhi hidup orang yang percaya yang
meliputi perasaan, kemauan, pikiran,
yang dipimpin dan dikuasai oleh Roh Kudus, yaitu dengan cara
hidup penuh penyerahan, melaksanakan
firman Allah, sepenuhnya tergantung pada Allah dan mengakui segala dosa.
F. Sakramen
Sakramen adalah merupakan pusat dari ibadah (liturgy) yang merupakan perbuatan
lahir yang ilahi (firman yang nyata). Sakramen disusun dan ditetapkan di
Konsili Trente yang menyimpulkan bahwa sakramen adalah alat anugerah yang bukan
saja sebagai tanda dan cap anugerah tetapi juga mengandung anugerah.
Diperlukannya sakramen adalah untuk keselamatan agar manusia mendapat anugerah
pembenaran. Menurut Kristen Protestan sakramen itu ada dua macam yaitu “sakramen
pemandian” atau “sakramen pembabtisan” dan “sakramen ekaristi” atau
“sakramen perjamuan suci” yang juga disebut “komuni suci”, “jamuan
suci”, “misa”, atau “korban suci” dan sebagainya.
Sakramen perjamuan suci berarti ucapan syukur, dimana ketika pelaksanannya
Yesus secara rohani dan maknawi berbentuk roti dan anggur yang menjadi makanan.
Yang merupakan santapan rohani adalah roti (Yesus Kristus) dimaksudkan agar
ikatan batin antara orang-orang yang percaya bertambah erat dengan Yesus. Di
dalam perjamuan suci itu Yesus hadir dalam rohnya dan dia akan berada dalan
diri manusia yang percaya. Roti melambangkan tubuh Yesus dan anggur
melambangkan tubuh Yesus sebagai air hidup yang harus diminum.
BAB IX
BAPA
GEREJA PADA MASA GEREJA MULA-MULA
( Abad 1 - 4 M)
( Abad 1 - 4 M)
1. Polykarpus ( 69-156 M )
Polikarpus
dari Smirna (mati syahid pada sekitar usia
87 tahun, sekitar 155–167 Masehi) adalah uskup Gereja di Smirna (sekarang di daerah Izmir di Turki) pada abad ke-2. Ia ditikam dan mati sebagai syahid setelah usaha untuk membakarnya
hidup-hidup pada tiang pancang gagal. Polikarpus dikenal sebagai seorang santo oleh Gereja
Katolik Roma dan Gereja
Ortodoks Timur.
Menurut kisah, Polikarpus adalah
murid langsung dari Yohanes. Yohanes yang dimaksud bisa
merujuk pada Yohanes anak Zebedeus yang menurut tradisi merupakan penulis Injil
Yohanes, atau Yohanes Sang Presbiter. Eusebius berkeras bahwa koneksi apostolik dari Papius adalah dengan Yohanes Sang Penginjil yang merupakan penulis Injil
keempat. Jika demikian, mungkin ialah orang terakhir yang
berhubungan dengan gereja para rasul. Polikarpus tidak mengutip Injil
Yohanes dalam suratnya yang masih dapat ditemukan. Hal itu dapat
menjadi indikasi bahwa Yohanes yang dikenalnya bukanlah penulis Injil keempat,
atau bisa jadi juga merupakan suatu indikasi bahwa Injil Yohanes belum
diselesaikan selama Polikarpus berguru kepada Yohanes.
Ireneus menceritakan bagimana dan
kapan ia menjadi seorang Kristen. Ia menyatakan pada bagian awal
suratnya kepada Florinus bahwa ia bertemu dan mendengarkan Polikarpus secara
pribadi di Asia Kecil. Pada keterangan-keterangan
selanjutnya, ia mencatat hubungan Polikarpus dengan Yohanes Sang Penginjil dan
dengan orang-orang lain yang telah bertemu Yesus. Ireneus juga melaporkan bahwa
Polikarpus dikristenkan oleh para rasul sendiri, ditahbiskan menjadi seorang uskup,
dan berkomunikasi dengan banyak orang yang telah bertemu dengan Yesus.
A. Akhir Hidup polikarpus
Kisah akhir hidup Polikarpus dicatat dalam
surat dari jemaat di Smirna yang dinamai "The Martyrom of Polycarp"
("Kematian syahid Polikarpus").
Gubernur Romawi yang mengadilinya berusaha mencarikan
jalan keluar untuk membebaskan uskup tua itu. "Hormatilah usiamu, Pak
Tua," seru gubernur Romawi itu. "Bersumpahlah demi berkat Kaisar.
Ubahlah pendirianmu serta berserulah, "Enyahkan orang-orang
kafir!" "
Sebenarnya, gubernur Romawi itu ingin Polikarpus
menyelamatkan dirinya sendiri dengan melepaskan dirinya dari orang-orang
Kristen yang dianggap "kafir" itu. Namun, Polikarpus hanya memandang
kerumunan orang yang sedang mencemohkannya. Sambil mengisyaratkan ke arah
mereka, ia berseru, "Enyahkan orang-orang kafir!"
Gubernur Romawi itu berusaha lagi: "Angkatlah sumpah
dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!"
Polikarpus pun berdiri dengan tegar. Ia mengatakan
kalimat terakhirnya yang terkenal, "Selama 86 tahun aku telah mengabdi
kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci
Raja [Kristus] yang telah menyelamatkanku?"
Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup.
la diikat pada sebuah tiang dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata,
badannya tidak termakan api. "la berada di tengah, tidak seperti daging
yang terbakar, tetapi seperti roti di tempat pemanggangan, atau seperti emas
atau perak dimurnikan di atas tungku perapian. Kami mencium aroma yang harus,
seperti wangi kemenyan atau rempah mahal." Ketika seorang algojo
menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.
Tanggal
kematian Polikarpus diperdebatkan. Eusebius mencatat
kematiannya pada masa pemerintahan Marcus Aurelius, 166–167 Masehi. Namun,
sebuah catatan yang ditambahkan setelah masa Eusebius menuliskan kematian
Polikarpus pada Sabtu, 23 Februari pada masa pemerintahan
konsul Statius Quadratus yang berkuasa pada 155 atau 156 Masehi. Tanggal yang
ditulis sebelumnya lebih cocok kepada tradisi yang memberitahukan hubungan
Polikarpus dengan Ignatius dan Yohanes
Sang Penginjil. Setiap tanggal 23 Februari, diperingati
hari "kelahiran Polikarpus" masuk ke surga.
Ada empat sumber utama mengenai Polikarpus :
- Surat otentik Ignatius dari Antiokhia, yang salah satunya ditujukan kepada Polikarpus.
- Surat Polikarpus kepada Gereja Filipi
- Bagian-bagian dalam Adversus Haeresis karya Ireneus
- Dan surat dari jemaat Smirna yang menceritakan kematian syahid Polikarpus
2. Ignatius ( 67-110 M )
Ignatius dari Antiokhia dikenal pula sebagai Teoforus
hidup sekitar 35 - 107) Ia merupakan salah seorang Bapa Apostolik, dan Patriark Antiokhia ke-3.
Menurut tradisi, Ignatius merupakan salah satu murid Rasul Yohanes. Oleh karena kesalehannya, ia
diangkat menjadi Uskup Antiokhia menggantikan Petrus. Dalam perjalanan menyongsong
kemartirannya di Roma, Ignatius menulis serangkaian
surat yang terlestarikan sebagai sebuah contoh teologi
Kristen paling awal. Topik-topik penting yang diuraikan dalam
surat-surat tersebut mencakup eklesiologi, sakramen-sakramen, dan peranan para uskup.
Hari peringatan Ignatius adalah 20
Desember dalam Kristianitas
Bizantium, dan 17 Oktober dalam Kristianitas
Barat dan Suriah, atau 1 Februari bagi mereka yang mengikuti Kalender
Romawi Umum 1962.
A. Riwayat hidup
St.
Ignatius adalah Uskup Antiokhia sesudah Santo Petrus dan St. Evodius (yang wafat sekitar tahun 67
Masehi). Eusebius mencatat bahwa St. Ignatius
menggantikan St. Evodius. Suksesi
Apostolik Ignatius bahkan lebih langsung lagi, karena Theodoret mencatat bahwa Pertus sendiri
yang menunjuk Ignatius untuk menduduki tahta Antiokhia.
Sebutan lain untuk dirinya adalah
Teoforus yang berarti "Pemanggul Tuhan" dan menurut tradisi dia
adalah salah satu dari anak-anak yang digendong dan diberkati Yesus. St.
Ignatius mungkin adalah murid dari Rasul Yohanes.
B. Kemartiran
Seorang
murid dari Rasul Yohanes dan pemimpin Gereja Antiokhia. Kaisar Trajanus, dalam
suatu kunjungannya ke Antiokhia, memerintahkan penangkapan Ignatius. Kaisar ini
memimpin sendiri pengadilan atas Ignatius, dan menjatuhkan hukuman dilemparkan
ke tengah binatang buas di arena di Roma. Dalam perjalanannya ke Roma, ia
menulis surat kepada orang-orang percaya di Roma, agar tidak memohonkan
pengampunan baginya, karena ia sangat merindukan kehormatan mati bagi Tuhannya.
Ia berkata, "semoga binatang-binatang buas itu menerjang aku dengan penuh
semangat. Bila mereka enggan melakukannya, aku akan memaksa mereka. Marilah,
wahai binatang buas! Marilah, cabiklah dan terjanglah, wahai penghancur tulang
dan sendi! Marilah, wahai pembinasa keji yang jahat! Aku hanya mau bertemu
dengan Kristusku."
Dalam Kronik, Eusebius menulis
bahwa Ignatiaus wafat pada tahun 2124 sesudahAdam,
setara dengan tahun ke-11 pemerintahan Kaisar Traianus, yakni tahun 108 Masehi.
Jenazahnya kini terbaring dalam makam di bawah Basilika Santo
Petrus di Roma.
3. Papias ( + 75 - 155 M )
Satu
lagi murid Rasul Yohanes, dan pemimpin Gereja Hierapolis, sekitar 100 mil
sebelah Timur Efesus. Ia menulis sebuah buku yang berjudul "Penjelasan
akan Ucapan Tuhan Yesus". Dalam buku itu ia menekankan bahwa para tua-tua
harus melakukan persis seperti yang dikatakan oleh Yesus. Papias mati martir di
Pergamum, kira-kira pada masa yang sama dengan Polykarpus. Polykarpus,
Ignatius, dan Papias, menjadi penghubung antara masa Para Rasul dan masa
sesudahnya.
4. Yustinus Martir (100 - 167 M)
Flavius Yustinus (juga disebut Yustinus dari
Kaisarea atau Yustinus sang filsuf; bahasa
Inggris: Justin Martyr, 103-165) adalah salah seorang penulis Kristen paling
terkenal lewat karyanya Liber Apologeticus - "Apologi
Pertama".Ia dilahirkan di Samaria pada tahun 95. Pada akhir
hayatnya ia menjadi martir sehingga namanya disebut sebagai
Yustinus Martir.
A. Riwayat Hidup
Yustinus
Martir juga adalah seorang filsuf yang aktif mempelajari ajaran-ajaran Stoa, Aristoteles, dan Phytagoras, tetapi sekarang ia menganut
sistem Plato. Yustinus menjadi seorang
Kristen ketika ia merenungkan tulisan-tulisan Taurat dan membaca Injil serta surat-surat Paulus. Kemudian Yustinus bertemu
dengan seorang tua yang bertapa di padang sunyi di Palestina. Orang tua ini mengajarkan
kepadanya tentang Kitab Suci, tentang para nabi dalam Perjanjian
Lama. Yustinus menemukan bahwa sekarang ia menemukan
kebenaran sejati dalam agama Kristen. Oleh karena itu ia bertobat
menjadi Kristen pada tahun 130. Sesudah pertobatannya, Yustinus mengajar di Efesus. Ia memandang pengajaran Kristen
sebagai filsafat, yng nilainya lebih tinggi dari filsafat Yunani.
B. Perjuangan bagi kekristenan
Yustinus hidup pada masa gereja dan orang Kristen berada pada keadaan yang tidak menguntungkan. Ia sering melihat bahwa banyak orang Kristen yang dihambat dan dianiaya. Oleh karena rasa keprihatinannya, ia membela kekristenan dari serangan yang dilancarkan oleh pemerintah yang tidak beragama Kristen.
