Pola berfikir dan bertindak dalam
ETIKA
Etika
berbicara tentang APA YANG SEHARUSNYA dilakukan oleh manusia. Tentang apa yang
BENAR, BAIK, dan TEPAT.
1.
Cara berfikir etis: DEONTOLOGIS
Cara berfikir etis yang mendasarkan diri
pada prinsip dan hukum yang berlaku mutlak dalam kondisi apapun. Deontologis hanya berbicara
tentang apa yang BENAR dan yang SALAH.
Cara berfikir etis deontologis memberikan pegangan
etis yang jelas dan tegas.
Dalam etika Kristen:
cara berfikir deontologis adalah cara yang tepat untuk memahami HUKUM ALLAH.
Kelebihan dan kelemahan cara berfikir
DEONTOLOGIS:
Ø KELEBIHAN: Orang tidak perlu bingung menafsirkan yang benar dan yang salah,
karena hukumnya jelas.
Ø Kelemahan: hidup manusia begitu kompleks dan dinamis, sehingga hampir mustahil mempunyai
hukum yang jelas dalam setiap kemungkinan.
Misal: Hukum “jangan membunuh”. Bagaimana hukum tsb bisa diterapkan dalam
kehidupan manusia yang kompleks dan penuh dengan dinamika. Misalnya dalam penerapan hukuman mati, perang, membela
diri,dll.
ETIKA DEONTOLOGIS jadi terkesan LEGALIS, BEKU dan KAKU. Dalam prakteknya Hukum ini tidak lagi
malayani manusia, tapi sebaliknya manusia melayani hukum. (seperti yang selalu dikritik Tuhan Yesus pada orang-orang Farisi
dan para ahli Taurat)
2.
Cara berfikir etis: TELEOLOGIS
Teleos artinya “tujuan”. Dalam
cara berfikir etis Teleologis
orang tahu benar mana
yang benar dan yang salah. Akan tetapi yang terpenting adalah: tujuan
dan akibat
Cara berfikir teleologis tidak berfikir dalam kategori “benar”
atau “salah”, tetapi menurut kategori “baik” dan “jahat”.
Betapapun salahnya, kalau
bertujuan baik dan berakibat baik, maka ia baik. Betapapun
benarnya, kalau dilakukan dengan tujuan jahat, maka ia jahat.
Permasalahan dalam cara berfikir TELEOLOGIS
• Tidak ada
ukuran yang obyektif yang dapat dipakai untuk menilai suatu tindakan itu
sebagai “Baik” atau “Jahat”.
• Menjadi
berbahaya apabila dipakai untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
• Bahaya cara berfikir dan
bertindak etis teleologis,
yaitu sikap hedonism yang berpusat
dan bertujuan pada diri sendiri.
Apa yang paling baik
untuk “saya”, paling gampang untuk “saya”, paling menguntungkan untuk “saya”, tetapi disisi orang lain tindakan yang sama bisa jadi merugikan atau
mencelakakan.
Penggabungan Deontologis dan Teleologis
• Tujuan adalah cara yang baik, tetapi juga harus
diusahakan dengan cara-cara yang benar.
• Dalam cara
berfikir teleologis, aspek-aspek deontologis tidak boleh hilang sama sekali.
3.
Cara berfikir etis KONSTEKTUAL
• Juga disebut sebagai: Etika Tanggung Jawab.
• Cara berfikir konstektual bukanlah
berfikir yang secara universal “benar”, atau apa yang secara universal “baik”,
tetapi apa yang secara konstektual “bertanggung jawab”.
• Bukan apa
yang paling “benar” atau “baik”, tetapi apa yang paling “tepat” pada saat
itu.
Cara berfikir KONSTEKTUAL
• Etika konstektual menuntut orang-orang yang bersangkutan
mengambil keputusan sendiri: apa yang paling bertanggungjawab dalam keadaan
yang khusus itu.
• Tidak ada norma-norma yang berlaku. Semuanya
tergantung situasi dan kondisi.
• Cara berfikir yang subyektif. Karena semuanya bergantung pada
pertimbangan dan keputusan si pelaku.
Kelemahan cara berfikir Konstektual
• Mudah terjebak dalam etika
situasional dan tanpa prinsip. Situasi menjadi pertimbangan pokok.
Bahaya cara berfikir
konstektual:
Fungsi etika adalah
untuk memberikan pegangan pada manusia mengenai apa yang seharusnya. Dan
apabila semua bergantung pada situasi dan kondisi, maka tidak ada pegangan
apa-apa dalam
tindakan etis ini.
Kesimpulan
• Ketiga
cara berfikir etis diatas mempunyai kebenarannya sendiri-sendiri. Tetapi juga
memiliki keterbatasan sendiri-sendiri.
• Ketiga pilihan etis tersebut bukan untuk dipilih, tetapi untuk dimanfaatkan
ketiga-tiganya.
• Setiap tindakan etis yang
bertanggungjawab adalah tindakan yang seharusnya BENAR, BAIK, dan TEPAT.
(JAP)
No comments:
Post a Comment