SEJARAH GEREJA INDONESIA
KONTEKS
MASYARAKAT INDONESIA PADA ABAD KE-16
1.
Indonesia
adalah termasuk daerah penting dalam perdagangan dunia karena hasil
rempah-rempahnya.
2.
Agama
asli masyarakat Indonesia dapat disimpulkan sebagai "agama suku"
a.
Setiap
suku memiliki agama masing-masing.
b.
Tetapi
coraknya sama yaitu terikat pada suku tersebut, dan tak bisa dipisahkan dari
adat/budaya suku tersebut, dewa hanya untuk suku tersebut, dan memiliki mitos
tersendiri.
c.
Hidup
dalam dunia spiritisme.
d.
Tata
masyarakat yang kolektivisme.
3.
Kedatangan
agama Hindu, Budha dan Islam:
a.
Indonesia
(Maluku) dikenal dengan rempah-rempah. Para pedagang membawanya ke Jawa dan
Sumatera dan diekspor ke India, sehingga terjadi mata rantai perdagangan yang
luas dan besar pada waktu itu.
b.
Muncul
kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, Pajajaran dan juga muncul
kerajaan-kerajaan kecil.
c.
Agama
Hindu dan Buddha sejak abad ke-7 datang ke Indonesia melalui perdagangan. Di
Sumatera berkembang agama Buddha dan di Jawa berkembang agama Hindu.
d.
Agama
Hindu tidak mengubah agama suku, malah terjadi saling memperkaya agama
setempat, sehingga Hindu yang ada di Indonesia tidak sama dengan Hindu yang ada
di India.
e.
Agama
Islam juga datang lewat jalur perdagangan pada abad ke 13:
1) Perdagangan
dan penyiaran Islam lewat kota pelabuhan-pelabuhan.
2) Pernikahan
dengan puteri bangsawan setempat
3) Raja-raja
yang menerima Islam meneruskan pengislaman ke pedalaman..
4) Daerah
yang telah Islam adalah Aceh, Malaya, Sumatera, Jawa dan Maluku. Jadi Islam sudah menjadi agama di
tempat strategis wilayah Indonesia bagian Barat.
I. GEREJA DI INDONESIA PADA JAMAN PORTUGIS
LATAR
BELAKANG KEDATANGAN BANGSA PORTUGIS
1.
Portugis adalah bangsa Eropa yang mulai berekspansi dalam perdagangan
rempah-rempah dan ingin sendiri mendapatkan rempah-rempah. Ini didorong dari
ketergantungan dengan Turki dan bangsa Arab lainnya, karena pengalaman mereka
dijajah orang Arab dan Berber (Afrika Utara) yang umumnya bergama Islam.
2.
Tahun 1511 Portugis menguasai Malaka dan terus menjelajah ke Jawa dan Maluku.
3.
Tujuan ekspansi meliputi tiga hal: "GOD, GOLD, GLORY"
4.
"God" artinya mereka pergi ke luar ingin membawa dan menyiarkan agama
Katolik kepada daerah yang didudukinya atau tempat di mana mereka berpijak.
Paus mendorong raja untuk meluaskan kerajaan dengan janji bahwa di mana daerah
diduduki, maka itu menjadi hak mereka. Dengan demikian raja mengutus dan
membiayai misi Katolik. Ini disebut dengan sistem "padroado" yaitu
raja adalah tuan dan pelindung gereja.
5.
"Gold" artinya mereka pergi ke luar mencari kekayaan dengan berdagang
yaitu alasan ekonomi.
6.
"Glory" adalah kemuliaan bangsa Portugis dan kerajaannya dari segi
politis dengan melemahkan kekuatan Turki dan bangsa-bangsa yang pernah
menjajahnya.
7.
Paus membagi dua daerah ekspansi yaitu Amerika untuk Spanyo; dan Asia untuk
Portugis. Pembagian ini berdasarkan jalur laut yang berbeda. Spanyol lewat
"belakang" yaitu Atlantik sehingga bertemu Amerika dan akhirnya
pernah kesasar ke Filipina (Filipina jajahan Spanyol). Sedangkan Portugis lewat
jalur selatan benua Afrika dan masuk India.
8.
Perbedaan jajahan Spanyol dan Portugis
a. Spanyol:
1)
Menjajah seluruh daerah yang ditemukan (Amerika Tengah dan Filipina).
2)
Agama yang ditemui adalah agama suku sehingga para misionaris lebih mudah
mengkristenkan mereka semua.
3)
Jadi jajahan Spanyol umumnya semua berhasil berpindah ke agama Katolik.
Contohnya orang Filipina merasa dirinya identik dengan Katolik.
b.
Portugis:
1)
Mendirikan benteng dan menjajah daerah di sekitar benteng dengan skop yang
kecil.
2)
Mereka masuk di mana sudah ada agama Hindu, Buddha, dan Islam di mana tidak
mudah mengubah agama mereka.
9.
Portugis ingin memonopoli perdagangan dengan cara menguasai lautan. Mereka
mengembangkan konsep perang terhadap lawan dagang, yang terutama lawan mereka
adalah pedagang Islam.
10.
Tahun 1511 Portugis telah berhasil menguasai Malaka dan tahun 1522 berhasil
membangun benteng di Ternate.
11.
Tiga pusat kekuasaan Portugis di Asia: Doa di India, Malaka, dan Ternate.
Ternate inilah yang menjadi pangkalan militer sekaligus pangkalan misi di
Indonesia Timur. Ingat pada waktu itu Ternate telah diislamkan, sehingga
seringkali terjadi perang antara Ternate dan Portugis.
12.
Dipilihnya Maluku menjadi pusat militer dan dagang, karena di samping faktor
rempah-rempah, juga kegagalan Portugis menguasai tanah Jawa baik itu di Sunda
Kelapa dan Kerajaan Pajajaran.
13.
Portugis mendapat tempat sekutu dengan kerajaan yang ada di Halmahera. Karena
pada zaman itu politik dan agama sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
maka semua daerah itu beralih ke agama Kristen.
14.
Tahun 1600-an kerajaan Ternate mulai membesar dan mengalahkan Portugis, apalagi
kemudian Belanda datang dan berhasil mengusir Portugis. Sehingga Portugis
berpindah ke NTT dan Timor Loro Sae (dulu Timor Timur).
15.
Kesimpulan:
a.
Kedatangan Portugis ke Indonesia adalah terutama soal perdagangan.
b.
Katolik Roma yang lebih dahulu dibawa oleh Portugis ke Indonesia.
c.
Metode PI adalah dibawa oleh negara dengan cara pendekatan kekuasaan, sikap
paternalistis, dan pada saat yang sama ekonomi dan politis yang didahulukan
dalam usaha misi. Kelihatannya cara seperti ini gagal mencapai maksud misi.
MISI
KATOLIK DI MALUKU
1.
Kurang lebih tahun 1500-an Maluku telah diislamkan sehingga muncul kerajaan
Islam yang terkenal yaitu Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo. Namun yang paling
sukses adalah kerajaan Ternate yang berhasil mengembangkan jajahan dan
mengislamkan Maluku Utara dan juga di Selatan.
2.
Tahun 1522 Portugis berhasil membangun benteng di Ternate atas undangan sultan
Ternate.
3.
Hubungan Portugis dan Ternate adalah hubungan benci dan rindu. Di satu segi
Ternate diuntungkan secara dagang karena bisa berdagang dengan Portugis secara
istimewa dan tidak dinikmati oleh kerajaan lain. Namun Ternate seringkali marah
dan kecewa karena Portugis dengan
misinya berhasil mengkristenkan daerah/kerajaan kecil yang secara politis bisa
merupakan ancaman bagi eksistensi Ternate. Begitu pula kelakuan moral orang
Portugis yang rendah mengakibatkan kejengkelan orang Ternate.
4.
Usaha penginjilan pertama dilakukan oleh seorang awam tahun 1533/4 di Mamuya
(Halmahera). Orang di daerah ini masih menyembah nenek moyang. Karenanya daerah
ini seringkali diserang oleh kerajaan Islam. Dan oleh orang asing ini
dianjurkan untuk datang kepada Portugis untuk meminta bantuan. Kepala suku
yaitu Kolano Mamuya akhirnya menjadi Kristen dengan nama Don Joao dan juga
mengkristenkan daerahnya dibantu oelh imam yaitu Simon Vaz. Mereka dimasukkan
ke dalam "Corpus Christianum" yaitu terhisab ke dalam umat
Katolik-Portugis. Di sini faktor politik yang menyebabkan mereka menerima ajaran
baru.
5.
Metode Simon Vaz (rahib Fransiskan):
a. Di
tiap kampung yang menerima Kristen dibuat salib besar dan kemungkinan gereja.
b.
Imam-imam didatangkan dan misa hanya dijalankan para imam.
c.
Yang diajarkan adalah rumusan pokok iman Krsiten, Doa Bapa Kami, Keduabelas
Pasal Iman, Salam Maria.
6.
Tahun 1536 jemaat-jemaat Kristen dikalahkan oleh kerajaan Jailolo yang dibantu
Spanyol. Simon Vaz mati terbunuh, Don Joao tidak mau menyangkal iman, tetapi
banyak yang murtad karena penganiayaan.
7.
Panglima Antonio Galvao tahun 1536-1540 berhasil memulihkan keadaan di
Halmahera dan misi kembali berjalan. Begitu pula banyak tokoh masyarakat
Ternate yang menjadi Kristen. Tetapi pengganti Galvao sibuk dengan urusan
dagang, sehingga misi menjadi merosot.