C. Karya Penting
Karya
tulis Yustinus, "Apologi Pertama", ditujukan pada Kaisar Antoninus Pius (dalam bahasa Yunani berjudul Apologia,
yaitu suatu kata yang mengacu pada logika yang menjadi dasar kepercayaan
seseorang). Dalam tulisannya ini, Yustinus menyatakan bahwa orang Kristen
menuntut keadilan. Jika orang Kristen bersalah, ia harus diadili. Ia menolak
bila orang Kristen dihukum karena mereka seorang Kristen. Ia juga menjelaskan
mengenai ibadah Kristen dan Perjamuan Kudus, sehingga kecurigaan kekaisaran
Roma terhadap orang Kristen sebagai kelompok subversif, amoral, dan kriminal pun terhapus. Seperti Paulus,
Yustinus tidak meninggalkan orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada
orang-orang Yunani. Dalam karya besar Yustinus lainnya, "Dialog dengan
Tryfo", ia menulis kepada seorang Yahudi kenalannya, bahwa Kristus adalah
penggenapan tradisi Ibrani.
Tidak hanya itu saja, Yustinus
juga memberikan informasi mengenai tata ibadah, Baptisan, dan Perjamuan
Kudus dalam gereja pada abad ke 2. Mengenai tata ibadah
dikatakan bahwa ibadah dilakukan pada hari Minggu. Hal ini dikarenakan Allah
beristirahat pada hari ketujuh. Selain itu, jemaat beribadah pada hari minggu
juga karena Kristus bangkit pada hari tersebut. Mengenai praktek baptisan, Yustinus menyatakan bahwa
mereka yang dibaptis adalah mereka yang telah percaya kepada pengajaran Kristen
dan yang telah berjanji hidup mengikuti ajaran-ajaran tersebut.
5. Iranaeus (130 -200 M)
Ireneus atau Irenæus (±130-202M) adalah Uskup Lugdunum, Gallia, (sekarang Lyon/Lyons, Perancis). Diduga ia dilahirkan di Asia Kecil lebih kurang pada tahun 125. Perdagangan yang lancar antara
Asia Kecil dan Gaul/Gallia (Perancis) memberi peluang bagi
orang-orang Kristen untuk membawa agamanya ke Perancis, tempat mereka
mendirikan sebuah gereja yang mapan di kota Lyons.
A. Ajarannya
Ireneus
pun mempelajari bentuk-bentuk ajaran Gnostik. Meskipun sangat berbeda dengan
Kristen, secara umum mereka mengajarkan bahwa dunia fana ini jahat; bahwa dunia
ini diciptakan dan diperintah oleh kuasa malaikat, bukan Tuhan; bahwa Tuhan
berada jauh dan tidak ada hubungannya dengan dunia ini; bahwa keselamatan dapat
diraih dengan mempelajari ajaran-ajaran rahasia khusus; bahwa kaum Gnostik
itulah orang-orang rohani (bahasa Yunani: pneumatikoi) yang lebih
unggul daripada orang-orang Kristen (bahasa Yunani: psychikoi) biasa. Para
guru aliran Gnostik sangat mendukung pendapat ini dengan Injil Gnostik mereka –
buku yang biasanya membawa-bawa nama para rasul dan menggambarkan Yesus yang
mengajarkan doktrin-doktrin Gnostik.
Setelah uskup Lyons itu
mempelajari ajaran sesat itu, ia menulis Melawan
Ajaran Sesat, suatu karya besar yang membeberkan kebodohan
"ajaran yang secara keliru disebut Gnostik" tersebut. Dengan menyitir
gambaran dari Perjanjian
Lama dan Baru, ia membuktikan bahwa dunia
diciptakan Allah yang penuh cinta kasih, yang kemudian ternoda oleh dosa-dosa
manusia.
Adam, manusia pertama yang tak
berdosa, menjadi orang yang berdosa karena menyerah pada godaan. Tetapi
kejatuhannya telah ditanggulangi oleh karya manusia tak berdosa yang kedua,
yaitu Kristus, Adam baru/Adam kedua. Tubuh
sebenarnya tidaklah jahat; pada hari penghakiman, tubuh dan jiwa orang-orang
percaya akan diangkat, mereka akan tinggal bersama-sama Allah untuk selamanya.
Ireneus paham bahwa ajaran
Gnostik memikat kecenderungan manusiawi yang ingin mengetahui hal-hal rahasia
yang belum diketahui orang lain. Tentang orang-orang Gnostik ia menulis,
"Segera setelah seseorang dimenangkan, orang tersebut menjadi sombong dan
merasa dirinya begitu penting, ia pun berjalan mengangkat dada dengan gaya
seekor ayam jantan." Tetapi orang-orang Kristen seharusnya menerima
anugerah Allah dengan rendah hati, dan tidak mengandalkan kegiatan-kegiatan
intelektualnya yang akan membuat ia sombong.
Dalam bukunya "Melawan
Ajaran Sesat", Ireneus menetapkan standar bagi teologi gereja. Semua
kebenaran yang kita butuhkan sudah tercantum dalam Alkitab. Ia juga membuktikan
bahwa dirinya adalah seorang teolog terbesar semenjak Rasul Paulus. Argumentasinya yang tersebar
luas merupakan pukulan besar bagi aliran Gnostik pada masanya.
Ia diakui sebagai Santo baik oleh Gereja
Ortodoks Timur maupun Gereja
Katolik Roma. Gereja Katolik Roma bahkan menganggap Ireneus sebagai
salah satu Bapa Gereja. Ireneus adalah murid dari Polikarpus, yang merupakan murid dari Yohanes, salah satu murid dari Yesus sendiri. Tanggal peringatan
Ireneus adalah 28 Juni.
6. Origenes (185-254 M)
Origenes (Bahasa Yunani: Ὠριγένης)
lahir di Alexandria sekitar tahun 185. Ia berasal dari keluarga
Kristen yang saleh. Kira-kira pada tahun 201, ayah dari salah satu tokoh gereja yang
terkenal ini, Leonidas, dipenjarakan dalam satu
gelombang penyiksaan oleh Septimus
Severus. Origenes pun menulis surat kepada ayahnya di penjara
agar tidak memungkiri Kristus demi keluarganya. Meskipun Origenes ingin
menyerahkan diri kepada penguasa agar dapat menjadi martir bersama-sama dengan
ayahnya, namun ibunya mencegahnya dengan menyembunyikan pakaiannya.
Pada usianya yang kedelapan
belas, Origenes pun memangku jabatan kepala
sekolah di sekolah katekisasi tersebut dan memulai karier
mengajarnya yang panjang, termasuk belajar dan menulis.
la menjalani kehidupan asketis, menghabiskan waktunya pada
malam hari dengan belajar dan berdoa, serta tidur di lantai tanpa alas. Mengikuti
petunjuk Yesus, ia memiliki hanya satu jubah
dan tidak mempunyai alas kaki. Ia bahkan mengikuti Matius 19:12 secara harafiah; mengebiri
dirinya untuk mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat setia pada gereja dan
membawa kehormatan bagi nama Kristus.
Sebagai seorang penulis yang
sangat produktif Origenes dapat membuat tujuh sekretarisnya sibuk dengan
diktenya. Ia telah menghasilkan lebih dari dua ribu karya, termasuk
tafsiran-tafsiran atas setiap kitab dalam Alkitab serta ratusan khotbah.
Ajaran Origenes
Ajaran
Origenes dipengaruhi oleh filsuf-filsuf Yunani seperti Plato. Dari sana ia mengajarkan
ajaran-ajaran yang oleh gereja dianggap salah.
Origen mengajarkan bahwa dari
awal semua makhluk yang rasional mulanya adalah berupa roh; ia mengajarkan
bahwa setelah penebusan dosa melalui penyaliban Yesus di kayu salib maka baik
orang yang telah masuk neraka juga akan ditebus dosanya dan kembali menjadi
suci dan percaya bahwa jika orang sudah berada di surga dan melakukan
pelanggaran disana akan dikeluarkan dari surga. Semua ajaran Origenes merupakan
dianathema dalam konsili
Konstantinopel ke II pada tahun 553 M. Gereja mempercayai orang yang masuk neraka
telah kehilangan kesempatan untuk bertobat, sehingga dosanya tidak terampuni
lagi. Demikian juga orang yang sudah masuk surga tidak dapat berbuat dosa lagi
sehingga kembali berdosa, sebab jika demikian maka neraka dan surga tidak
ubahnya seperti dunia.
Tokoh yang paling terpelajar di
masa Gereja mula-mula. Pengelana yang hebat, dan penulis yang luar biasa. Ia
biasa memakai sampai dua puluh orang rekan yang bekerja sebagai juru
tulis/salin tulisan-tulisannya. Ia mengutip dua pertiga dari Perjanjian Baru
dalam tulisan-tulisannya. Ia tinggal di Alexandria, kota di mana ayahnya
Leonidas, mati sebagai martir, dan kemudian di Palestina, di mana ia
menghembuskan nafas terakhirnya dalam pemennjaraan dan aniaya di bawah
pemerintahan Kaisar Dusius.
7. Tertulianus dari Kartago
(160-220 M)
Quintus
Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus, (155–230) adalah seorang pemimpin gereja dan
penghasil banyak tulisan selama masa awal Kekristenan. Ia lahir, hidup, dan meninggal
di Kartago, sekarang Tunisia. Ia dibesarkan dalam keluarga
berkebudayaan kafir (pagan) serta terlatih dalam kesusasteraan klasik,
penulisan orasi, dan hukum. Pada tahun 196 ketika ia mengalihkan kemampuan intelektualnya
pada pokok-pokok Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di
wilayah Barat hingga sebagai Bapa Gereja ia digelari "Bapak Teologi
Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia memperkenalkan istilah
"Trinitas" (dari kata yang sama dalam bahasa Latin) dalam
perbendaharaan kata Kristen; sekaligus kemungkinan, merumuskan "Satu
Allah, Tiga Pribadi". Di dalam Apologeticusnya, ia adalah penulis Latin
pertama yang menyatakan Kekristenan sebagai vera religio (?), dan
sekaligus menurunkan derajat agama klasik Kerajaan dan cara penyembahan lainnya
sebagai takhyul belaka.
Meskipun Tertulianus, pengacara
kelahiran Afrika itu, dapat berbahasa Yunani, ia
memilih menulis dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan
unsur-unsur moral dan praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara
yang berpengaruh ini telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya.
Ketika orang-orang Kristen Yunani
masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubunganNya dengan Allah Bapa, Tertulianus sudah berupaya
menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun
merintis formula yang sampai hari ini masih kita pegang: Allah adalah
satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.
Ketika dia menyiapkan apa yang
menjadi doktrin Trinitas, Tertulianus tidak mengambil
terminologinya dari para filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia
bukan berarti "bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona
bukanlah "pribadi", seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan
"suatu pihak dalam suatu perkara" (di pengadilan). Dengan demikian,
jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga
pribadi (Bapa, Putra dan Roh Kudus) dapat berbagi satu hakikat
(kedaulatan ilahi).
Kira-kira pada tahun 206, Tertulianus meninggalkan Gereja
untuk bergabung dengan sekte Montanis, sekelompok orang puritan yang
bereaksi melawan apa yang mereka anggap sebagai kelonggaran moral di antara
orang-orang Kristen.
Mereka berharap kedatangan Kristus kedua kali itu segera terjadi. Mereka juga
menekankan kepemimpinan Roh Kudus secara langsung, bukan kepemimpinan para
rohaniwan yang ditahbiskan. Hal ini menyebabkan ia tidak diangkat sebagai Santo dalam Gereja
Katolik Roma.
Tertulianus sebenarnya berenang
melawan arus. Selama lebih kurang dua belas abad kaum rohaniwan mendapat tempat
khusus. Ketika Martin Luther menantang gereja, maka penekanan
pada 'imamat semua orang percaya' kembali terangkat.
"Bapa Gereja Latin".
Seorang pengacara Romawi yang kafir, namun setelah pertobatannya menjadi
pembela Kekristenan yang disegani.