8.
Tahun 1538 Portugis berhasil mengkristenkan Ambon (Maluku Selatan) di mana
Islam juga sudah masuk terlebih dahulu. Karena sukses mengalahkan Islam dari
Jawa yang ingin membantu kampung Islam di Ambon untuk mengalahkan kampung yang
belum Islam, maka kampung-kampung yang masih menganut agama nenek moyang
akhirnya memilih masuk Kristen. Ribuan orang dipabptis baik di Ambon maupun di
Halmahera Utara.
9.
Kesimpulan:
a.
Politik dan dagang yang menentukan maju dan mundurnya pekerjaan misi.
b.
Kemunduran misi karena terjadi perang antar kerajaan/kampung yang
berkelanjutan.
c.
Imam-imam sangat sedikit.
d.
Orang Portugis gagal menunjukkan contoh hidup Kristen yang baik.
BANGKITNYA
KONTRA REFORMASI DALAM HUBUNGAN DENGAN MISI DI ASIA
1.
Muncul Kontra Reformasi di Eropa. Kontra Reformasi adalah:
a.
Gerakan yang muncul di dalam gereja Katolik yang bermaksud memadamkan gerakan
Protestantisme yang dipelopori Marten Luther.
b.
Gerakan pembaharuan di dalam Katolik Roma yang menekankan bahwa negara bukan
pelayan gereja atau gereja bukan negara, di mana implikasinya kepada misi
Kristen. Jadi misi Kristen harus disebarluaskan terlepas dari apakah
menguntungkan atau tidak dari segi politik negara.
c.
Tahun 1540 Ordo Serikat Yesus didirikan oleh Ignatius de Loyola. Ia seorang
tentara yang kemudian mengabdikan dirinya menjadi pahlawan Allah dengan memakai
senjata rohani. Jadi dalam ordonya, ia mengembangkan disiplin kerohanian yang
dikenal dengan bukunya "Spiritual Exercises".
d.
Tujuannya adalah mengumpulkan dan menjadikan seluruh dunia dalam gereja
Kristus, yaitu Katolik. Di mana pengikutnya harus mengabarkan Injil kepada
orang bukan Kristen, menghancurkan penyesat dalam hal ini Protestan, dan
membimbing umat Katolik dalam kerohanian.
2.
Akibat gerakan ini muncul para misionaris yang memisahkan diri dari negara,
seperti Franciscus Xaverius (Ke Maluku, Jepang, Tiongkok), de Nobili ke India,
Matius Ricci ke Tiongkok.
3.
Para misionaris ini memiliki beberapa pendekatan:
a.
Mereka melakukan kritik terhadap negara dan membela hak-hak orang pribumi.
b.
Mereka tidak sekadar membaptis, tetapi dilanjutkan dengan pengajaran agama dan
bimbingan sampai dapat merayakan misa.
c.
Mereka adalah kelompok yang gigih di ladang misi yang rela mengorbankan nyawa
demi kebesaran gereja. Meskipun menghadapi aniaya, hidup miskin, penyakit dan
bencana mereka tetap bertahan.
d.
Cuma masih juga terjadi keterbatasan yaitu para misionaris ini masih di bawah
negara juga dengan sistem padroadonya, baptisan massal karena politik masih
berlangsung, pengajaran agama yang kurang masih merupakan kendala yang tidak
dapat diatasi.
FRANSISKUS
XAVERIUS KE MALUKU
1.
Fransiskus Xaverius (1506), seorang Spanyol yang menjadi murid pertama Ignatius
de Loyola. Datang ke Asia karena mengganti teman yang sakit tahun 1542.
2. Ia
tiba di Goa, India. Ia ditugaskan mleyani orang Portugis yang kehidupannya
bobrok. Tetapi selama dua tahun ia lebih berfokus kepada orang pribumi di Goa
bagian Utara.
3.
Kemudian dia berangkat ke Malaka setelah mendengar adanya peluang di Sulawesi
Selatan (di mana ia tidak pernah sampai di Sulawesi Selatan). Di Malaka, ia
belajar bahasa Melayu dan berangkat ke Maluku. Ia melayani selama 15 bulan
(1546-47) yang pelayanannya meliputi Ambon, Ternate, Halmahera.
4.
Kemudian dia ke Jepang, dan meninggal ketika berupaya memasuki Tiongkok tahun
1552. Dia dinyatakan sebagai santo (orang kudus) tahun 1622 oleh Gereja Katolik
Roma.
5. FX
dikenal sebagai orang yang sangat rajin, bersemangat, dan mempunyai strategi
misi yang baru:
a.
Pendidikan agama yang intensif dengan cara menghafal dan membuatkan syairnya
untuk dilagukan. Pendidikan berjalan satu tahun sampai orang-orang menghafall
isinya. Pendidikan agama meliputi rumusan pokok iman Kristen, pengakuan iman
rasuli, Doa Bapa Kami, Slaam Maria, Ke Sepuluh Firman, dsb.
b. Ia
berkeliling desa pada malam hari dan mengajak berdoa (doa Katolik seperti
mendoakan orang mati agar melewati api penyucian dan mewartakan pertobatan)
c. Ia
bersahabat dengan orang Islam di Ternate
d. Ia
mengunjungi daerah Kristen yang lama terlantar yaitu di Halmahera.
e. Di
Ambon dia memakai jurubahasa untuk pelayanannya.
f. Ia
juga berkeliling dari rumah ke rumah untuk mewartakan pertobatan dan mendoakan
orang sakit, dan mengajar orang Kristen untuk berdoa.
g. Ia
langsung membaptis orang yang percaya dengan cepatnya. Ia menyadari perlunya
bimbingan lanjut, maka dia mengangkat beberapa pengajar dari antara mereka yang
paling maju pengetahuannya.
h. Ia
minta didatangkan imam-imam untuk melayani ribuan orang yang percaya.
6.
Pelayanan FX berlanjut ke Leitimor, Pulau Seram, Saparua, Nusa Laut. Namun
pelayanan di sini kurang berhasil.
7. Ia
hanya perintis, kemudian meninggalkan Maluku menuju Jepang. Ia sangat dicintai
orang di Maluku sehingga orang menangis waktu meninggalkan Malku. Banyak cerita
ajaib yang melegendakan FX seperti doa minta hujan di Saparua, salib yang
hilang ditemukan dan dikembalikan oleh kepiting besar
AKHIR
MISI KATOLIK (PORTUGIS) DI INDONESIA
1.
Tahun 1570 kekuasaan Portugis sudah mundur, sehingga mempengaruhi pekerjaan
misi Katolik juga.
2.
Kejatuhan dimulai dengan dibunuhnya Sultan Hairun di benteng Portugis.
Akibatnya adalah orang Kristen dianiaya, ribuan orang murtad. Portugis dibenci,
jumlah orang Kristen berkurang, misi tinggal sedikit. Begitu surut kekuasaan
Portugis yang berakibat surutnya kekristenan di Maluku.
3.
Belanda ikut andil dalam menghancurkan kekuasaan Portugis dan mengambil alih
orang Katolik dan menjadikan mereka Prostestan.
4.
Portugis menyingkir ke Pulau Timor dan Flores yang sampai saat ini Katolik
masih dominan di daerah tersebut.
PERKEMBANGAN
KATOLIK DI MALUKU UTARA (1547-AKHIR ABAD KE-18)
1.
Dalam tahun sesudah 1547 sampai 1570 usaha misi semakin berkembang karena
daerah yang semakin luas dan juga Serikat Yesus menjadikan Ternate sebagai
daerah misi mereka.
2. Tetapi
pada zaman ini juga gereja mengalami banyak penderitaan karena persoalan
politik. Ini terjadi karena penduduk Ternate kebanyakan beragama Islam, dan
Serikat Yesus terikat pada pemerintahan Portugis di sana.
3.
Pergolakan politik terjadi Sultan Hairun ingin memperbesar kerajaannya meliputi
seluruh Maluku. Pada prinsipnya Sultan Hairun tidak menyukai Portugis karena:
a.
Bila ada daerah yang menjadi Kristen maka akan menjadi rintangan bagi Hairun
untuk mewujudkan ambisinya.
b.
Dia ditangkap dua kali oleh Portugis tanpa sebab yang jelas sehingga
mempermalukan dia yang baginya merupakan penghinaan. Tetapi dia tidak mau
pangkalan Portugis pindah karena faktor dagang.
4.
Perkembangan misi banyak bergantung kepada faktor politik antara kerajaan
Ternate dan kerajaan-kerajaan lainnya serta Portugis. Jadi bila Ternate
berperang dengan kerajaan lain baik yang Islam maupun agama suku, maka mereka
meminta bantuan Portugis dan bersekutu dengan Portugis berarti menerima agama
mereka.
5.
Usaha misi yang paling maju adalah di Halmahera Utara dan Morotai. Tetapi
karena Hairun mendapat penghinaan Portugis di mana dia ditawan dan cengkehnya
dirampas, maka dia membalas dengan menganiaya orang-orang Kristen. Orang
Halmahera dipaksa untuk masuk Islam, termasuk yang meninggal adalah Don Joao,
kepala suku Mamuya. Tetapi perkembangan misi tidak dapat dibatasi. Pada tahun
1565 jumlah kampung Kristen sebanyak 47 buah dengan jumlah 84.000 jiwa.
6.