8. Cyprianus
Cyprianus merupakan sosok yang menarik,
terutama sebagai manusia yang jujur dan seorang uskup yang dengan ramah dan
bijaksana memimpin jemaatnya. Cyprianus dilahirkan sebagai putra dari satu
keluarga yang kaya raya di Kartage, Afrika Utara, sekitar tahun 200/220. Orang
tuanya beragama kafir. Ia memperoleh pendidikan yang biasa diperoleh anak orang
kaya pada masa itu, yaitu retorika. Secara formal, tugas seorang ahli pidato
hanyalah mengucapkan pidato pada upacara resmi, tetapi orang-orang yang fasih
lidah dengan mudah mendapat jabatan yang tinggi dalam negara. Cyprianus sangat
dihargai karena kefasihannya.
Kira-kira pada tahun 246, pada umur sekitar 40 tahun,
Cyprianus bertobat menjadi Kristen berkat hubungannya dengan seorang pendeta
bernama Caecilius. Untuk menghormati pendeta itu, pada waktu Cyprianus
dibaptis, ia menambahkan nama pendeta itu pada namanya, menjadi Caecilius
Thascius Cyprianus.
Dalam bukunya, "Ad Donatum" (Kepada Donatus),
Cyprianus melukiskan bagaimana kehidupannya sebelum bertobat menjadi Kristen
sebagai berikut: "Bagaikan orang buta, waktu itu saya lari ke kiri dan ke
kanan, tanpa tujuan pada malam gelap gulita, diombang-ambingkan di atas lautan
dunia yang bergelora. Saya melayang-layang tanpa pengetahuan yang benar tentang
hidup, jauh dari kebenaran dan terang. Melihat tingkah laku saya waktu itu, saya
merasa berat dan mustahil untuk melaksanakan perintah Allah yang merupakan
jalan keselamatan."
Sesudah Cyprianus menerima sakramen baptisan yang kudus,
ia pun bertobat secara radikal. Harta miliknya dibagi-bagikan kepada orang
miskin. Lalu, 2 tahun kemudian sesudah dibaptis (248), Cyprianus dipilih
sebagai uskup jemaat Kartage, ibukota provinsi Afrika Utara. Tidak lama ia
menggembalakan jemaat dengan tenang. Pada tahun 249, Kaisar Decius naik takhta.
Decius adalah seorang yang bersemangat, yang ingin menyelamatkan kekaisaran
Romawi yang sudah hampir runtuh akibat serangan-serangan bangsa-bangsa Jerman.
Untuk menyelamatkan kekaisaran Romawi, terlebih dahulu perlu dipastikan
loyalitas seluruh rakyat. Orang-orang Kristen diduga tidak setia kepada negara,
sebab mereka tidak ikut dalam kultus kaisar. Barangkali, tidak ikutnya orang
Kristen dalam kultus kaisar menyebabkan para dewa marah terhadap kekaisaran.
Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Cyprianus berselisih
dengan Stephanus, uskup Roma, mengenai sah atau tidaknya baptisan gereja bidat.
Menurut Cyprianus, baptisan gereja bidat tidak sah. Sebaliknya, Stephanus
berpendapat bahwa baptisan gereja bidat adalah sah. Dasar pendapat Cyprianus
adalah tidak seorang pun di luar gereja dapat melayankan sakramen. Gereja bidat
berada di luar gereja, di luar uskup, bahkan mereka bukanlah orang Kristen.
Cyprianus berkata, "Uskup dalam gereja dan gereja dalam uskup dan jika ia
tidak bersama uskup maka ia tidak berada dalam gereja." Tidak ada
keselamatan di luar gereja (Extra ecclesiam nulla sallus), demikian pendapat
Cyprianus. Gereja adalah ibu orang percaya.
Stephanus mau memaksa gereja di Afrika untuk mengikuti
tradisi jemaat Roma sebagai tradisi universal. Untunglah bahwa segera sesudah
pertentangan ini dimulai, Stephanus meninggal dunia dan tidak lama kemudian
Cyprianus meninggal sebagai martir, sehingga tidak sampai terjadi perpecahan
antara jemaat Roma dengan gereja di Afrika.
Pada tahun 257, penghambatan pecah lagi di bawah
pemerintahan Kaisar Valerianus. Sekarang Cyprianus tidak berusaha untuk
melarikan diri lagi. Cyprianus diadili oleh Gubernur Afrika, Paternus, dalam
balai di Kartago. Dengan berani, Cyprianus mengakui dirinya sebagai seorang
Kristen dan uskup. Cyprianus berkata sebagai berikut: "Saya seorang
Kristen dan uskup. Saya tidak mengakui dewa-dewa lain di samping Allah yang
satu dan benar itu, yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya.
Kami orang Kristen mengabdi kepada Allah; kepada Dia kami berdoa siang dan
malam untuk kami dan untuk semua orang dan untuk keselamatan kaisar-kaisar
sendiri."
Karena pengakuan ini, Cyprianus dibuang ke kota Curubis
dan ia berdiam di sana beberapa waktu lamanya. Kemudian Paternus diganti oleh
Galerius Maximus yang memanggil Cyprianus untuk diadili sekali lagi. Cyprianus
tetap berpegang kepada kepercayaannya. Maximus menjatuhkan hukuman mati kepada
Cyprianus dan dijawabnya dengan mengatakan: "Syukur kepada Allah"
Cyprianus menjalani hukuman mati sebagai martir pada tanggal 14 September 258.
9. Klemens dari Aleksandria
Klemens
dari Aleksandria adalah seorang bapa gereja dari Gereja Timur pada periode Gereja Purba. Klemens terkenal dalam sejarah
gereja karena keberaniannya dan kegigihannya untuk memperdamaikan iman Kristen dan
Filsafat. Ia senang memakai konsep-konsep
filsafat Yunani dalam pemikiran teologinya
tetapi menolak banyak pandangan Gnostisisme yang tidak disetujuinya.
Riwayat Hidup
Klemens dari Aleksandria
dilahirkan pertengahan abad ke-2 di Athena.Orang tuanya tidaklah beragama Kristen sehingga Klemens pada awalnya
tidak mengenal agama Kristen. Ia berkelana untuk belajar dari berbagai macam
guru, dan saat itulah ia berkenalan dengan Pantaenus di Aleksandria, sehingga masuk agama Kristen.
Pantaenus lalu meninggalkan Aleksandria dan tidak pernah kembali lagi. Klemens
kemudian menggantikan gurunya untuk memimpin sebuah sekolah di Aleksandria. Ketika muncul penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di Aleksandria pada tahun 202, Klemens melarikan
diri dari sana. Setelah itu, keberadaan Klemens hanya diketahui dari dua buah
surat yang dikirimkannya pada tahun 211 dan 215. Ia meninggal di Asia Kecil
sebelum tahun 216. Murid dari Klemens yang kemudian sangat terkenal sebagai
ahli teologia di Gereja Timur adalah Origenes.
Pemikirannya
Salah satu pemikiran Klemens yang
penting adalah usahanya untuk membangun hubungan yang baik antara iman Kristen
dengan filsafat. Pada waktu itu, kebanyakan
orang takut untuk menghubungkan keduanya karena akan dianggap sesat. Klemens
berusaha memperlihatkan bahwa dengan mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan filsafat tidak lantas membuat orang menjadi sesat. Upaya Klemens
didasarkan kepada pertimbangan bahwa kalau gereja menutup diri terhadap
kebudayaan dan filsafat Yunani, maka gereja akan tertutup bagi
orang-orang yang berpendidikan.
Klemens
Melawan Gnostisisme
Semasa Klemens hidup, Gnostisisme berkembang pesat di Mesir bahkan banyak sekali pemimpin
Gnostisisme yang berasal dari Mesir dan giat menyebarkan ajarannya
di sana. Ia bersikap terbuka terhadap sebagian besar pandangan hidup Yunani tetapi sulit baginya menerima
ajaran Gnostik. Bagi Klemens, untuk menentang sebuah ajaran tidak cukup hanya
denngan mengatakan anti terhadap ajaran tersebut tetapi perlu menghayatinya
juga di dalam hidup. Ia menolak ajaran Gnostisisme yang menolak pernikahan.
Menurut Klemens, pernikahan adalah baik karena merupakan pemberian dari Allah. Akan tetapi, pernikahan yang
ideal bagi Klemens semata-mata hanya untuk mendapatkan keturunan. Rupanya
Klemens tidak menolak sepenuhnya ajaran Gnostik karena ia juga membenarkan
sebagaian pandangan Gnostik yang mengajarkan iman yang membawa kepada pengetahuan.
10. Athanasius (Akhir abad ke-3 – 328)
Athanasius lahir pada akhir abad ke-3. Ia
bergabung pada rumah tangga Aleksander, uskup Aleksandria, dan selang beberapa
waktu menjadi diaken. Ia ikut uskup Aleksander ke Konsili Nicea. Ketika
Aleksander meninggal pada tahun 328, Athanasius menggantikannya sebagai uskup
Aleksandria. Ia memangku jabatan ini selama 45 tahun dan meninggal pada tahun
373.
Athanasius adalah seorang uskup yang
dikenal sebagai uskup yang gigih dengan pandangannya tentang "Allah yang Tritunggal". Semasa hidupnya, ia
mempertahankan pandangan tersebut untuk melawan Arianisme, kelompok yang
menentang keallahan Kristus. Athanasius
juga memberikan kontribusinya dalam pembuatan Kanon perjanjian baru.
Selain itu, beberapa karya tulisnya menjadi sumbangsi terbesar bagi
gereja-gereja saat itu.
Riwayat Hidup
Athanasius lahir pada akhir Abad
ke-3 Masehi. Athanasius dikatakan sebagai bagian dari kelompok koptik karena saat itu, ia berbicara
dengan bahasa Koptik, bahasa asli dari sebuah daerah
yang berhasil ditaklukkan oleh Yunani-Romawi. Atas keterangan ini, ia dikenal menjadi bagian
dari kelompok Koptik. Athanasius juga tidak pernah mengklaim bahwa ia
dilahirkan dari kalangan atas dan berpengalaman dalam budaya Yunani-Romawi. Ia
adalah bagian dari kelas bawah di Mesir.
Pada awal karirnya ia tinggal bersama Uskup Iskandariah dan selang beberapa waktu
menjadi Diaken. Athanasius mengikuti uskup Aleksandria ke Konsili Nicea.
Ia menjadi uskup menggantikan Uskup Aleksandria yang meninggal pada tahun 328.
Keuskupannya ditandai dengan tiga keprihatinan: organisasi amal selama
masa kelaparan, organisasi yang hidup dalam kehidupan biara, dan memperhatikan
ortodoks dan persatuan dalam periode yang diliputi dengan perselisihan antara
Arius dan Athanasius. Athanasius menjadi uskup selama 45 tahun dan meninggal pada tahun 373.
Ajaran Athanasius tentang: Keallahan Kristus
Hasil perjuangan Athanasius, yaitu Gereja Kristen
menyingkirkan roh Yunani yang memberikn keselamatan. Hal ini membuktikan bahwa Kristus , anak
Allah berbeda jauh dengan Logos filsafat Yunani yang hanya
setengah zat dengan ilahi di antara Allah dan dunia. Athanasius begitu gigih mempertahankan bahwa
keselamatan hanya berasal dalam Yesus Kristus.
Tema ini dibahas dalam buku De
Incarnatione Verbi. Ia diperhadapkan pada tuduhan-tuduhan dari pihak Yahudi
dan kafir, bahwa inkarnasi dan penyaliban Anak Allah tidak
pantas dan mengurangi martabat-Nya.
Namun, dengan tegas ia mengatakan bahwa " dunia yang diciptakan
melalui Dia hanya dapat dipulihkan oleh Dia.
Pemulihan ini tidak bisa terjadi, kecuali melalui salib.
Gagasan "deifikasi" atau
"pendewaan"(menjadi ilahi) menunjukkan pengaruh Yunani dalam
pemikirannya. Selain itu, Athanasius
adalah orang pertama yang secara serius mempelajari status Roh Kudus. Hingga pertengahan abad ke-4 perhatian tertuju kepada
hubungan Allah Bapa dan Anak. Sebutan singkat" Dan kepada Roh Kudus"
dalam Pengakuan
Iman Nicea adalah menjadi bukti kurangnya perhatian terhadap roh
kudus.