Pergolakan politik tambah memanas ketika Raja Bacan dibaptis dan beberapa
keluarga dari kerajaan Tidore juga dibaptis. Ini membuat Sultan Hairun semakin
bertekad untuk mengalahkan Portugis.
7.
1568/1569 adalah masa puncak perkembangan misi, tetapi tahun 1570 terjadi
pembunuhan terhadap Sultan Hairun oleh panglima Portugis. Anak sultan kemudian
membalas dengan memerangi Portugis sehingga orang Portugis yang kalah dan yang
tersisa terpaksa mengungsi ke Ambon dan Tidore. Pekerjaan misi ikut terkena
imbasnya, terutama dianiayanya orang-orang Kristen di Halmahera. Banyak orang
yang murtad karenanya. Dan gereja di Halmahera dapat dikatakan hancur. Jemaat
di Bacan dan Tidore dalam jumlah kecil masih eksis di bacan dan Tidore selama
berpuluh-puluh tahun.
8.
Tahun 1580, Portugis yang dibantu Spanyol menyerang kembali Ternate dan
berhasil ditaklukkan tahun 1606. Dari tahun ini sampai 1613 misi dapat
dijalankan lagi di Halmahera.
9.
Tahun 1613 misi kembali mengalami kemunduran karena Portugis mulai terdesak dan
kali ini dikalahkan oleh Belanda. Kedatangan Belanda menyebabkan pekerjaan misi
runtuh, karena Belanda lebih mementingkan perdagangan dan tidak memikirkan
penginjilan. Kalaupun ada Kristen Protestan di Ternate, itu hanya merupakan
jemaat benteng saja yaitu orang Belanda sendiri, serta orang Indonesia yang
merupakan pegawai kompeni.
PERKEMBANGAN
MISI KATOLIK DI MALUKU SELATAN (1538-1605)
1.
Tahun 1538 ada tiga kampung yang menerima kekristenan dan beberapa tahun
kemudian menjadi tujuh kampung. Tujuh kampung ini berada di Leitimor.
2.
Pekerjaan misi berkembang terus sehingga sebagian besar kampung-kampung Ambon
meneriman kekristenan, begitu juga di kep. Lease, serta di Pulau Buru yang
mencapai ribuan orang.
3.
Yang menarik adalah walaupun para misi sedikit, penginjilan berjalan terus.
Bahkan dalam 20 tahun, imam hanya melayani dalam 5-6 tahun, selebihnya hanya
dilayani oleh orang lokal yang telah maju dalam katekisasinya. Alasan para imam
ini sedikit karena kesulitan imam dalam menyesuaikan diri, karena mati sahid,
bahkan karena musibah tenggelam, dsb.
4. FX
mengangkat beberapa tenaga pengajar pribumi yang dinamakan "katekit"
di mana mereka menjadi tulang punggung dalam mempertahankan jemaat Kristen
manakala para imam tidak ada.
5.
Tahun 1557 Ternate menyerang Ambon dan berusaha menganiaya dan memaksa orang
Kristen kepada Islam. Banyak yang murtad, tetapi banyak juga yang bertahan.
Sebenarnya pada awalnya bukan konflik agama, tetapi pergolakan antar kampung
serta persaingan dengan Ternate dan Tidore, tetapi kemudian dikaitkan dengan
masalah agama.
6.
Tahun 1569/70 misi berhasil membaptis sekitar 8000 orang dan kekristenan
berkembang sampai ke Seram Selatan. Ketika Belanda berhasil menguasai Ambon
dari Portugis tahun 1605, maka jumlah orang Kristen di Ambon, Lease dan Seram
adalah 16.000 orang.
7.
Gereja tidak betumbuh sebagaimana mestinya. Gereja tidak bertambah dan jemaat
tidak terurus. Ini dikarenakan:
1.
Penggembalaan tidak berjalan dengan baik terutama di kampung kampung dan
pedalaman yang jauh dari benteng Portugis.
2.
Tidak ada upaya untuk mendidik tenaga pribumi untuk menjadi imam/pastor.
3. Perang
yang seringkali terjadi.
II. GEREJA DI INDONESIA PADA JAMAN VOC
LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BELANDA
1.
Tahun 1605 VOC (organisasi dagang Belanda) berhasil merebut benteng Portugis
yang ada di Ambon dan Banda.
2.
Belanda datang membawa pengaruh yaitu damainya kampung-kampung yang berperang
di Ambon dan Lease.
3.
Misi VOC adalah perdagangan dan mereka menggantikan Portugis dalam menguasai
perdagangan rempah-rempah. Belanda memakai kekuatan militer dalam menguasai
perdagangan rempah-rempah sehingga mengalahkan Banda, Hitu, Seram Barat. Pusat
produksi rempah-rempah dipusatkan di Ambon-Lease, dan Banda. Sedangkan di
daerah lain dihancurkan oleh VOC (sistem hongi yaitu penghancuran pohon oleh
VOC).
4.
VOC juga meminta penduduk yang beragama Katolik pindah ke agama Protestan. Jadi
penduduk yang beragama Katolik pada zaman Portugis menjadi Protestan pada zaman
Belanda. Prinsipnya "yang mempunyai negara, menentukan agama".
5.
Cuma masalahnya VOC belum memiliki tenaga pendeta/misi yang melayani orang
Kristen di sana, dan yang ada hanyalah seorang "penghibur orang
sakit."
6.
Orang Kristen di sana tetap setia dalam kekristenan walaupun pelayanan rohani
kurang, bahkan daerah pedalaman dan pulau lain terlantar.
7.
Tahun 1607 kapal-kapal Belanda membawa mantri kesehatan yang kemudian membuka
sekolah dengan pengajaran agama dan pelajaran membaca dan berhitung.
8.
Tahun 1612 datanglah pendeta pertama tiba di Ambon, dan sejak itu terus
didatangkan pendeta-pendeta untuk Ambon. Daerah pedalaman mendapat sistem
perkunjungan setiap dua atau tiga kali setahun.
9.
Kehidupan rohani di pedalaman tidak terlalu mendapat perhatian dan hanya
dilayani oleh guru-guru sekolah. Penduduk di negeri-negeri minta juga supaya di
tiap daerahnya ada sekolah. Permintaan dipenuhi dan guru sekolah adalah juga
guru jemaat. Mereka berkhotbah tetapi hanya membacakan khotbah yang telah
diberikan oleh pendeta Belanda.
10.
Para pelayan mulai memadai dan pelayanan rohani mulai juga teratur sehingga
jemaat berkebang di Ambon-Lease. Pada tahun 1700-an jumlah jemaat menjadi
33.000 jiwa dari 16.000 pada zaman Portugis. Tiap daerah/negeri dibangun
gereja.
11.
Cara penggembalaan:
1.
Ada ibadah rutin setiap minggu dengan bahasa Melayu.
2.
Tata ibadah memakai tata cara gereja Belanda
3.
Sakramen Perjamuan Kudus dilaksanakan beberapa kali setahun.
4.
Pendeta mengajakan perkunjungan penggembalaan ke daerah-daerah.
5.
Doa malam tiga kali seminggu yang sekaligus berfungsi sebagai katekisasi karena
adanya penghafalan pokok-pokok iman Kristen.
12.
Strategi yang terpenting adalah menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Melayu.
Yang pertama kali berhasil diterjemahkan adalah Injil Matius tahun 1629. Tahun
1668 PB selesai diterjemahkan seluruhnya. Dan tahun 1731-1733 seluruh Alkitab
diterjemahkan dengan nama Terj. Leydecker sesuai nama penerjemahnya.
13.
Selain itu diterjemahkan juga buku-buku katekisasi, buku pembinaan, doa-doa,
formulir-formulir, serta khotbah-khotbah, dll.
14.
Bahasa yang dipakai dalam penerjemahan adalah Bahasa Melayu karena umumnya
dipakai sebagai bahasa perdagangan di Indonesia, dan bahasa daerah miskin kata.
15.
Pdt. Heurnius yang tertarik menggunakan Bahasa Ambon dan melakukan banyak
penerjemahan sehingga banyak juga yang tertarik dengan kekristenan. Tetapi
kemudian Bahasa Ambon tersingkir dan digantikan dengan Bahasa Melayu.
16.
Bagaimana dengan orang Belanda melihat agama suku? Umumnya bersifat negatif
karena dianggap sebagai kekafiran sehingga dimusnahkan. Namun dengan larangan
dan tanpa pengertian yang jelas akan kekristenan akhirnya menghasilkan
sinkretisme. Misalnya, air baptisan diminum, roti Perjamuan Kudus dibawa pulan
dan dijadikan obat,dst. Jadi nampaknya kekristenan menguasai orang Mabon,
tetapi sebenarnya keyakinan yang dahulu tetap eksistensinya.
17.
Walaupun ada bentuk sinkretisme, terdapat juga upaya penyesuaian kekristenan
dengan agama setempat dan kebudayaan menyesuaikan diri dengan kekristenan.
Inilah upaya indigenisasi.
18.
Pada tahun 1590-an VOC berhasil menguasai Banda yang penduduknya adalah
beragama Islam. Penduduk ditaklukkan, dibunuh dan diusir. Sebagai gantinya
didatangkan orang-orang pendatang ke Banda yang mana merupakan orang Kristen.
19.
Ada upaya penginjilan yang dilakukan untuk orang Banda, namun tidak terlalu
membuahkan hasil malah terjadi perang dengan kelompok Islam yang masih ada.
20.
Sejak tahun 1635 gereja berkembang di Kei, Aru, Tanimbar dan pulau-pulau
Selatan Daya.
21.
Tahun 1780 kekuasaan VOC merosot yang berakibat pula kemorostan kekristenan
karena para pendeta sudah tidak lagi menangani jemaat. Kehidupan gereja
berjalan oleh tenaga pribumi yang dikenal dengan guru jemaat yang sekaligus
adalah guru sekolah. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1815 sampai
kedatangan Joseph Kam.
KERISTENAN
MASUK SULAWESI UTARA DAN SANGIHE TALAUD (1563-1800)
1.
Latar belakang politisnya adalah Sultan Hairun dari Ternate ingin memperluas
daerah kekuasaannya sampai Minahasa. Namun Portugis tidak rela dan mendahului
pergi ke sana.
2.
Portugis tiba di Manado yang disebut Manado-lama yang ada terletak di
pulau-pulau kecil lepas pantai Minahasa pada bulan Mei 1563 dan juga didampingi
seorang imam yaitu Pater Magelhaes.
3.
Pekerjaan misi disambut oleh raja dan rakyatnya sehingga dalam tempo dua minggu
raja dan 1500 rakyatnya dibaptis. Kemudian dibaptis juga raja Pulau Siau yang diikuti
oleh rakyatnya beberapa tahun kemudian.
4.
Pater Magelhaes juga membaptis di Kaidipan (daerah pantai Utara daerah
Gorontalo) sebanyak 2000 orang.
5.
Begitu pula beberapa tahun kemudian misi Yesuit berhasil membaptis banyak orang
di Sangihe Talaud.
6.
Tetapi kelemahan yang paling mencolok adalah para misionaris hanya membaptis,
tetapi tidak melayani sehingga mereka kembali hidup dalam kekafiran. Itu
sebabnya misi Yesuit memutuskan untuk perlu pelayanan pengajaran yang mantap
sebelum dibaptis.
7.
Akibat suasana politik di Ternate di mana Portugis mengalami kemunduran, maka
misi juga ditarik, sehingga baru dapat dilayani tahun 1585. Namun keadaan tidak
diduga bahwa "kekristenan telah lenyap", baik karena pelayanan
lanjutan yang tidak ada maupun karena berhasilnya Ternate menyerbu Minahasa dan
Sangihe Talaud. Hanya beberapa yang tersisa di Siau dan Manado.
8.
Pekerjaan misi kembali dimulai setelah Spanyol berhasil merebut Maluku Utara
tahun 1606.
9.
Tahun 1619 pelayanan misi diarahkan ke pedalaman Minahasa yaitu di Tondano dan
Tomohon. Misi ini gagal karena ketika mereka tiba, panen gagal sehingga mereka
ditubuh penyebabnya. Di samping itu kegagalan karena beberapa misionaris ada
yang meninggal karena sakit, mati sahid dibunuh, dan musibah tenggelam.
10. Tahun
1644 VOC masuk ke sana tahun 1644 dan orang Katolik di sana berpindah ke
Protestan.
11.
Tahun 1666 VOC membangun benteng di Manado karena dijadikan gudang perbekalan,
sedangkan Sangihe Talaud VOC memerlukan cengkeh mereka.
12.
Tahun 1677 VOC berhasil menguasai Sangihe Talaud dan Raja Siau yang menguasai
sebagaian kepulauan Sangihe berpindah masuk Protestan.
13.
Ketika Belanda masuk Manado-lama ada 500 orang Kristen di sana, dan di Minahasa
ada 2.500 orang Kristen pada tahun 1705. Sedangkan di Sangihe Talaud orang
Kristen mencapai 10.000 jiwa sampai tahun 1677.
14.
Sayangnya walaupun telah banyak orang Kristen di sana, ternyata pendeta Belanda
yang datang hanya datang berkunjung melayani sewaktu-waktu dan tidak ada yang
menetap di sana. Kekristenan menjadi lemah karenanya, sehingga sinkretisme
terjadi. Proses pengkristenan sesungguhnya tidak terjadi pada abad ke 17 dan 18
di Minahasa. Apalagi setelah VOC merosot pada akhri abad ke 18 sama sekali
orang Kristen di sana menjadi terlantar.
KEKRISTENAN
DI NUSA TENGGARA TIMUR (1556-AWAL ABAD 19)
1.
Negara kolonial seperti Portugis dan kemudian Belanda tertarik ke NTT karena
terkenal dengan kayu cendananya. Portugis berhasil membangun pusat perdagangan
di Pulau Solor, sebeah timur kepulauan Flores.
2.
Tahun 1556 seorang misionaris dari ordo Dominikan yaitu Antonio Taveira
berhasil membaptis 5.000 orang di Timor dan juga banyak jiwa di Larantuka.
3.
Ordo Dominikan agak berbeda dengan ordo Yesuit dan Fransiskan di mana ordo
Dominikan melakukan pelayanan kepada orang kaya dan bahkan menjadi pengusaha,
sedangkan ordo Yesuit dan Fransiskan adalah ordo yang memelopori kehidupan
disiplin dan sederhana.
4.
Pater-pater yang ada kemudian membangun benteng di Solor dan menjadi pemimpin
pemerintahan. Begitu pula ketika kekristenan berkembang, mereka mengirim dua
orang untuk studi keimaman di Malaka. Sayang setelah mereka kembali ternyata
mereka murtad.
5.
Pada akhir abad ke 16 jumlah orang yang dibaptis telah mencapai 25,000 jiwa
dengan pusat agamanya adalah di Solor. Di Solor inilah terdapat komunitas orang
Portugis, orang pribumi yang sudah Katolik, di mana ada beberapa gereja dan
sekolah di sekitar benteng itu.
6.
Tahun 1613 misi Katolik mengalami kemunduran akibat dari kedatangan Belanda
yang berhasil merebut benteng Solor. Setelah tahun berikutnya perang masih
terjadi dengan melibatkan penduduk lokal yang pro Belanda dan pro Portugis.
Bila Portugis menang, maka misi Katolik mengalami kemajuan, dan sebaliknya.
Tampaknya Belanda akan menjadikan penduduk di sana Protestan. Tetapi hal itu
tidak terjadi karena diizinkannya para pater Katolik tinggal di sana. Ini
dikarenakan Belanda tidak menganggap NTT penting dari segi perdagangan.
7.
Para pater Katolik kemudian mejadikan Larantuka sebagai "negara"
Portugis yang mana merupakan pangkalan agama Katolik. Para pater adalah
pemimpinnya, dan terlibat dalam perdagangan dan menguasai bisnis, sehingga
mereka sangat kaya dan juga mempunyai gundik.
8.
Protestantisme akhirnya mendapat tempat di hati penduduk yang ada di Timor
(Kupang). Sejak tahun 1670 sudah dikirim pendeta Belanda ke Kupang dan
didatangkan lagi tahun 1687. Namun perkembangan kekristenan cukup lambat, hanya
ada satu-dua raja yang dibaptis. Sampai tahun 1719 baru ada 84 orang Kristen di
sana. Dan tahun 1753 berjumlah 1300 jiwa.
9.
Tahun 1740-an terjadi gerakan masal kepada agama Kristen yang terjadi di Pulau
Roti dan di Pulau Sawu. Ada ribuan orang yang dibaptis pada waktu itu.
10.
Tahun 1749 terjadi peristiwa ajaib ketika Portugis menyerang Kupang. Dan semua
penduduk maju melawan Portugis setelah mendengarkan Firman Tuhan. Portugis
mundur dan wibawa Balanda semakin meningkat di Timor.
11.
Tahun 1770 perkembangan kekristenan terhambat ketika VOC mulai bangkrut
sehingga tidak ada pendeta yang melayani jemaat-jemaat di Timor.
III. GEREJA DI INDONESIA PADA JAMAN BELANDA (Pasca
Zaman V.O.C.)
KEADAAN UMUM
1. Sejak abad
ke-18, sebagian besar pulau Jawa dikuasai oleh orang-orang Belanda secara
langsung. Setelah VOC bubar (1799), sampai tahun-tahun 1820-an, keadaan politis
adalah tidak tetap : pemerintah-Belanda yang mengganti VOC, diusir oleh
orang-orang Inggeris (1811), tetapi lima tahun kemudian orang-orang Belanda
kembali lagi (1816).
2. Belanda
menghadapi peperangan di Jawa (Perang Diponegoro, 1825-1830) dan di Eropa
(1830-1839). Akibatnya, perbendaharaan negara Belanda kosong, dan tenaga
orang-orang Jawa dikerahkan untuk mengisinya kembali melalui sistem Tanam
Paksa. Sistim itulah yang menentukan kebijaksanaan pemerintah Belanda di Jawa
mulai dari tahun-tahun 1830-an sampai 1860-an.
3. Negeri
Belanda membutuhkan uang, oleh
karena itu pemerintah enggan mengizinkan lembaga-lembaga zending bekerja di
Jawa selama masa itu, dan sesudah itu pun pekerjaan mereka sering mengalami
rintangan dari pihak para pejabat pemerintah.
KEADAAN
BIDANG KEAGAMAAN
1. Dalam abad
ke-16, pedalaman Jawa sudah diislamkan. Di ujung Timur pulau itu, agama Hindu
masih bertahan sampai sekitar tahun 1770. Tetapi Kompeni mengusir orang-orang
Bali dari sana, sehingga daerah itu pun dimenangkan bagi Islam.