Berbagai usaha dilakukan untuk
membuat sebuah kesepakan mengenai "trinitas" baik itu melalui konsili
Nicea dan konsili lainnya yang membahas hal serupa. Pada Konsili Konstantinopel
(381), akhirnya dicapai sebuah kesepakatan bersama mengenai "Trinitas": Bapa, Anak, dan Roh Kudus
Esa menurut(keallahannya), tetapi merupakan tiga pribadi. Namun,
keesaaan tidaklah terlepas dari ketigaan begitu pun dengan ketigaan tidak akan
terlepas dari keesaan. Rumusan
Konstantinopel ini ingin memasukkan semua unsur yang terkandung dalam Alkitab. Namun, ternyata rumusan ini tidak memuaskan
pemikiran manusia. Akan tetapi, rumusan ini tetap dihargai.
C. Konflik dengan Arianisme
Athanasius adalah seorang uskup
yang begitu menolak ajaran Arius hingga hampir setengah
abad(328-373). Pertikaian kedua tokoh ini disebabkan ajaran Athanasius yang
dianggap bertolak belakang dengan Alkitab. Ajaran Athanasius pun dipandang
berat sebelah. Teologi keduanya sangat
berbeda dalam mengungkapkan hubungan Kristus dan Roh kudus dengan Allah Bapa.
Arianisme menjadi sebuah ancaman terbesar bagi kehidupan umat Kristen saat
itu. Arianisme mengajarkan bahwa seseorang
yang datang kepada kita yaitu, Kristus Yesus bukanlah Tuhan yang sesungguhnya
melainkan makhluk yang diciptakan oleh Allah.
Melihat kondisi ini, Kaisar
Konstantinus mengadakan Konsili Nicea di kota Nicea(325)dan membujuk para uskup
untuk menerima rumusan bahwa Kritus sehakekat dengan Allah(Yunani= homo-ousios). Konstantinus tidak memaksa para uskup untuk
menerima rumusan tersebut, namun hal ini telah menjadi keyakinan umat Kristiani
yang telah didiskusikan selama satu abad. Di lain pihak, ajaran Arius telah dikutuk.
Eusebius dari Nicomedia dan pemimpin Arian menganggap Athanasius merupakan
musuh mereka yang paling tangguh dan sulit dikalahkan. Mereka pun mencari jalan untuk menjatuhkan
Athanasius dengan mengedarkan rumor bahwa ia menjadi penganiaya atas umat
Kristen di Mesir dan menggunakan ilmu sihir. Menanggapi hal tersebut, Kaisar
Konstantinopel memerintahkan untuk bertemu sebelum konsili di Tyre berlangsung
untuk menjawab tuduhan yang diajukan kepadanya.
Terutama, untuk menjawab tuduhan bahwa dirinya membunuh uskup Arsenius
dan memotong tangannya untuk dijadikan sebagai persembahan dalam ritus ilmu
sihirnya. Namun, tuduhan tersebut tidak
dapat menjatuhkan Athanasius hingga ia pun dapat mengalahkan rumor tersebut.
kedisiplinannya dalam biara, pengaruhnya dalam
masyarakat, semangatnya yang tak pernah padam, dan keteguhannya dalam keyakinan
membuatnya sulit terkalahkan. Selain
itu, Ia adalah tipikal orang yang sulit untuk berkompromi. Sikap inilah membuatnya tidak disenangi oleh
uskup dan negarawan. Sekitar 17 tahun,
ia menghabiskan waktunya di lima tempat pengasingan yang berlainan. Athanasius
dan Arius secara bergiliran dibuang oleh kaisar. Masa pengasingan yang
terpenting adalah ketika ia di Roma dari tahun 340 hingga 346.
Setelah itu, ia mengalami Dasawarsa Emas dari tahun 346 hingga 356 di Aleksandria, masa terpanjang sebagai uskup
tanpa interupsi.
Athanasius
adalah uskup yang selalu tegar dalam menghadapi masalah demi masalah yang. Pada
saat itu, kelompok anti-Arianisme( Gereja Barat, kelompok Antiokhia dan Athanasius)berpendapat bahwa Allah adalah satu
pribadi, sedangkan bagian terbesar kelompok Origenes di bagian Timur berpendapat bahwa
Allah terdiri dari tiga pribadi.
Kontribusi Athanasius dalam Kanon Perjanjian Baru
Pada tahun 367, Athanasius
menulis Surat Paskah(Easter Letter).
Di dalam surat tersebut terdapat 27 buku yang ada dalam Perjanjian Baru.
Hal ini dilakukannya untuk mencegah adanya kesalahan ajaran kepada jemaat. Ia
pun menyatakan bahwa tiada buku lain yang dapat dibandingkan dengan Injil
Kristen walaupun ia tetap mengakui Didakhe sebagai penuntun tata ibadah,
liturgy serta doa. Namun, pada
kenyataannya, Kanon yang dibuat oleh Athanasius tidak dapat menyelesaikan
masalah. Tahun 397, Konsili Kartago mensahkan
daftor Kanon yang pada saat itu Gereja di Barat masih bergumul dalam
penyelesaian Kanonnya. Daftar Kanon yang
dibuat Athanasius mendapatkan pengakuan dan menjadi awal mula Gereja di seluruh
dunia untuk menggantungkan segala aturan yang dibuat sesuai dengan Kanon yang
ditetapkan.
Hampir
seluruh hidup Athanasius diabdikan untuk melawan Arianisme. Arius telah dikutuk
di Nicea, tetapi Pengakuan Iman Nicea tidak dapat diterima oleh bagian terbesar
dari kelompok Origenes di Timur. Kaisar menginginkan persatuan di atas segala
yang lain. Jadi, ia menganjurkan sikap toleransi lebih besar tentang ortodoksi
sehingga Arius dapat diajak kembali ke dalam persekutuan gereja setelah
mendapat hukuman seperlunya. Athanasius menolak sikap ini. Ia melihat keallahan
Yesus Kristus sebagai dasar seluruh iman Kristen. Arianisme akan mengakibatkan
tamatnya agama Kristen. Athanasius memerangi Arianisme dengan senjata apa pun
yang jatuh ke tangannya, termasuk politik gerejawi. Sikapnya yang tidak main
kompromi membuatnya tidak disenangi baik di antara uskup maupun negarawan. Dari
45 tahun sebagai uskup, 17 tahun di antaranya dihabiskan di lima tempat
pengasingan yang berlainan. Masa pengasingan yang paling penting adalah waktu
ia di Roma dari tahun 340 sampai 346. Ini adalah saat untuk saling memengaruhi
antara Athanasius dan tuan rumah. Sesudah Roma, ia mengalami "Dasawarsa
Emas", dari tahun 346 hingga 356 di Aleksandria, masa terpanjang sebagai
uskup tanpa interupsi.
Athanasius adalah seorang penulis yang produktif, yang
membahas berbagai soal.
- Karya-karya anti-Arianisme. Kebanyakan karya Athanasius membahas perjuangan melawan Arianisme. Ia memanfaatkan waktu luangnya di pengasingan. Yang paling dikenal adalah karyanya yang terpanjang, 3 Orationes Contra Arianos (Pidato-pidato Melawan Kaum Arian).
- Karya-karya apologia. Athanasius menulis apologia dalam dua bagian: Oratio Contra Gentes (Melawan Orang Kafir) dan De Incarnatione Verbi (Inkarnasi Firman). Menurut tradisi, karya ini dianggap ditulis pada tahun 318, yaitu sebelum kontroversi Arianisme. Namun, bukti-bukti agaknya lebih condong pada suatu tanggal selama pengasingan pertamanya antara tahun 335 dan 337.
- Surat-surat Paskah. Setiap tahun Athanasius menulis surat kepada gereja-gereja di Mesir, yang nantinya dibaca pada hari Paskah. Suratnya yang ke-367 itu penting karena di dalamnya untuk pertama kali dimuat kanon (daftar kitab-kitab) Perjanjian Baru, tepat seperti yang kita kenal sekarang. Ini merupakan hasil dari masa saling mempengaruhi waktu Athanasius di Roma.
- Vita S. Antonii (Riwayat Hidup Antonius), yang oleh Athanasius digambarkan sebagai rahib pertama. Pada abad ke-2 dan ke-3 ada orang yang hidup sebagai pertapa tidak menikah, hidup dalam kemiskinan dan mengabdikan diri dengan berdoa dan berpuasa. Mereka tetap hidup di antara jemaat biasa dan disebut "pertapa dalam rumah" karena mereka menjalankan hidup mereka sebagai pertapa di rumah dan di dalam masyarakat. Namun pada abad ke-4, tingkat moral jemaat semakin menurun karena bertambah banyaknya jumlah orang kafir yang bertobat dan sifat pertobatan mereka dangkal dan kurang serius. Karena itu, orang pertapa mulai mengundurkan diri dari masyarakat. Mereka pergi hidup di gurun-gurun Mesir dan Siria. Seperti ditulis Athanasius, "Sel-sel muncul sampai di pegunungan dan gurun-gurun dikolonisasi oleh para rahib. Mereka datang keluar dari bangsa mereka untuk mendaftarkan diri sebagai warga surga." Di antara rahib-rahib ini ada yang hidup menyendiri (seperti Antonius) di tempat terpencil, ada yang hidup berkelompok. Ada lagi yang memilih hidup semacam kombinasi dari kedua cara hidup tersebut tadi. Karya Athanasius membantu menyebarkan cita-cita hidup kebiaraan, khususnya di dunia Barat. Ia mempunyai peranan penting dalam pertobatan Augustinus.
Athanasius berjuang begitu keras untuk pengakuan
keallahan Yesus Kristus karena ia melihat bahwa keselamatan kita bergantung
pada-Nya. Hanya Yesus Kristus yang ilahi, yang dapat menyelamatkan kita. Tema
ini dibahas dalam buku De Incarnatione Verbi. Athanasius dihadapkan pada
tuduhan-tuduhan dari pihak Yahudi dan kafir, bahwa inkarnasi dan penyaliban
Anak Allah tidak pantas dan mengurangi martabat-Nya. Athanasius menjawab bahwa
inkarnasi dan salib justru pantas, tepat, dan sangat wajar. Sebab dunia yang
diciptakan melalui Dia hanya dapat dipulihkan oleh Dia. Pemulihan ini tidak
bisa terjadi, kecuali melalui salib.
Athanasius
juga yang pertama-tama secara serius mempelajari status Roh Kudus. Hingga
pertengahan abad ke-4 perhatian tertuju pada hubungan Allah, Bapa, dan Anak.
Sebutan singkat "Dan kepada Roh Kudus" dalam Pengakuan Iman Nicea
adalah bukti betapa sedikit perhatian yang diberikan kepada Roh Kudus. Namun,
pada tahun 359/360 Athanasius terpaksa memerhatikan soal ini. Suatu kelompok di
Mesir, yang kurang jelas asal mulanya dan disebut Tropici, mengajarkan bahwa
Sang Anak adalah Allah, tetapi Roh Kudus diciptakan dari yang tidak ada. Dalam
hal Anak, mereka bertolak dari Pengakuan Iman Nicea, sedangkan dalam hal Roh
Kudus mereka mengikuti Arianisme. Mereka berselisih dengan uskup mereka, Serapion,
yang minta nasihat kepada Athanasius. Athanasius menjawab dalam sejumlah Letters
to Serapion (surat-surat kepada Serapion), yang di dalamnya untuk pertama
kali dibahas teologi yang sungguh-sungguh memerhatikan Ketritunggalan. Di sana
ia merinci baik status Roh Kudus maupun Anak Allah. Ia menjelaskan ketuhanan
Roh Kudus, yang bukan Anak Allah tetapi "keluar dari Bapa" (Yoh.
15:26).
11. Eusebius (264-340 M)
Dikenal sebagai "Bapa Sejarah Gereja". Pemimpin
Gereja Kaisera ketika Kaisar Konstantin menerima Kristus. Ia mempunyai pengaruh
besar atas sang kaisar. Karya tulisannya adalah "Sejarah Ekklesia",
tentang sejarah Gereja mulai dari masa Kristus sampai Dewan Gereja di Nicaea.
12. Ambrosius
Santo Ambrosius (bahasa Latin: Sanctus Ambrosius, bahasa
Inggris Saint Ambrose, bahasa Italia: Sant'Ambrogio; hidup
sekitar 339 - 4 April 397), uskup Milan, salah satu uskup terpenting
pada abad ke 4. Bersama-sama dengan Augustinus
Hippo, Hieronimus, dan Gregorius I, ia dianggap sebagai empat doktor
Gereja Barat dalam Sejarah Gereja kuno.