2. Di
tengah-tengah masyarakat Jawa Islam,
corak berpikir dari zaman sebelum kedatangan Islam, sempat hidup terus. Di satu
pihak, seluruh hidup orang-orang Jawa, khususnya di desa-desa, tetap diatur
oleh adat. Di lain pihak, banyak orang Jawa terpengaruh oleh kebatinan. Orang-orang
ini mempersoalkan nilai upacara keagamaan, kunjungan ke tempat-tempat ibadah,
kitab-kitab suci dan sebagainya. Bagi mereka, hal-hal ini bersifat
"lahiriah" dan dengan demikian lebih rendah martabatnya daripada
hal-hal "batiniah", yaitu ibadah dalam hati.
3. Mereka
memandang agama sebagai "ngelmu", "ilmu", yaitu pengetahuan
rahasia yang memberi kekuatan batin kepada yang memilikinya. Rupanya justru
dalam abad ke-19 dunia rohani orang Jawa mengalami pergolakan yang besar dan
banyak orang yang berjalan keliling Jawa untuk mencari "ngelmu" baru.
Perlu dicatat bahwa pengaruh kebatinan ini lebih besar di Jawa Timur dan Tengah
daripada di Jawa Barat.
AGAMA KRISTEN
DI JAWA (±
1815)
1. Sekitar tahun
1815, penganut-penganut agama Kristen hanya terdapat dalam golongan orang yang
bukan-Jawa : orang-orang Belanda serta keturunan mereka, dan sejumlah orang
yang berasal dari Indonesia Timur.
2. Orang-orang
Kristen ini terutama terdapat di ketiga kota besar di pantai Utara : Surabaya,
Semarang dan Batavia. Tetapi ada juga yang hidup di pedusunan, misalnya sebagai
pengusaha di bidang perkebunan dan tuan tanah.
3. Sekitar tahun
1815, orang Jawa atau Sunda yang beragama Kristen boleh dikatakan tidak ada.
Jemaat-jemaat Kristen di kota-kota besar, dan orang-orang Kristen yang berserak
itu hidup terpencil dan tidak merasa terpanggil untuk menyebarkan Injil kepada
massa orang pribumi di sekitar mereka. Anggota-anggota jemaat Depok malah
dilarang bergaul dengan penduduk desa-desa tetangga yang beragama Islam.
KEGIATAN PEKABARAN INJIL
1. Gereja tidak
melakukan pekabaran Injil, dan negara tidak mengizinkan lembaga-lembaga PI dari Eropa mengisi lowongan itu.
Oleh karena itu, pekabaran Injil di pulau Jawa harus berpangkal pada beberapa
orang Kristen perorangan.
2. Di daerah
Jawa Timur ada Bapa Emde serta kelompoknya (mulai dari tahun 1851) di Surabaya,
dan Coolen di Ngoro (sejak ± tahun 1830). Di Jawa Tengah terdapat beberapa
isteri pengusaha Eropa di pedalaman, a.l. ny. Philips (tahun 1850-an). Di Jawa
Barat, kita menemukan sejumlah anggota jemaat GPI di Batavia, a.l. mr Anthing
(mulai dari tahun 1850-an). Tokoh-tokoh perintis ini memperkenalkan Injil
kepada sejumlah orang Jawa.
3. Di antara
mereka ini tampil pula tokoh-tokoh yang giat menyiarkan Injil di tengah teman-teman
sebangsanya, a.l. Paulus Tosari (1813-1882, Kristen sekitar 1840); Tunggul
Wulung (± 1803-1884, Kristen sek. 1853) dan Sadrach (1840-1924, Kristen sek.
tahun 1855). Khusus di Jawa Barat, Mr. Anthing dibantu juga oleh sejumlah
penginjil yang berasal dari daerah di sekitar Batavia.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TIMUR: EMDE
1. Di Jawa Timur, kegiatan PI dimulai oleh seorang Jerman yang
telah merantau ke Indonesia. Bapa Emde (1774-1859) adalah seorang pietis dari
Jerman yang berlayar ke Indonesia untuk melihat dengan mata kepala sendiri,
apakah benar bahwa perkataan dalam Kej. 8:22 tentang musim dingin dan musim
panas.
2. Ia menetap di Surabaya, di mana
ia bekerja sebagai tukang arloji. Di situ ia dikunjungi oleh Joseph Kam, ketika
sedang dalam perjalanan ke Maluku. dan
kunjungan Kam itu membangkitkan semangat misioner pada Emde.
2. Emde lalu mendirikan suatu perkumpulan PI (1815) dan mengadakan
pertemuan-pertemuan keagamaan di rumahnya. Alat-alat untuk PI diperoleh dari Bruckner, seorang
pekabar Injil yang telah diutus ke Jawa bersama Kam, menjadi pendeta di
Semarang, tetapi kemudian beralih ke lembaga PI Baptis Inggeris, yang pada tahun
1792 didirikan oleh William Carey.
3. Bruckner telah mengarang selebaran-selebaran
dalam bahasa Jawa, dan Emde mendesak dia agar menterjemahkan P.B. ke dalam
bahasa Jawa. Terjemahan itu selesai dicetak pada tahun 1831, tetapi langsung
disita oleh pemerintah.
4. Namun Emde sebelumnya sudah
menerima beberapa bagian terjemahan tersebut dalam bentuk salinan tangan, dan
itu disebarkannya, bersama isteri dan anak-anak perempuannya, bersama dengan
selebaran-selebaran, dengan menyodorkannya kepada orang-orang yang kebetulan
liwat atau dengan menempelkannya di tempat-tempat ramai.
5. Mula-mula pekerjaan Emde itu
tidak banyak membawa hasil. Pendeta GPI di Surabaya memandang dia sebagai
saingan dan mengadukannya kepada pemerintah. Akibatnya, Emde harus meringkuk
dalam penjara selama beberapa minggu. Hal ini terjadi pada tahun 1820; di
kemudian hari sikap GPI menjadi lebih positif. Tetapi di kalangan orang-orang
Jawa juga pekerjaan Emde pada mulanya tidak mendapat sambutan yang hangat.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TIMUR: COOLEN
1. Pada masa itu di Jawa Timur
telah muncul pusat penyiaran agama Kristen yang kedua. Pusat kedua ini ialah
Ngoro, dan pemimpinnya ialah Coolen (1775-1873).
2. Coolen lahir dari keluarga
Belanda, tetapi ibunya adalah puteri bangsawan Jawa. Dari ibunya itu
diwarisinya tradisi kebudayaan Jawa, sehingga ia menguasai wayang, musik dan
tari-tarian Jawa.
3. Pada tahun 1827, ia memperoleh
kawasan hutan yang luas, kira-kira 60 Km dari kota Surabaya. Pembukaan hutan
itu berhasil baik. Banyak orang Jawa datang ke sana dan diberi tanah dengan
syarat yang lunak. Ngoro menjadi desa yang sangat makmur, yang pada waktu
kelaparan melanda Jawa Timur dapat membagi beras kepada ribuan orang.
PI oleh Coolen
1. Di Ngoro tidak ada paksaan dalam
hal agama. Coolen menyuruh orang membangun sebuah mesjid. Tetapi dalam memimpin
desanya, iapun tetap bertindak sebagai seorang Kristen. Apabila seseorang
hendak membajak sawahnya, Coolen diminta untuk membuka alur pertama. Maka ia
memegang alat luku sambil menyanyikan : "O gunung Semeru, o Dewi Sri, berkatilah
karya tangan kami. Dan di atas segala-galanya kami pohonkan karunia dan
kekuatan dari Yesus, yang kekuasaanNya tiada bertara".
2. Beberapa di antara orang-orang
yang datang ke Ngoro adalah orang yang pernah melakukan kejahatan. Coolen
mengizinkan mereka menetap di Ngoro, tetapi ia berusaha untuk menunjuk jalan
kepada mereka supaya memperbaiki diri. Kepada mereka diberitahukannya
"ilmu Kristen" tentang pelepasan manusia dari dosa oleh Juruselamat
dunia.
3. Pada hari-hari Minggu, Coolen
mengadakan kebaktian di pendopo rumahnya sendiri : di situ ia berdoa dan
membacakan suatu pasal dari Alkitab, lalu orang mengangkat nyanyian serta orang
dengan gaya tembang. Selanjutnya sepanjang hari Minggu, orang menghabiskan
waktunya dengan bermain gamelan, dengan wayang dan dikir, yakni
mengulang-ulangi rumus-rumus Kristen (Doa Bapa Kami dan sebagainya) dengan cara
yang dipakai juga oleh santri-santri Islam.
4. Pada hari-hari lain, pada sore
harinya, Coolen mengajarkan agama Kristen dan rumus-rumus Kristen kepada mereka
yang berminta. Dengan cara itu terbentuklah suatu jemaat Kristen. Coolen
mengangkat seorang pengantar jemaat, yang disebut Kyai penghulu, dan dua orang
penatua. Anggota-anggota jemaat ini mempunyai banyak hubungan ke luar, yaitu
dengan teman-teman sebangsanya dari desa-desa lain; terhadap teman-temannya itu
mereka memuji "ilmu" Coolen, sehingga orang datang dari jauh untuk
"mengadu ilmu" dengannya, dan kalau mereka kalah, maka mereka berguru
pada Coolen.
5. Tetapi semuanya ini berlangsung
tanpa ada hubungan dengan pendeta serta jemaat GPI di Surabaya. Pun sakramen
baptisan dan perjamuan tidak dilayankan di Ngoro.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TIMUR: KELOMPOK WIYUNG
1. Di desa Wiung, yang letaknya
tidak jauh dari Surabaya, ada suatu kelompok orang yang taat beragama. Mereka
biasa berkumpul dalam rumah modin desa itu, yang bernama Pak Dasimah. Pada
suatu hari salah seorang anggota kelompok ini membawa-serta sebuah buku kecil
dalam bahasa Jawa yang diberikan kepadanya oleh seorang perempuan keturunan
Eropa di Surabaya. Katanya, ia enggan mengambilnya, tetapi akhirnya dengan
setengah terpaksa buku itu diterimanya juga. Pak Dasimah membukanya dan heran
sekali ia melihat kata-kata yang pertama : "Inilah permulaan Injil tentang
Yesus Kristus......"(Mrk 1:1). Ia tidak begitu suka akan isinya, tetapi
karena buku itu agaknya mengandung hal-hal keagamaan yang belum dikenalnya maka
ia tidak membuangnya melainkan membuatnya menjadi pokok pembicaraan dalam
kelompoknya.
2. Kemudian sekitar tahun 1834,
seorang anggota kelompok Wiung bertemu dengan seorang kyai yang telah berguru
pada Coolen. Kyai ini mengucapkan sebuah rapal yang isinya tidak lain melainkan
Keduabelas Pasal Iman. Pengunjung dari Wiung itu teringat akan buku yang telah
dikenalnya di sana, dan ia cepat pergi membawa berita ini kepada Pak Dasimah.
Setelah mengetahui bahwa rapal itu asalnya dari Ngoro maka pak Dasimah beserta
sejumlah temannya berjalan ke sana meminta "toya wening", air jernih
(hidup). Coolen menyambut mereka dengan ramah dan selama sepuluh hari mereka
sempat menerima pengajaran agama Kristen seperti yang diberikan di Ngoro.
3. Setelah itu mereka pun pulang,
tetapi di Wiung ajaran itu tetap menjadi pokok renungan dan pembicaraan bagi
mereka, dan setiap tahun mereka kembali ke Ngoro. Dalam pada itu, Pak Dasimah
menyebarkan "ilmu" baru yang telah diperolehnya dengan cara yang
sudah dilihatnya di Ngoro, yaitu melalui wayang.
4. Setelah
lima tahun mendapat kunjungan dari orang-orang Wiung, Coolen merasa sayang
melihat mereka harus menempuh jarak yang jauh itu. Ia memberi mereka nasehat
agar pergi ke Surabaya mencari seorang Kristen bernama nyonya Emde.
Pak Dasimah lalu pergi berkunjung
kepada Emde. Ia ini heran sekali karena sama sekali belum mengetahui tentang
kelompok di Wiung. Soalnya ialah bahwa orang-orang Jawa yang telah masuk
kelompok Emde di Surabaya itu adalah orang-orang kota. Mereka biasanya menjadi
pembantu rumah tangga pada keluarga-keluarga Eropa, dan tidak berhubungan
dengan lingkungan rohani yang didalamnya orang-orang Wiung hidup. Dan sesudah
menjadi orang Kristen dan menerima baptisan (di tengah-tengah jemaat GPI) maka
mereka lebih jauh lagi dari dunia kerohanian Jawa-asli. Sebab Emde memandang
perlu bahwa mereka, bersama dengan agama orang Eropa, menerima juga
adat-kebiasaan Eropa. Mereka diharuskan memotong rambut, menggantikan sarungnya
dengan celana, melepaskan keris-kerisnya; mereka tidak boleh lagi menonton wayang,
mendengarkan gamelan, menyelenggarakan selamatan, dan sebagainya, sebab hal-hal
itu dipandang sebagai kekafiran.
Coolen mengabarkan Injil sambil
memberinya wujud Jawa; Emde menggabungkan erat-erat agama Kristen dengan
kebudayaan Eropa. Hanya dalam satu hal itu ia berbeda dengan orang-orang Eropa
lainnya (juga dengan banyak tokoh zending di zaman kemudian) dan bertindak sama
seperti Coolen: ia sama sekali memperlakukan orang-orang Jawa selaku sesamanya,
bukan sebagai manusia yang bertingkat lebih rendah.
5. Di
Surabaya, Pak Dasimah dan kawan-kawannya belajar juga mengenai baptisan. Mereka
merasa bahwa Coolen belum memberitahukan "ilmu Kristen" kepada mereka
dengan sepenuhnya. Untuk mengisi kekurangan itu, mereka minta dibaptis dan
permintaan itu dikabulkan. Pada bulan Desember 1843 tigapuluhlima orang Jawa
dibaptis oleh pendeta GPI di Surabaya. Mereka semua diberi nama baru, yang
diambil dari dalam Alkitab.
Tetapi Coolen sama sekali tidak
senang mendengar hal itu. Ia memalukan orang yang sudah dibaptis dan yang berambut
pendek itu, dan melarang mereka untuk tetap tinggal di Ngoro. Namun demikian,
dalam tahun-tahun berikutnya beberapa ratus orang penduduk Ngoro pergi ke
Surabaya untuk dibaptis pula.
Dalam hal ini kita amati suatu
ironi: orang Kristen Jawa menolak bentuk agama Kristen yang telah disesuaikan
dengan kebudayaan Jawa dan mereka berpaling kepada agama Kristen gaya Emde yang
justru menolak seluruh kebiasaan Jawa! Gejala seperti ini nampak pula di
daerah-daerah lain dan dalam zaman kemudian. Salah seorang di antara mereka
yang meminta untuk dibaptis ialah Paulus Tosari (1813-1882). Ia ini pernah
belajar di pesantren, tetapi kemudian menempuh jalan yang kurang baik. Setelah
mengatasi krisis ini, ia mendengar tentang "ilmu" yang dapat diperoleh
di Ngoro. Perkataan Yesus dalam Matius 5:3 menjadi
pegangan dan pedoman hidup baginya. Sekitar tahun 1840, Tosari pindah ke Ngoro
dan setelah berguru lagi pada Coolen, iapun diberi tugas memimpin
kumpulan-kumpulan pada hari Minggu dan Kamis malam.
Coolen
tidak tahan anak-anaknya menerima baptisan serta adat orang Belanda. Akhirnya
mereka diusirnya dari Ngoro, dan dalam kawasan hutan yang angker, mereka
mendirikan sebuah desa yang diberi nama Mojowarno (1844). Tosari menjadi guru
jemaat mereka dan selama beberapa tahun jemaat ini berjalan dengan pimpinan
yang hanya terdiri dari orang-orang Jawa saja. Tetapi dalam tata-kebaktian dan
dalam hal-hal lain mereka ini memakai bentuk-bentuk dari Barat.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TIMUR: JELLESMA
1. Sementara itu
NZG akhirnya mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda untuk memulai
pekerjaan di pulau Jawa. Utusannya yang pertama ialah Jellesma (1817-1858).
Mula-mula ia menetap di Surabaya, tetapi karena melihat bahwa orang-orang Jawa
di sana, apalagi orang-orang Jawa Kristen, sudah menjadi terasing dari
kehidupan suku bangsa mereka sendiri, maka kemudian ia pindah ke Mojowarno
(1851). Di situ ia tidak mengambil-alih pimpinan dalam jemaat : Tosarilah yang
tetap menjadi pemimpin.
2. Jellesma
yakin bahwa kegiatan jemaat dan penyiaran Injil harus diselenggarakan oleh
orang-orang Jawa, dengan cara yang sesuai dengan lingkungan Jawa. Dalam hal ini
ia mengambil garis-tengah antara Emde dan Coolen. Terhadap bentuk-bentuk
kebudayaan Jawa. Emde telah mengambil sikap negatif ; Coolen sebaliknya
bersikap positif terhadapnya; kita dapat berkata bahwa Jellesma mengambil sikap
selektif (= memilih). Misalnya: ia tidak berkeberatan kalau orang Kristen
berambut panjang, atau mau melepaskan destarnya dalam kebaktian, dan ia
berusaha untuk menyederhanakan untuk tata-ibadah. Sebaliknya ia tidak setuju
ketika para sesepuh desa Mojowarno mengadakan pesta tarian dengan
wanita-wanita, dan mereka itu dikenakan disiplin gereja.
Sikap
ini diambil tidak oleh Jellesma seorang; kita telah melihat dalam bab-bab yang
terdahulu bahwa angkatan para zendeling yang sebaya dengan Emde pada umumnya
bersikap negatif terhadap adat dan kebudayaan peribumi, sedangkan angkatan
Jellesma pada galibnya melepaskan sikap menolak itu.
3. Kerjasama antara
Tosari dan Jellesma berlangsung dalam suasana baik dan memberi hasil yang baik.
Selama Jellesma di Jawa, ia membaptis duaribu orang lebih. Jellesma juga
menyelenggarakan sekolah rakyat, dan di samping itu mendidik sejumlah pemuda
menjadi guru sekolah merangkap guru jemaat.
Jellesma bersama
Tosari mendirikan pula "Lumbung
orang Miskin": jemaat mengumpulkan padi yang kemudian
"dipinjamkan" atau diberikan kepada orang-orang yang berkekurangan.
Jellesma menerbitkan juga Riwayat-riwayat Alkitab dan sebuah bundel Nyanyian
Rohani dalam bahasa Jawa.