Karier duniawi Ambrosius
Ambrosius adalah warga Roma, lahir sekitar 339 di Trier, Jerman, di lingkungan sebuah keluarga
Kristen. Ayahnya adalah gubernur (prefect) Gallia Narbonensis, ibunya seorang wanita intelek
dan saleh.
Setelah kematian ayahnya dalam usia
muda, Ambrosius direncanakan mengikuti jejak karier ayahnya, dan oleh karena
itu disekolahkan di Roma, belajar sastra, hukum dan retorika. Praetor Anicius Probus awalnya memberikannya tempat di
dewan kota dan sekitar tahun 372 menjadikannya kepala dewan kota Liguria dan Emilia, dengan markas di Milano. Saat itu Milano adalah ibu kota
kedua Italia selain Roma. Ambrosius menjadi administrator ulung dalam kedudukan
ini dan segera menjadi popular.
Uskup Milano
Seperti banyak wilayah Gereja
lainnya, Diosis Milano waktu itu sangat terpecah antara kelompok Trinitarian
dan Arian. Pada 374, Auxentius, Uskup Milano meninggal dunia
dan kelompok-kelompok ortodoks dan Arian saling bersaingan untuk menjadi
penerusnya. Prefect pergi secara pribadi ke
basilika, tempat pemilihan itu akan dilangsungkan, untuk mencegah kerusuhan
yang mungkin akan terjadi dalam krisis ini. Pidatonya diinterupsi dengan seruan
"Angkat Ambrosius menjadi uskup!" yang kemudian diikuti oleh orang
lain sehingga ia secara aklamasi diangkat sebagai uskup.
Dengan menggunakan kecakapannya
dalam bahasa Yunani, yang saat itu jarang terdapat di Barat, ia mempelajari
Alkitab dan para pengarang Yunani seperti Filo, Origenes, Athanasius dan Basil dari Kaisaria, yang dengannya ia banyak
berkorespondensi. Ia menerapkan pengetahuannya yang baru sebagai pengkhotbah,
sambil memusatkan perhatian pada eksegesis Perjanjian Lama, dan kecakapan
retorikanya yang mengesankan Augustinus Hippo, yang saat itu menganggap remeh
para pengkhotbah Kristen.
Sebagai uskup, ia segera
mengambil cara hidup asketik, membagi-bagikan uangnya kepada orang miskin,
menyerahkan tanahnya kepada Gereja, setelah sebelumnya menyisihkan sbagian
kecil untuk saudara perempuannya Marselina, dan menyerahkan pemeliharaan
keluarganya kepada saudara laki-lakinya.
Pada tahun 370, dia diangkat menjadi Gubernur Provinsi
Italia Utara yang wilayahnya meliputi daerah-daerah Liguria, Emilia, dan ibu
kotanya, Milano. Di sana terdapat seorang uskup yang bernama Auxentius. Tahun
373, Uskup Auxentius meninggal. Umat harus memilih seorang uskup baru. Di
kalangan umat tidak tercapai suatu kesepakatan tentang siapakah yang mereka
pilih untuk menjadi uskup mereka. Pada suatu hari, di gereja terjadi kegaduhan
besar dalam hal pemilihan uskup. Untuk meredakan kegaduhan tersebut, Ambrosius
dengan tergopoh-gopoh memasuki gereja. Tiba-tiba seorang anak kecil berteriak
dengan suara yang keras sekali, "Ambrosius, uskup, Ambrosius, uskup,"
sehingga semua umat terkejut. Umat percaya bahwa Roh Kuduslah yang berbicara
lewat anak kecil tersebut sehingga mereka memilih Ambrosius sebagai Uskup
Milano secara aklamasi. Namun, Ambrosius tidak dipersiapkan untuk memangku
jabatan gereja yang kudus dan mulia tersebut, terlebih lagi ia belum dibaptis.
Persetujuan kaisar diperlukan agar ia dapat menjadi uskup.
Kaisar Valentinianus tidak berkeberatan, sehingga
Ambrosius dapat ditahbiskan menjadi Uskup Milano pada 7 Desember 374. Beberapa
hari sebelum penahbisannya, Ambrosius dibaptiskan. Ia melepaskan kemuliaan
duniawinya.
Hubungannya dengan
kaisar
Ambrosius memunyai hubungan yang erat dengan Kaisar
Theodosius. Sekalipun demikian, ia tetap mengecam kebijakan-kebijakan politis
Theodosius yang berlawanan dengan kehendak Allah. Pada tahun 390, terjadi
huru-hara di kota Tesalonika. Rakyat membunuh panglima kota itu. Theodosius
mengirim tentara ke Tesalonika dan mengumpulkan penduduk di gelanggang
seolah-olah untuk menonton pertunjukkan. Tiba-tiba tentara membunuh mereka
dengan membabi buta. Tujuh ribu orang yang tidak berdosa terbunuh. Peristiwa
ini didengar oleh Ambrosius. Ia menulis surat yang keras kepada Kaisar
Theodosius. Kaisar dituntut mengakui dosanya di hadapan umum. Jika tidak, maka
kaisar tidak diperkenankan mengikuti perjamuan Ekaristi. Jika kaisar ke gereja,
maka Ambrosius akan meninggalkan gereja. Dalam suratnya itu, Ambrosius menulis
antara lain sebagai berikut: "Bagaimana mungkin engkau memasuki gereja?
bagaimana mungkin engkau berdoa sementara tanganmu berlumuran dengan darah
pembunuhan? Bagaimana mungkin tanganmu yang demikian dapat menerima tubuh Tuhan
yang Mahakudus itu? Bagaimana mungkin engkau dapat meminum darah-Nya yang
Mahakudus itu? Janganlah menambah kejahatan di atas kejahatan."
Kemudian
Ambrosius meminta kepada Theodosius untuk mengikuti contoh Daud mengakui dosa
perzinahannya. Pada akhirnya, Kaisar Theodosius tunduk kepada tuntutan Uskup
Ambrosius. Kaisar mengakui dosanya di hadapan umum. Sejak saat itu, hubungan
Theodosius dengan Ambrosius menjadi baik sekali. Theodosius menyatakan bahwa
baru sekarang ia menemukan seorang manusia yang menyatakan kepadanya kebenaran,
dan hanya Ambrosius yang layak menjadi uskup. Kaisar Theodosius meninggal pada
tahun 395 dalam tangan uskupnya, Ambrosius.
Dua tahun setelah meninggalnya Kaisar Theodosius,
Ambrosius jatuh sakit. Setelah ia menerima sakramen yang terakhir, maka pada 4
April 397, Ambrosius menghembuskan napasnya yang terakhir. Jenazahnya
dikuburkan dalam gereja yang sekarang dikenal dengan nama Gereja St. Ambrogio
di Milano.
13. Hieronimus (347 – 420)
Hieronimus atau dikenal sebagai Santo
Jerome (sekitar 347 – 30 September, 420; Yunani: Ευσέβιος Σωφρόνιος Ιερόνυμος, Latin: Eusebius Sophronius
Hieronymus) terkenal sebagai penerjemah Alkitab dari Bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam Bahasa
Latin. Dia juga adalah seorang apologis Kristen. Alkitab edisi
Hieronimus, yakni Vulgata, masih merupakan naskah Alkitab penting dalam Gereja
Katolik Roma. Dia diakui oleh Vatikan sebagai salah seorang Doktor
Gereja.
Dalam tradisi artistik Gereja
Katolik Roma, biasanya dia, yang adalah pelindung pendidikan teologi, dilukiskan
sebagai seorang Kardinal, bersebelahan dengan Uskup Agustinus
dari Hippo, Uskup Agung Ambrosius, dan Paus
Gregorius I. Bahkan bilamana dia dilukiskan sebagai seorang pertapa
uzur, dengan salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai
satu-satunya perabot dalam bilik pertapaannya, harus disertai pula topi merah
atau sesuatu yang lain dalam lukisan tersebut untuk menunjukkan status
kardinalnya
Pada tahun 378 atau
379, dia
ditahbiskan oleh Uskup Paulinus. Rupanya dia tidak berkeinginan untuk
ditahbiskan, dan oleh karena itu ia mengajukan syarat agar diperbolehkan
melanjutkan pola hidup bermatiraga setelah ditahbiskan.
Segera setelah itu dia berangkat ke Konstantinopel
untuk melanjutkan studinya dalam bidang Kitab Suci di bawah bimbingan Santo Gregorius
Nazianzus. Tampaknya dia menetap di kota itu selama dua
tahun; tiga tahun berikutnya (382-385) dia di Roma
lagi, berhubungan dekat dengan Paus Damasus dan para
pemuka masyarakat Roma yang beragama Kristen. Keberadaannya di Roma mula-mula
karena diundang untuk menghadiri sinode
tahun 382 yang
digelar dengan tujuan mengakhiri skisma di
Antiokhia, dirinya menjadi sangat penting di mata Sri Paus dan mendapat tempat
terhormat dalam dewan penasehatnya.
Salah satu di antara berbagai tugas yang diembannya
adalah melakukan revisi terhadap naskah Alkitab Latin berbasis Perjanjian Baru
Yunani dan Perjanjian Lama Ibrani, dengan maksud menyudahi
penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam naskah-naskah Gereja Barat pada
masa itu. Sebelum adanya karya terjemahan Hieronimus, seluruh terjemahan Kitab
Perjanjian Lama didasarkan atas Septuaginta. Meskipun
ditentang oleh warga Kristen lainnya termasuk Agustinus
sendiri, dia memilih untuk menggunakan Kitab Perjanjian Lama Ibrani, bukannya
Septuaginta.
Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal
30 September 420. Tanggal
kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper dari
Aquitaine.
Jenazahnya mula-mula dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian dipindahkan ke
gereja Santa
Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di Barat
mengaku memiliki relikui Hieronimus -- katedral di Nepi, Italia mengaku
menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol, San Lorenzo
de El Escorial, Madrid.
14. Yohanes Krisostom ( 345-407 M)
Dijuluki "Si mulut
emas", orator yang tiada bandingannya. Salah satu pengkhotbah terbaik di
masanya. Ia lahir di Antiokhia, menjadi penatua di Gereja Konstantinopel.
Berbicara di depan orang banyak di gereja di St.Sophia. Seorang pembaharu sejati,
yang membuatnya tidak disenangi Kaisar. Ia mati dalam pembuangan.
15. Jeromus ( 340 - 430 M)
Dididik di Roma, dikenal sebagai
tokoh Gereja Latin yang paling terpelajar. Menghabiskan banyak tahun dalam
hidupnya di Betlehem, menerjemahkan Alkitab ke bahasa Latin, yang dikenal
dengan nama Vulgate.
16. Agustinus ( 354-430 M)
Aurelius
Agustinus, Agustinus Hippo ("Yang tahu banyak")
(lahir 13 November 354 – meninggal
28 Agustus 430 pada umur 75
tahun) adalah seorang santo dan Doktor Gereja yang
terkenal menurut Katolik Roma. Ia diakui
sebagai salah satu tokoh terpenting dalam perkembangan Kekristenan Barat. Dalam
Gereja Ortodoks Timur, yang tidak
menerima semua ajarannya, dia biasanya dipanggil "Augustinus
Terberkati". Banyak orang Protestan juga menganggap dia sebagai salah satu
sumber pemikiran teologis ajaran Reformasi tentang keselamatan dan anugerah. Martin Luther,
tokoh gerakan Reformasi, banyak
dipengaruhi oleh Agustinus (Luther dilatih sebagai biarawan Augustinian), dan
dalam fokus umum Protestanisme, mengikuti Agustinus,
dalam dosa asal yang
menuntun ke penilaian pesimis dari sebab dan aksi manusia terpisah dari Tuhan.
Tulisan-tulisannya - termasuk Pengakuan-pengakuan
Agustinus, yang seringkali disebut sebagai otobiografi Barat yang pertama -
masih dibaca luas oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia.
Kehidupan Agustinus
Agustinus merupakan anak tertua dari Santa Monika. Ia dilahirkan pada 354 di Tagaste, sebuah kota di algeria Afrika utara yang merupakan wilayah Romawi saat itu. Ia dibesarkan dan dididik di Karthago, dan dibaptiskan di Italia. Ibunya, Monika, adalah seorang Katolik yang saleh, sementara ayahnya, Patricius seorang kafir, namun Agustinus mengikuti agama Manikean yang kontroversial, sehingga ibunya sangat cemas dan takut.