4. Pada
tahun 1858 Jellesma meninggal. Pada zaman utusan-utusan yang menggantikan dia
(a.l. J. Kruyt, ayah A.C. Kruyt, yang bekerja di Mojowarno tahun 1864-1910)
pengaruh Zending dalam lingkungan kekristenan Jawa bertambah besar. Mereka
melihat dirinya sebagai guru-guru yang harus membawa orang-orang Kristen Jawa
menuju ke kedewasaan iman, dan oleh orang-orang Kristen mereka dipandang
sebagai tokoh-tokoh yang serba bisa. Jadi, keadaan dalam lingkungan kekristenan
Jawa, yang mula-mula berbeda sekali dengan keadaan di daerah-daerah lain
Minahasa, Kalimantan dan sebagainya), lama-lama sama dengan yang di
tempat-tempat lain. Barulah dalam abad ke-20 jemaat-jemaat di Jawa Timur
kembali berdiri sendiri.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TENGAH
1. Injil datang
ke Jawa Tengah melalui dua jalan. Jalan yang satu ialah melalui usaha beberapa
orang kulit putih. Jalan yang lain adalah penyiaran "ilmu" Kristen
oleh penduduk Ngoro dan Mojowarno.
2. Selanjutnya
juga riwayat sejarah gereja di Jawa Tengah mempunyai pola yang mirip dengan
yang di Jawa Timur: utusan-utusan Lembaga Zending datang menetap di
tengah-tengah jemaat-jemaat Kristen Jawa dan mengambil-alih pimpinan.
3. Di
Jawa Tengah mereka lebih banyak mengalami pertentangan daripada yang dialami
Jellesma atau penggantinya. Penggabungan kedua arus itu, yaitu kekristenan
bercorak Jawa dan kekristenan gaya Barat, di sini baru selesai pada abad ke-20.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TENGAH: BRUCKNER
1. Di
Semarang, Bruckner bekerja dari tahun 1815-1856. Ia telah diutus NZG bersama
dengan Kam, dan sama seperti Kam ia diangkat menjadi pendeta GPI. Akan tetapi
ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dalam Gereja negara itu dan
pada tahun 1816 ia meletakkan jabatannya dan bergabung dengan Lembaga PI Baptis yang pada tahun 1792
didirikan oleh Carey.
2. Bruckner adalah yang
untuk pertama kali menterjemahkan PB ke dalam bahasa Jawa. Buku-buku itu disita
oleh pemerintah, namun ada salinan yang sampai ke dalam tangan orang Jawa
Timur. Bruckner tidak berhasil mengumpulkan suatu jemaat, sebab pada hematnya
tidak seorangpun di antara mereka yang berminat untuk dibaptis, dapat dianggap
telah memenuhi syarat.
3. Beberapa
orang Kristen dari Jawa Timur mengadakan perjalanan PI sampai ke daerah Gunung Muria
(Jepara) dan di situ berdirilah jemaat-jemaat kristen di Kayu-Api dan lain-lain
tempat, tanpa perantaraan seorang Eropa, tetapi sebagai hasil-tidak-langsung
dari karya terjemahan Bruckner.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TENGAH: TUNGGUL WULUNG
1. Tunggul Wulung
(1803-1885). Ia berasal dari daerah Juwono (juga dekat gunung Muria). Pada
tahun-tahun itu penduduk Jawa Tengah menjadi resah akibat keadaan ekonomi
mereka yang sulit. Banyak orang yang mengungsi ke Jawa Timur. Kyai Ngabdullah,
begitulah namanya pada waktu itu, ikut berpindah dan menjadi seorang pertapa di
lereng gunung Kelud. Rupanya ia dipandang orang sebagai penjelmaan seorang
tokoh dari zaman raja Joyoboyo, yaitu seorang jenderal yang bernama Tunggul
Wulung.
2. Pada masa ini
Tunggul Wulung berkenalan dengan agama Kristen. Caranya tidak kita ketahui
dengan tepat, tetapi baik Ngoro maupun Mojowarno letaknya tidak jauh dari
gunung Kelud, sedangkan pada tahun-tahun 1840-an agama Kristen sudah cukup
terkenal di kalangan penganut kebatinan.
3. Pada
tahun 1853 Tunggul Wulung muncul di Mojowarno, dan dua tahun kemudian iapun
dibaptis oleh Jellesma dan diberi nama Ibrahim. Sementara itu dan juga sesudahnya
ia mengadakan perjalanan PI
terus-menerus, a.l. ke Pasuruan, Rembang, di daerah Malang dan di kawasan
gunung Muria, kemudian juga di Jawa Barat. Di beberapa tempat ia menjadi
perintis jemaat-jemaat Kristen yang baru.
4. Kegiatan ini
sempat menimbulkan rasa gelisah di kalangan pemerintah Hindia-Belanda begitu
rupa, sehingga sampai-sampai Gubernur-Jenderal dan Menteri Daerah-daerah
Jajahan mengutarakan pendapat mereka.
5. Zendeling
Jansz, utusan pertama dari Lembaga Zending Mennonit, yang sejak tahun 1852
menetap di daerah Jepara, mengecam cara-cara yang ditempuh oleh Kyai Jawa ini.
Tetapi Tunggul Wulung tidak membiarkan kegiatannya di tahan; selama duapuluh
tahun ia berkeliling terus. Pada waktu kematiannya jumlah pengikut-pengikutnya
dalam arti yang sempit saja sudah ditaksir melebihi seribu orang.
6. Pemerintah
mula-mula mencurigai dia karena takut penyiaran agama Kristen olehnya bisa
mengganggu keamanan, tetapi juga karena alasan yang lebih langsung bersifat
politis: para pengikut Tunggul Wulung mengharapkan pembebasan dari pekerjaan
rodi. Pada zaman itu sering terjadi gerakan sosial-religius di Jawa, yang
mengemukakan tuntutan yang serupa. Tetapi Kyai Ibrahim terkesan oleh perkataan
Yesus : "orang-orang yang lemah-lembut akan memiliki bumi" (Mat. 5:5), dan ia sama sekali tidak
bermaksud untuk mewujudkan tuntutan itu dengan kekerasan. Rupanya ia tertarik
oleh apa yang telah dilihatnya di Ngoro : orang-orang Kristen dikumpulkan dalam
suatu desa Kristen di bawah seorang tuan tanah Kristen, dan dengan demikian
mereka dengan sendirinya akan menjadi bebas dari rodi. Atas dorongannya,
Zending Mennonit menggunakan sistim ini di daerah Gunung Muria.
7. Terhadap
orang-orang Belanda Tunggul Wulung menunjukkan rasa harga diri yang cukup
besar; ia tidak mau berjongkok apabila menghadap seorang Eropa, apalagi kalau
ia ini seorang utusan zending.
8. Tunggul wulung
menyajikan Injil sebagai suatu "ilmu"; bahwa pengikut-pengikutnya
berdikir; bahwa pemimpin mereka memakai cara-cara seorang dukun dalam mengobati
orang sakit dan menggunakan rumus-rumus Kristen seperti Doa Bapa Kami dan
sebagainya dalam usaha pengobatan itu; bahwa bagi Tunggul Wulung
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam Alkitab, termasuk kelahiran Yesus
Kristus, tidak perlu ditafsirkan secara harafiah tetapi mempunyai arti rahasia
yang diwujudkan dalam batin orang-orang percaya.
PEKABARAN INJIL DI JAWA TENGAH: SADRACH
1. Setelah
kematiannya (1885), jemaat-jemaat yang dipimpin oleh Tunggul Wulung beralih
kepada Zending Mennonit. Tetapi di Jawa Tengah bagian Selatan tetap terdapat
sekelompok orang-orang Kristen yang meneruskan tradisi Tunggul Wulung. Mereka
ini dipimpin oleh salah seorang muridnya, yaitu Sadrach (1840-1924).
2. Sadrach selama
beberapa tahun bekerja di Jawa Barat dan kemudian menjadi pembantu ny. Philips
di Purworejo. Setelah ny. Philips meninggal, jemaat yang telah dikumpulkannya
menerima Sadrach menjadi pemimpinnya (1876).
3. Di sini juga
Zending, yaitu NGZV dan kemudian Zending Gereformeerde Kerken di Nederland masuk.
Karena sikap NGZV terhadap agama Kristen Jawa itu lebih keras daripada sikap
Jansz maka terjadilah keretakan yang tidak dapat dipulihkan lagi (tahun
1880-an).
PEKABARAN INJIL DI JAWA BARAT: BATAVIA
1. Di Batavia,
sejak zaman VOC sudah terdapat suatu jemaat yang berbahasa Melayu. Jemaat ini
merupakan bagian jemaat GPI setempat. GPI sudah merasa puas, apabila dapat
memelihara warisan VOC itu dengan baik, dan tidak berusaha untuk menyiarkan
Injil di tengah-tengah orang yang bukan Kristen.
2. Tetapi sama
seperti di Semarang dan Surabaya, begitu pula di Batavia selama abad ke-19,
terdapat utusan-utusan Zending dan orang-orang swasta yang giat mengabarkan
Injil. Di antara terdapat pendeta King (1824-1884) yang mendirikan gereja
"Rehoboth" di Jatinegara, dan Mr Anthing (1820-1883), yang menjabat
sebagai wakil ketua Mahkamah Agung. Ia ini menghabiskan seluruh kakayaannya
dalam pekabaran Injil.
3. Antara tahun
1851-1873 seorang penginjil dari daratan Tiongkok, yang bernama Gan Kwee,
bekerja di kalangan orang-orang Tionghoa di Batavia dan di seluruh Jawa. Jemaat
Patekoan dan juga beberapa kelompok orang Kristen di luar Batavia lahir dari
usaha itu. Akan tetapi pada umumnya usaha PI di
Batavia sendiri tidak banyak berhasil, sama seperti di Semarang dan Surabaya.