Pada masa mudanya, Agustinus
hidup dengan gaya hedonistik untuk sementara waktu. Di Karthago ia menjalin
hubungan dengan seorang perempuan muda yang selama lebih dari sepuluh tahun
dijadikannya sebagai istri gelapnya, yang kemudian melahirkan
seorang anak laki-laki baginya. Pendidikan dan karier awalnya ditempuhnya dalam
filsafat dan retorika, seni persuasi dan bicara di
depan publik. Ia mengajar di Tagaste dan Karthago, namun ia ingin pergi ke Roma
karena yakin bahwa di sanalah para ahli retorika yang terbaik dan paling cerdas
berlatih (belakangan ia menyadari bahwa orang-orang di Roma menolak untuk
membiayainya). Namun demikian Agustinus kemudian kecewa dengan sekolah-sekolah
di Roma, yang dirasakannya menyedihkan. Sahabat-sahabatnya yang beragama Manikeanis
memperkenalkannya kepada kepala kota Roma, Simakhus, yang telah diminta untuk
menyediakan seorang dosen retorika untuk istana kerajaan di Milano.
Pemuda dari desa ini mendapatkan
pekerjaan itu dan berangkat ke utara untuk menerima jabatan itu pada akhir
tahun 384. Pada usia 30 tahun, Agustinus
mendapatkan kedudukan akademik yang paling menonjol di dunia Latin, pada saat
ketika kedudukan demikian memberikan akses ke jabatan-jabatan politik. Namun
demikian, Agustinus merasakan ketegangan dalam kehidupan di istana kerajaan.
Suatu hari ia mengeluh ketika sedang duduk di keretanya untuk menyampaikan
sebuah pidato penting di hadapan kaisar, bahwa seorang pengemis mabuk yang
dilewatinya di jalan ternyata hidupnya tidak begitu diliputi kecemasan
dibandingkan dirinya.
Monika, ibunya, mendesaknya agar
ia menjadi seorang Katolik, namun uskup Milano, Ambrosiuslah, yang mempunyai pengaruh yang
paling mendalam terhadap hidupnya. Ambrosius adalah seorang jagoan retorika
seperti Agustinus sendiri, namun lebih tua dan lebih berpengalaman. Sebagian
karena khotbah-khotbah Ambrosius, dan studi-studinya
yang lain, termasuk suatu pertemuan yang mengecewakannya dengan seorang tokoh
teologi Manikean, Agustinus beralih dari Manikeanisme. Namun bukannya menjadi
Katolik seperti Ambrosius dan Monika, ia malah mengambil pendekatan Neoplatonis kafir terhadap kebenaran, dan
mengatakan bahwa selama beberapa waktu ia merasakan bahwa ia benar-benar
mengalami kemajuan di dalam pencariannya, meskipun pada akhirnya ia justru
menjadi seorang skeptik.
Ibunda Agustinus menyusulnya ke
Milano dan ia membiarkan ibunya mengatur sebuah pernikahan untuknya. Untuk itu
ia meninggalkan istri gelapnya. (Namun ia harus menunggu dua tahun hingga
tunangannya cukup umur, sementara itu ia menjalin hubungan dengan seorang
perempuan lain). Pada masa itulah Agustinus dari Hippo mengucapkan doanya yang
terkenal, "Berikanlah daku kemurnian dan penguasaan diri, tapi jangan
dulu" [da mihi castitatem et continentiam, sed noli modo].
Pertobatannya
Pada musim panas tahun 386, setelah membaca kitab Roma yang
sangat memukaunya, Agustinus mengalami suatu krisis pribadi yang mendalam dan
memutuskan untuk menjadi seorang Kristen. Ia meninggalkan kariernya dalam
retorika, melepaskan jabatannya sebagai seorang profesor di Milano, dan
gagasannya untuk menikah (hal ini menyebabkan ibunya sangat terperanjat), dan
mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Allah dan praktik imamat, termasuk selibat.
Sebuah pengalaman penting yang
memengaruhi pertobatannya ini adalah suara dari seorang gadis kecil yang
didengarnya pada suatu hari menyampaikan pesan kepadanya melalui sebuah
nyanyian kecil untuk "Mengambil dan membaca" Alkitab. Pada saat itu
ia membuka Alkitab dengan sembarangan dan menemukan sebuah ayat dari Paulus. Ia menceritakan perjalanan
rohaninya dalam bukunya yang terkenal Pengakuan-pengakuan
Agustinus yang kemudian menjadi sebuah buku klasik dalam teologi
Kristen maupun sastra dunia. Ambrosius membaptiskan Agustinus pada hari Paskah pada 387, dan tak lama sesudah itu pada 388 ia kembali ke Afrika. Dalam
perjalanan ke Afrika ibunya meninggal, dan tak lama kemudian anak laki-lakinya,
sehingga ia praktis sendirian di dunia tanpa keluarga.
Setelah kembali ke Afrika utara,
ia membangun sebuah biara di Tagaste untuk dirinya sendiri
dan sekelompok temannya. Pada 391 ia ditahbiskan menjadi seorang imam di Hippo Regius, (kini Annaba, di Aljazair). Ia menjadi seorang pengkhotbah terkenal (lebih dari 350
khotbahnya yang terlestarikan diyakini otentik), dan dicatat karena melawan
ajaran sesat Manikeanisme, yang pernah dianutnya.
Pada 396 ia diangkat menjadi pendamping uskup di Hippo (pembantu dengan hak
untuk menggantikan apabila uskup yang menjabat meninggal dunia), dan tetap
sebagai uskup di Hippo hingga kematiannya pada
430. Ia meninggalkan biaranya, namun
tetap menjalani kehidupan biara di kediaman resminya sebagai uskup. Ia
meninggalkan sebuah Buku Aturan (bahasa Latin Regula) untuk biaranya
yang membuat ia digelari sebagai "santo
pelindung dari rohaniwan biasa," artinya, imam praja yang hidup dengan aturan-aturan biara.
Agustinus meninggal pada 28 Agustus 430, ketika Hippo dikepung oleh bangsa Vandal. Konon ia telah menganjurkan
warga kota itu untuk melawan para penyerang, terutama berdasarkan alasan karena
bangsa Vandal itu menganut ajaran sesat Arian.
Pengaruh sebagai teolog dan pemikir
Agustinus tetap merupakan seorang
figur pusat, baik dalam Kristen maupun dalam sejarah pemikiran Barat. Dalam
argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinus, penulis Enneads, kemungkinan melalui perantaraan
Porfiri dan Victorinus (seperti dalam argumen Pierre Hadot). Pandangannya yang umumnya
positif terhadap pemikiran Neoplatonik ikut menolong "dibaptiskannya"
pemikiran Yunani dan masuknya ke dalam tradisi Kristen dan kemudian tradisi
intelektual Eropa. Tulisan awalnya yang
berpengaruh tentang kehendak manusia, sebuah topik sentral dalam etika, kelak menjadi fokus bagi para
filsuf berikutnya seperti Arthur
Schopenhauer dan Friedrich
Nietzsche.
Berdasarkan argumen Agustinus
melawan Pelagius, yang tidak percaya akan dosa asal, Kekristenan
Barat telah mengembangkan doktrin tentang dosa asal tersebut.
Namun, para teolog Ortodoks
Timur, meskipun mereka percaya bahwa semua umat manusia telah
dirusakkan oleh dosa asal Adam dan Hawa, berbeda pendapat dengan Agustinus
dalam doktrin ini, dan karena itu memandang ajarannya ini sebagai salah satu
penyebab perpecahan antara Timur dan Barat.
Tulisan-tulisan Agustinus ikut
merumuskan Doktrin tentang Perang yang Sah. Dia juga menganjurkan
penggunaan kekerasan dalam melawan kaum Donatis, sambil bertanya, "Mengapa
... Gereja tidak boleh menggunakan kekerasan dalam memaksa anak-anaknya untuk
kembali, bila anak-anaknya yang tersesat itu memaksa orang-orang lain sehingga
menyebabkan kehancuran mereka?"
Karya Agustinus, Kota Allah, sangat memengaruhi karya Wincenty Kadlubek dan Stanislaw of Skarbimierz mengenai hubungan antara
penguasa dan warganya yang menyebabkan penciptaan Demokrasi Nobel dan "De optimo
senatore" oleh Wawrzyniec
Grzymala Goslicki.
Meskipun doktrin Agustinus
tentang predestinasi ilahi tidak sama sekali
dilupakan dalam Gereja
Katolik, doktrin ini diungkapkan dengan indah dalam karya Bernard
dari Clairvaux, para teolog Reformasi seperti Martin Luther dan Yohanes
Calvin akan menengok kembali kepada Agustinus sebagai inspirasi
untuk memahami Injil Alkitab. Belakangan, di lingkungan Gereja Katolik tulisan Cornelius Jansen yang banyak sekali dipengaruhi
oleh Agustinus, akan membentuk dasar dari gerakan yang disebut sebagai Jansenisme. Beberapa Jansenis bertindak
sampai ke skisma dan membentuk gereja mereka
sendiri.
Agustinus memeiliki 2 pandangan
yang penting, yang pertama :manusia harus bergantung kepada kedaulatan
Allah. yang kedua, manusia mempunyai tugas merefleksikan Allah didalam
kehidupan sehari-hari. Jadi ada hubungan vertkal ke atas yakni Tuhan dan
hubungan horisontal ke sesama manusia.
Ia merupakan
seorang bapa gereja yang pandangan-pandangan teologianya sangat berpengaruh
dalam Gereja Barat. Dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo
Regius pada 13 Nopember 354. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir dan
ibunya bernama Monica, seorang ibu yang saleh dan yang penuh kasih. Augustinus
lama menjadi anggota katekumen, namun tidak bersedia untuk segera menerima
sakramen baptisan. Ia memulai pendidikannya di kota kelahirannya, Tagaste,
kemudian belajar retorika dan filsafat di Kartago, ibukota provinsi Afrika
Utara. Setelah belajar di Kartago, Augustinus kembali ke kota kelahirannya dan
di sana ia menjadi guru retorika. Pada tahun 372 ia pindah ke Kartago dan
menjadi guru retorika di sana.
Augustinus
adalah seorang teolog besar dalam sejarah gereja. Ia adalah murid Paulus. Ia
banyak menulis yang di dalamnya kita dapat menimba pandangan teologianya. Ia
juga seorang yang dikenal sebagai penentang penyesat-penyesat yang gigih.
Perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang
gereja dan sakramen. Baginya, gereja bukanlah persekutuan yang inklusif, yaitu
yang hanya terdiri dari orang-orang suci. Gereja adalah kudus pada dirinya
sendiri dan bukan karena kekudusan (kesucian) anggota-anggotanya. Di dalam
gereja terdapat orang-orang yang baik dan orang-orang yang jahat. Di luar
gereja juga terdapat pula orang-orang yang baik. Tampaknya Augustinus
berpendapat bahwa orang-orang baik yang berada di luar gereja akan menjadi
anggota gereja sebelum mereka meninggal.
Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya
sakramen bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang melayankan sakramen
tetapi bergantung kepada Kristus sendiri. Pelayan sakramen hanyalah alat dari
Kristus. Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima sakramen baptisan yang
dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan diri sebagai sakramen yang sah.
Jikalau ada orang Donatisme yang kembali kepada gereja yang resmi, mereka tidak
perlu dibaptiskan kembali.
Dalam
perlawanannya dengan ajaran Pelagius, ia melahirkan pandangan teologianya
tentang kehendak bebas, dosa turunan, dan rahmat. Ia mengajarkan bahwa manusia
diciptakan Tuhan Allah dengan karunia-karunia adikodrati. Karunia-karunia ini
hilang pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa. Kehendak bebas hilang dan Adam
serta keturunannya takluk di bawah dosa. Manusia tidak dapat menyelamatkan
dirinya sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan karena rahmat Allah
semata-mata.
Sesudah Adam jatuh ke dalam dosa, seluruh manusia berada
dalam keadaan tidak mungkin tidak berdosa. Allah akan memilih orang-orang yang
akan menerima karunia-Nya. Nampaknya di sini Augustinus mengajarkan ajaran
predestinasi, ajaran yang kemudian dikembangkan oleh Calvin abad ke-16 dan
Jansen pada abad ke-18.
Sepanjang
hidupnya Augustinus banyak menulis. Tulisannya yang berjudul Confessiones
ditulisnya sebelum tahun 400. Di dalamnya diceritakan riwayat hidup sampai
pertobatannya. Karya besarnya yang lain adalah De Civitate Dei (Kota
Allah) dan De Trinitate (Trinitas). De Civitate Dei terdiri dari
22 buku. Sepuluh buku pertama menguraikan tentang iman Kristen. Dua belas buku
berikutnya menguraikan tentang perjuangan kota Allah (Civitas Dei)
dengan kota dunia (Civitas Terrena). Kota Allah akan mengalahkan kota
dunia. Yang dimaksudkan dengan Kota Allah adalah gereja dan Kota Dunia adalah
kerajaan-kerajaan dunia ini, khususnya kekaisaran Roma. De Trinitate
terdiri dari lima belas buku. Sebagian besar merupakan kumpulan surat-surat,
khotbah-khotbah, dan suatu kumpulan dialog filosofis. Tidak lama sebelum
kematiannya ia menerbitkan bukunya yang berjudul Retractations, di mana
ia meninjau kembali karya literernya.
BAB X
PUSPA RAGAM SEJARAH GEREJA
1. Kaisar Romawi
Kristen
Konstantinus
I menjadi kaisar Romawi yang pertama yang ditobatkan menjadi Kristen setelah
sebelumnya mendapat penampakan/penglihatan yang membuatnya percaya. Dengan
menjadi Kristen, sang kaisar memerintahkan supaya penganiayaan terhadap orang
Kristen dihentikan dan untuk sementara orang Kristen dapat bernapas lega
setelah kurang lebih tiga ratus tahun dianiaya dan tercerai-berai ke seluruh
pelosok kekaisaran Romawi.
Bulan Oktober 312, Konstantinus muda yang akan menantang Jenderal Maxentius untuk perebutan tahta kekaisaran Romawi menengadah ke langit dan melihat cahaya yang menyerupai salib. Di situ terdapat tulisan yang berbunyi "Bersama ini taklukkanlah". Beberapa hari kemudian, Kristus muncul dalam mimpinya, dengan tanda yang sama, sebuah salib yang agak lekung di atasnya yang menyerupai huruf-huruf Yunani chi dan rho, dua huruf pertama dari kata Christos (Kristus). Jenderal tersebut diperintahkan untuk membuat tanda ini pada perisai-perisai para prajuritnya. Ia melakukannya. Konstantin pun menang dalam pertempuran menentukan di Jembatan Milvian dan menjadi Kaisar.
2. Konsili Ekumenis
Bulan Oktober 312, Konstantinus muda yang akan menantang Jenderal Maxentius untuk perebutan tahta kekaisaran Romawi menengadah ke langit dan melihat cahaya yang menyerupai salib. Di situ terdapat tulisan yang berbunyi "Bersama ini taklukkanlah". Beberapa hari kemudian, Kristus muncul dalam mimpinya, dengan tanda yang sama, sebuah salib yang agak lekung di atasnya yang menyerupai huruf-huruf Yunani chi dan rho, dua huruf pertama dari kata Christos (Kristus). Jenderal tersebut diperintahkan untuk membuat tanda ini pada perisai-perisai para prajuritnya. Ia melakukannya. Konstantin pun menang dalam pertempuran menentukan di Jembatan Milvian dan menjadi Kaisar.
2. Konsili Ekumenis
Setelah
agama Kristen mendapat posisi yang aman di pemerintahan, para teolog-teolog
mulai berkutat soal doktrin-doktrin agama. Salah satu doktrin yang pada saat
itu sering disalah artikan adalah doktrin Tritunggal.
Arius dari Aleksandria memulai ajaran sesat Arianisme. Ajarannya akhirnya menimbulkan bentrokan antara pengikut Arianisme dan penolak ajarannya. Kaisar Konstantinus turun tangan untuk mencegah kejadian yang lebih buruk dengan mengadakan konsili di kota Nicea, Asia Kecil yang dihadiri lebih dari tiga ratus uskup. Mereka menjelaskan pandangan mereka dengan merumuskan sebuah pengakuan iman. Semua uskup kecuali dua orang setuju dan menandatangani pernyataan iman tersebut dan kedua uskup yang menolak serta Arius diasingkan oleh gereja.
Arius dari Aleksandria memulai ajaran sesat Arianisme. Ajarannya akhirnya menimbulkan bentrokan antara pengikut Arianisme dan penolak ajarannya. Kaisar Konstantinus turun tangan untuk mencegah kejadian yang lebih buruk dengan mengadakan konsili di kota Nicea, Asia Kecil yang dihadiri lebih dari tiga ratus uskup. Mereka menjelaskan pandangan mereka dengan merumuskan sebuah pengakuan iman. Semua uskup kecuali dua orang setuju dan menandatangani pernyataan iman tersebut dan kedua uskup yang menolak serta Arius diasingkan oleh gereja.
Konsili Nicea bukan saja mulai menyelesaikan masalah teologi, tetapi juga menjadi teladan bagi gereja dan negara. Pada tahun-tahun berikutnya, ketika masalah rumit muncul di Gereja, maka hal itu diselesaikan melalui kebijaksanaan kolektif para uskup. Konstantinus mulai dengan praktik menyatukan negara dan gereja dalam hal mengambil keputusan. Namun, hal ini menimbulkan masalah pada abad-abad berikutnya.
3. Kanon Alkitab
Pada tahun
367, Athanasius, uskup Alexandria yang ortodoks dan berpengaruh itu, menulis
"Surat Paskah" yang beredar cukup luas. Di dalamnya ia menyebut kedua
puluh tujuh buku yang sekarang kita kenal dengan nama Perjanjian Baru. Dengan
harapan mencegah jemaatnya dari kesalahan, Athanasius menyatakan bahwa tiada
buku lain dapat dianggap sebagai Injil Kristen, meskipun ia longgarkan
beberapa, seperti Didache, yang menurutnya, akan berguna bagi ibadah pribadi.
Kanon yang dibuat Athanasius tidak menyelesaikan masalah. Pada tahun 397, Konsili Kartago mensahkan daftar kanon tersebut, tetapi gereja-gereja wilayah Barat agak lamban menyelesaikan kanon. Pergumulan berlanjut atas kitab-kitab yang dipertanyakan, meskipun pada akhirnya semua pihak menerima Kitab Wahyu.
Pada akhirnya, daftar kanon yang dibuat Athanasius mendapat pengakuan umum, dan sejak itu gereja-gereja di seluruh dunia tidak pernah menyimpang dari kebijakannya
Kanon yang dibuat Athanasius tidak menyelesaikan masalah. Pada tahun 397, Konsili Kartago mensahkan daftar kanon tersebut, tetapi gereja-gereja wilayah Barat agak lamban menyelesaikan kanon. Pergumulan berlanjut atas kitab-kitab yang dipertanyakan, meskipun pada akhirnya semua pihak menerima Kitab Wahyu.
Pada akhirnya, daftar kanon yang dibuat Athanasius mendapat pengakuan umum, dan sejak itu gereja-gereja di seluruh dunia tidak pernah menyimpang dari kebijakannya
5. Gereja dan negara
Justina
adalah ibunda Kaisar Valentinianus, yang juga merupakan penerus Gratianus
sebagai penguasa kekaisaran Romawi Barat. Ia merupakan kekuasaan di belakang
takhta Valentinianus. la, sebagai seorang penganut Arianisme, ingin menuntut
Katedral Ambrosius dan gedung gereja lainnya di Milan untuk digunakan oleh jemaat
Arian.
Uskup Ambrosius diperintahkan Ratu Justina untuk melepaskan kendali atas katedral Milan, namun ia menolak. Kemudian kaisar mengirim pasukan para pengawal kaisar. Pasukan yang terdiri dari orang-orang Jerman itu melaksanakan perintah itu dengan paksa. Orang-orang Jerman tersebut bukan saja menunjukkan kesetiaannya kepada kaisar, tetapi mereka juga adalah pengikut Arius, sedangkan sang uskup berpegang teguh pada ajaran Ortodoks dari Konsili Nicea.
Namun kemudian pasukan pun bubar. Tak seorang pun tahu sebabnya. Ada yang berspekulasi bahwa mungkin Ambrosius berhasil mengirim berita itu kepada Theodosius, seorang non-Arian yang gigih, yang memerintah kekaisaran Romawi Timur. Mungkin, pesan yang mengancam Valentinianus, tentang murka Theodosius, membuat bocah itu menekan rencana ibunya, atau Justina mungkin hanya menggertak saja. Walau bagaimanapun, Ambrosius berani menghadapi sidang kerajaan itu dan menang.
Uskup Ambrosius diperintahkan Ratu Justina untuk melepaskan kendali atas katedral Milan, namun ia menolak. Kemudian kaisar mengirim pasukan para pengawal kaisar. Pasukan yang terdiri dari orang-orang Jerman itu melaksanakan perintah itu dengan paksa. Orang-orang Jerman tersebut bukan saja menunjukkan kesetiaannya kepada kaisar, tetapi mereka juga adalah pengikut Arius, sedangkan sang uskup berpegang teguh pada ajaran Ortodoks dari Konsili Nicea.
Namun kemudian pasukan pun bubar. Tak seorang pun tahu sebabnya. Ada yang berspekulasi bahwa mungkin Ambrosius berhasil mengirim berita itu kepada Theodosius, seorang non-Arian yang gigih, yang memerintah kekaisaran Romawi Timur. Mungkin, pesan yang mengancam Valentinianus, tentang murka Theodosius, membuat bocah itu menekan rencana ibunya, atau Justina mungkin hanya menggertak saja. Walau bagaimanapun, Ambrosius berani menghadapi sidang kerajaan itu dan menang.
Melalui keberanian Ambrosius, pola yang berbeda antara gereja dan
negara mulai berkembang.
6. Biarawan Kristen
Setelah
jumlah orang Kristen semakin bertambah, kualitas kekristenan pun menurun
disebabkan banyak orang yang 'sekedar' ikut-ikutan menjadi Kristen. Benediktus
dilahirkan dari keluarga Italia yang berada, ia pergi ke Roma untuk belajar
namun kecewa karena melihat keadaan yang tidak bermoral.
Sekitar tahun 529, ia pergi ke Monte Cassino dan mendirikan biara
di sana dari sebuah bekas kuil. Walaupun ia bukan orang pertama yang mendirikan
biara, namun ia dikenang karena peraturan-peraturan disiplinnya yang menjadikan
biara modern seperti saat ini. Ia memulai program swasembada biara; dalam
komunitas biara, para biarawan menenun bahan pakaiannya sendiri, menanam bahan
makanannya sendiri dan membuat perabotannya sendiri. Peraturan Benediktin
mengharuskan tujuh kebaktian dalam satu hari, termasuk kebaktian tengah malam,
kira-kira pukul 02.00 pagi, yang dianggap sangat penting. Di samping kebaktian
umum, para biarawan mengambil bagian juga dalam doa pribadi – membaca Alkitab,
bermeditasi dan berdoa.
Benedictus juga mencoba menerapkan hidup suci ini pada orang-orang
biasa. Dalam peraturannya, ia menyebut, "Jika kita tampak agak keras,
jangan menjadi takut dan lari. Jalan masuk menuju keselamatan haruslah sempit.
Tetapi selagi Anda maju sepanjang jalan iman, hati berkembang dan berpacu
dengan cinta kasih manis di sepanjang jalan titah Allah."
7. Tantangan Gnostik dan Sikap Gereja
Kata “gnostik” berasal dari kata Yunani “gnosis” = pengetahuan. Mereka merasa memiliki pengetahuan baru dan jauh lebih tinggi dari iman Kristen. Mereka beranggapan bahwa dunia yang penuh penderitaan ini tidak mungkin berasal ciptaan Allah yang baik. Tubuh dipandang sebagai yang hina dan kotor. Karena itu Kristus datang ke dunia bukan untuk menebus tubuh manusia, tetapi jiwa manusia yang dahulu adalah suci. Karena itu pula Yesus dianggap hanya memiliki tubuh maya, bukan tubuh yang sesungguhnya. Yesus tidak mati sungguh-sungguh di kayu salib. Ia menebus manusia bukan dengan kematianNya, tetapi dengan pengajaranNya. Untuk selamat manusia harus melakukan askese dan mistik, yaitu usaha untuk membuka hubungan yang langsung dengan Allah dan jiwa yang bersifat ilahi itu. Orang-orang Gnostik ini menyusun beberapa “Injil” antara lain “Injil Thomas”. Di dalamnya terdapat kata-kata Yesus yang asli, tetapi kemudian kata-kata Yesus diolah sedemikian rupa untuk membenarkan ajaran/pandangan Gnostik. Tentunya bagi gereja, Gnostik merupakan tantangan yang sangat berat. Itu sebabnya dalam surat-surat rasul Paulus, bahkan Injil Yohanes kita dapat melihat pergulatan tersebut.
Untuk melawan ajaran Gnostik itu para bapa gereja mendirikan 3 strategi, yaitu membuat kanon Alkitab, Pengakuan Iman, dan Uskup. Dalam penyunanan Kanon (= ukuran, patokan) gereja sudah memiliki PL. Karena itu gereja tidak membuang PL untuk menyatakan kebenaran Allah. Injil dan surat-surat para rasul dinyatakan sebagai firman Allah. Untuk itu gereja harus membuat pilihan, kitab atau surat yang manakah benar-benar berasal dari murid Tuhan. Pada tahun 200 telah tersusun daftar PB sebagai kanon. Selain itu gereja juga membuat ringkasan pokok-pokok kepercayaan yang menjadi pegangan jemaat. Pengakuan iman yang tertua: ”Yesus adalah Tuhan” (I Kor. 12:3). Kemudian pengakuan itu berkembang menjadi Pengakuan Iman Rasuli.
Soal Uskup menjadi penting peranannya karena ia dianggap berwenang mengartikan ajaran Alkitab. Sebab mereka dipandang sebagai pengganti para rasul. Uskup-uskup inilah yang kemudian meneruskan ajaran iman Kristen kepada jemaat. Hanya kemudian timbul persoalan: siapa yang berkuasa: Kanon Alkitab ataukah Uskup? Gereja Roma menganggap Uskup Roma yaitu Paus sebagai pengganti rasul Petrus sehingga Paus memiliki wewenang untuk menafsirkan Alkitab. Reformasi abad XVI memprotes anggapan tersebut. Reformasi menegaskan bahwa penahbisan para pejabat gereja tidak terlepas dari firman Allah. Pandangan gereja-gereja Reformatoris tersebut tidak diterima oleh gereja Katolik Roma, gereja Orthodoks Timur dan Anglikan yang berpegang pada pewarisan jabatan rasul-rasul selaku dasar kekuasaan jabatan.
Dengan ketiga “benteng” tersebut (kanon, pengakuan iman, uskup) dalam perkembangannya gereja merasa sudah “establish”, sehingga banyak orang Kristen tidak memiliki kerinduan akan kedatangan Tuhan Yesus seperti zaman para rasul.
Kata “gnostik” berasal dari kata Yunani “gnosis” = pengetahuan. Mereka merasa memiliki pengetahuan baru dan jauh lebih tinggi dari iman Kristen. Mereka beranggapan bahwa dunia yang penuh penderitaan ini tidak mungkin berasal ciptaan Allah yang baik. Tubuh dipandang sebagai yang hina dan kotor. Karena itu Kristus datang ke dunia bukan untuk menebus tubuh manusia, tetapi jiwa manusia yang dahulu adalah suci. Karena itu pula Yesus dianggap hanya memiliki tubuh maya, bukan tubuh yang sesungguhnya. Yesus tidak mati sungguh-sungguh di kayu salib. Ia menebus manusia bukan dengan kematianNya, tetapi dengan pengajaranNya. Untuk selamat manusia harus melakukan askese dan mistik, yaitu usaha untuk membuka hubungan yang langsung dengan Allah dan jiwa yang bersifat ilahi itu. Orang-orang Gnostik ini menyusun beberapa “Injil” antara lain “Injil Thomas”. Di dalamnya terdapat kata-kata Yesus yang asli, tetapi kemudian kata-kata Yesus diolah sedemikian rupa untuk membenarkan ajaran/pandangan Gnostik. Tentunya bagi gereja, Gnostik merupakan tantangan yang sangat berat. Itu sebabnya dalam surat-surat rasul Paulus, bahkan Injil Yohanes kita dapat melihat pergulatan tersebut.
Untuk melawan ajaran Gnostik itu para bapa gereja mendirikan 3 strategi, yaitu membuat kanon Alkitab, Pengakuan Iman, dan Uskup. Dalam penyunanan Kanon (= ukuran, patokan) gereja sudah memiliki PL. Karena itu gereja tidak membuang PL untuk menyatakan kebenaran Allah. Injil dan surat-surat para rasul dinyatakan sebagai firman Allah. Untuk itu gereja harus membuat pilihan, kitab atau surat yang manakah benar-benar berasal dari murid Tuhan. Pada tahun 200 telah tersusun daftar PB sebagai kanon. Selain itu gereja juga membuat ringkasan pokok-pokok kepercayaan yang menjadi pegangan jemaat. Pengakuan iman yang tertua: ”Yesus adalah Tuhan” (I Kor. 12:3). Kemudian pengakuan itu berkembang menjadi Pengakuan Iman Rasuli.
Soal Uskup menjadi penting peranannya karena ia dianggap berwenang mengartikan ajaran Alkitab. Sebab mereka dipandang sebagai pengganti para rasul. Uskup-uskup inilah yang kemudian meneruskan ajaran iman Kristen kepada jemaat. Hanya kemudian timbul persoalan: siapa yang berkuasa: Kanon Alkitab ataukah Uskup? Gereja Roma menganggap Uskup Roma yaitu Paus sebagai pengganti rasul Petrus sehingga Paus memiliki wewenang untuk menafsirkan Alkitab. Reformasi abad XVI memprotes anggapan tersebut. Reformasi menegaskan bahwa penahbisan para pejabat gereja tidak terlepas dari firman Allah. Pandangan gereja-gereja Reformatoris tersebut tidak diterima oleh gereja Katolik Roma, gereja Orthodoks Timur dan Anglikan yang berpegang pada pewarisan jabatan rasul-rasul selaku dasar kekuasaan jabatan.
Dengan ketiga “benteng” tersebut (kanon, pengakuan iman, uskup) dalam perkembangannya gereja merasa sudah “establish”, sehingga banyak orang Kristen tidak memiliki kerinduan akan kedatangan Tuhan Yesus seperti zaman para rasul.
Karena itu muncullah gerakan Montanisme. Dalam ajaran
Montanisme menekankan: harapan lama akan kedatangan Tuhan kembali,
karunia-karunia Roh, disiplin gerejawi yang keras. Dalam hal ini Montanus
(tahun 160) menyatakan bahwa di dalam dirinya sudah datang Roh Penolong yang
dijanjikan oleh Yesus (Yoh. 14:6, 26). Dua wanita yang mendampinginya. Isi
pernyataan mereka disampaikan dalam bahasa lidah, yang isinya bahwa akhir dunia
sudah sampai. Karena itu jangan lagi kawin, tetapi berpuasalah dan
tinggalkanlah dunia untuk berkumpul di Pepuza (sebuah desa di Asia Kecil)
karena di sana Tuhan akan segera mendirikan Yerusalem yang baru. Orang
berbondong-bondong datang sesudah menjual segala harta-bendanya. Mereka rajin
mencatat pernyataan-pernyataan dari mulut pemimpin mereka dan menganggap setara
dengan Alkitab. Tetapi ternyata pada hari yang ditentukan hari Tuhan tidak
datang. Walau demikian, gerakan Montanisme tetap hidup dan tersebar ke berbagai
propinsi. Gerakan ini bertahan sampai abab IV, lalu hilang. Tetapi di kemudian
hari timbul kembali.
8. Penganiayaan dan Penghormatan
Semula gereja dianiaya, dihambat dan secara sistematis berusaha dihancurkan sampai tahun 250. Saat itu Negara mengambil inisiatif untuk secara sistematis memusnahkan agama Kristen. Dalam hal ini kaisar Decius (250) dan kaisar Diocletianus (300) adalah para tokoh yang sangat membenci agama Kristen. Tetapi keadaan berubah sejak kaisar Konstantinus Agung (312-337) dengan mengeluarkan edit Milano (313). Sikap Konstantinus berubah ketika sebelum melakukan pertempuran untuk merebut takhta di Roma (312) ia melihat sinar terang dalam bentuk salib di langit, disertai perkataan: “dengan tanda ini engkau akan menang”. Sesudah berhasil merebut takhta, maka pada tahun 313 ia mengumumkan gereja memperoleh kebebasan penuh. Malahan semua milik gereja yang telah dirampas selama penghambatan harus dikembalikan. Pada waktu pengumuman edik Milano tersebut, Konstantinus belum menjadi Kristen. Dalam perkembangannya gereja mulai dianakemaskan. Negara memberi banyak uang untuk mendirikan gedung-gedung gereja yang baru. Selain itu Negara juga memaksa semua anggota sekte Kristen untuk masuk menjadi anggota gereja. Pada tahun 380 kaisar Theodosius mengeluarkan peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama Kristen, yaitu agama Kristen Orthodoks. Walau di sisi lain para kaisar mendukung gereja, tetapi pada sisi lain mereka juga ingin memperoleh pengaruh dari gereja. Mereka berusaha agar para Uskup yang dipilih adalah mereka yang memihak kepada pemerintah. Gereja harus mengutuk musuh-musuh kaisar. Apabila terjadi persoalan dalam gereja, kaisar ikut campur dan dapat membuang tokoh-tokoh yang yang tidak disukai. Dengan keadaan itu gereja menjadi kaya raya dan jumlah orang Kristen menjadi melonjak drastis. Keadaan itu tidak membuat banyak orang Kristen puas, karena itu mereka memilih pergi hidup menyendiri untuk beraskese. Mereka prihatin karena banyak orang Kristen mengabaikan hidup penyangkalan diri sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Karena itu lahirlah biara dalam kehidupan gereja.
8. Penganiayaan dan Penghormatan
Semula gereja dianiaya, dihambat dan secara sistematis berusaha dihancurkan sampai tahun 250. Saat itu Negara mengambil inisiatif untuk secara sistematis memusnahkan agama Kristen. Dalam hal ini kaisar Decius (250) dan kaisar Diocletianus (300) adalah para tokoh yang sangat membenci agama Kristen. Tetapi keadaan berubah sejak kaisar Konstantinus Agung (312-337) dengan mengeluarkan edit Milano (313). Sikap Konstantinus berubah ketika sebelum melakukan pertempuran untuk merebut takhta di Roma (312) ia melihat sinar terang dalam bentuk salib di langit, disertai perkataan: “dengan tanda ini engkau akan menang”. Sesudah berhasil merebut takhta, maka pada tahun 313 ia mengumumkan gereja memperoleh kebebasan penuh. Malahan semua milik gereja yang telah dirampas selama penghambatan harus dikembalikan. Pada waktu pengumuman edik Milano tersebut, Konstantinus belum menjadi Kristen. Dalam perkembangannya gereja mulai dianakemaskan. Negara memberi banyak uang untuk mendirikan gedung-gedung gereja yang baru. Selain itu Negara juga memaksa semua anggota sekte Kristen untuk masuk menjadi anggota gereja. Pada tahun 380 kaisar Theodosius mengeluarkan peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama Kristen, yaitu agama Kristen Orthodoks. Walau di sisi lain para kaisar mendukung gereja, tetapi pada sisi lain mereka juga ingin memperoleh pengaruh dari gereja. Mereka berusaha agar para Uskup yang dipilih adalah mereka yang memihak kepada pemerintah. Gereja harus mengutuk musuh-musuh kaisar. Apabila terjadi persoalan dalam gereja, kaisar ikut campur dan dapat membuang tokoh-tokoh yang yang tidak disukai. Dengan keadaan itu gereja menjadi kaya raya dan jumlah orang Kristen menjadi melonjak drastis. Keadaan itu tidak membuat banyak orang Kristen puas, karena itu mereka memilih pergi hidup menyendiri untuk beraskese. Mereka prihatin karena banyak orang Kristen mengabaikan hidup penyangkalan diri sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Karena itu lahirlah biara dalam kehidupan gereja.
bit.ly/3Af3J2v
ReplyDeletebit.ly/3Af3J2v copy linknya supaya bisa di buka
Delete