4. Mr
Anthing berpendapat bahwa kota Batavia merupakan lapangan kerja yang sempit dan
tandus, dan bahwa pekabaran Injil oleh tenaga asing dengan metode
kebarat-baratan itu tidak mungkin membawa tujuan. Menurut dia, Injil harus
dikabarkan oleh orang-orang pribumi dengan cara pribumi. Oleh karena itu ia
memelihara hubungan dengan tokoh-tokoh Kristen Jawa-asli seperti Tunggul
Wulung.
5. Pekabar-pekabar
Injil didikan Anthing itu mendirikan sejumlah jemaat kecil di daerah sekitar
Batavia, a.l. Kampung Sawah dan Gunung Putri. Mereka menggunakan metode yang
sama dengan pengikut-pengikut Coolen di Jawa Timur dan Tunggul Wulung dan
kawan-kawan di Jawa Tengah: Injil dibawakan sebagai suatu "ilmu".
6. Di
sekitar Batavia bukanlah daerah Sunda-asli; penduduknya bersifat campuran.
Orang-orang Sunda asli tidak terjangkau oleh pekerjaan Mr Anthing. Usaha PI di tengah-tengah mereka dimulai
oleh Lembaga NZV dari Nederland, yaitu pada tahun 1861. Dengan memperlihatkan
sikap yang lunak dan bijaksana, utusan-utusan berhasil mengadakan kerjasama
dengan jemaat-jemaat Anthing, sesudah ia ini meninggal (tahun 1880-an). Dan
karena pekerjaan NZV di kalangan orang-orang Sunda belum begitu berhasil, maka
jemaat-jemaat Anthing itu menjadi tumpuannya yang utama. Dikemudian hari,
banyak tokoh pemimpin jemaat-jemaat Pasundan berasal dari sana.
RINGKASAN
Kita telah
melihat bahwa dalam abad ke-19 pekabaran Injil ke Jawa dirintis oleh beberapa
orang perorangan di kota-kota maupun di pedalaman. Lembaga-lembaga zending
barulah mulai bekerja dengan sungguh setelah tahun 1860. Pekerjaan di kota-kota
tidak banyak berhasil. Sebaliknya pedalaman, terutama berkat usaha orang-orang
Jawa sendiri, pada tahun 1860-an sudah terdapat banyak orang Kristen: ribuan di
Jawa Timur dan Tengah, ratusan di Jawa Barat. Jemaat-jemaat Kristen ini pada
umumnya mempunyai corak Jawa yang nyata. Badan-badan zending, yang sejak tahun
1850 lama-kelamaan mulai bertindak sebagai wali jemaat-jemaat Kristen Jawa itu,
berusaha untuk mengurangi unsur kejawen unsur kejawen di dalamnya
IV. GEREJA DI INDONESIA PADA JAMAN REPUBLIK INDONESIA
1. Gereja-gereja
di Indonesia pada hakikatnya hidup dalam keberagaman. Keberagaman tersebut
dapat dilihat dari pelbagai sudut, misalnya dari sudut latar belakang etnis,
corak Kekristenan, pengakuan iman, pekabaran Injil, dan pengorganisasian diri. Wujudnya
2. Dalam
kaitannya dengan latar belakang sejarahnya masing-masing, maka secara kasar
gereja-gereja di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.
Pertama,
Gereja-gereja yang tidak bertumpu pada kesukuan tertentu misalnya Gereja
Protestan di Indonesia (GPI) dan Gereja Protestan di Indonesia bahagian Barat
(GPIB), di samping Gereja-gereja Pentakosta dan Gereja-gereja Baptis.
Kedua,
Gereja-gereja yang tumbuh dan berkembang sebagai Gereja suku, misalnya Huria
Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Toraja (GT), di samping sejumlah
besar Gereja suku lainnya.
3. Sebagian
terbesar dari Gereja-gereja di Indonesia yang lahir dan tumbuh antara 1930-1942
mewarisi corak Kekristenan (baca pula: corak teologia) dari
"induknya"
Mereka
ini pada satu pihak masih dipengaruhi oleh corak Kekristenan dari
"induknya" dan pada pihak lain telah belajar dan berusaha untuk
menentukan corak Kekristenannya sendiri.
4. Setelah
Indonesia merdeka, yaitu setelah 1945, corak Kekristenan di antara
Gereja-gereja di Indonesia semakin bertambah banyak. Hal itu terutama
disebabkan oleh berdirinya beberapa Gereja akibat meluasnya
denominasi-denominasi jenis kebangunan atau Injili.
Sehubungan
dengan itu tidak mengherankan bila kemudian lahir dan tumbuh banyak Gereja,
misalnya Gereja-gereja rumpun Pentakosta dan Gereja-gereja rumpun Kemah Injil.
5. Berkenaan
dengan pekabaran Injil pertama-tama perlu dicatat bahwa di antara Gereja-gereja
di Indonesia terdapat perbedaan pemahaman tentang pekabaran Injil. Sebagian
dari mereka, terutama Gereja-gereja yang bergabung dalam Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI) - yang oleh banyak orang disebut sebagai
golongan ecumenical, memahami pekabaran Injil dalam kaitannya dengan
keselamatan utuh manusia.
6. Sebagian lain
dari mereka, masih memahami pekabaran Injil secara tradisional walau dalam
berbicara menggunakan istilah-istilah modern. Kemudian, yang perlu dicatat
adalah bahwa pekabaran Injil (baca: perluasan Injil, atau perkembangan
Gereja-gereja) tidak jarang menimbulkan, ketegangan dengan para pemeluk agama
Islam, terutama - di kawasan Jawa. Masalah sedemikian pada dirinya merupakan
"pekerjaan rumah" bagi kedua golongan yang berbeda agama itu.
Berkenaan
dengan hal ini Gereja-gereja di Indonesia, terutama yang berada dalam PGI,
telah banyak mengumpulkan dan memikirkan secara serius dan mendalami
masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar golongan pemeluk agama.
7. Bila dilihat
dari sudut pengorganisasian dirinya masing-masing, maka pada umumnya
Gereja-gereja di Indonesia mengorganisasikan diri selaras dengan apa yang
dilakukan oleh "induknya" masing-masing. Dengan perkataan lain, pada
umumnya mereka memberlakukan tata gereja yang diwariskan oleh induknya
masing-masing, yang kebanyakan menganut pola presbiterial.
8. Gereja-gereja
yang lahir dan tumbuh akibat meluasnya denominasi-denominasi jenis kebangunan
atau jenis Injili tidak suka berurusan dengan masalah-masalah yang menyangkut
tata gereja, yang dianggapnya tidak penting itu. Kenyataan demikian dapat
dimengerti mengingat bahwa yang penting, bagi mereka, adalah mengusahakan
kesucian hidup Gereja dengan tekanan pada upaya menjauhkan diri dari
"dunia", misalnya dunia politik dan dunia budaya. Dampaknya dalam
masalah pengorganisasian diri adalah bahwa mereka telah menganggap cukup bila
dapat mengatur kehidupan Gereja dengan pola kongregasional.
PERANAN GEREJA DALAM MASYARAKAT
1. Sejak masa
sebelum kemerdekaan umat Kristen dan atau Gereja-gereja telah mengusahakan
pendidikan melalui sekolah-sekolah yang diasuhnya. Usaha demikian masih banyak
yang berkelanjutan hingga dewasa ini. Walaupun jalannya tidak selalu mulus,
namun usaha tersebut mengalami perkembangan juga. Hal itu, misalnya, tampak
jelas dari data tahun 1980. Cita-cita pendidikan Kristen dan sumbangannya
kepada kehidupan nasional pada umumnya tidak jauh berbeda dari pemikiran yang
dirumuskan oleh Majelis Pusat Pendidikan Kristen dalam Anggaran Dasarnya, yaitu
pemikiran tentang tujuan pendidikan Kristen, yang berbunyi: "Mempersiapkan
tenaga pembangunan yang takut dan taat kepada Tuhan, terampil, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memiliki integritas moral dan bersedia
mengamalkan dirinya di dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia".
Dari cita-cita itu tampak bahwa yang menjadi tujuan pendidikan tidak hanya
pembinaan intelektualitas belaka, melainkan juga kepribadian secara menyeluruh.
2. Seperti di
bidang pendidikan, umat Kristen atau banyak gereja yang telah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan dalam pelbagai
macam cara, misalnya melalui pengadaan rumah sakit, pengelolaan poliklinik, dan
pengusahaan obat-obatan. Pelayanan tersebut dilakukan dalam kaitannya dengan
keselamatan utuh manusia, walaupun perhatian untuk melakukan pencegahan
penyakit - seperti yang telah dimulai pada tahun-tahun 1960-an - masih cukup
tinggi. Diakui atau tidak bahwa hal yang disebut terakhir pada hakikatnya
merupakan upaya dari umat Kristen atau banyak Gereja untuk menjabarkan dan
meningkatkan pemikiran dan usaha zending di masa lampau. Sungguh pun demikian
tidak dapat disangkal bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut
mempunyai peranan penting bagi kehidupan bangsa.
3. Dibidang ekonomi
sumbangan umat Kristen atau Gereja-gereja tidaklah seberapa dibanding dengan
sumbangannya di bidang-bidang pendidikan dan kesehatan. Sebab mereka, seperti
zending dahulu, tidak memiliki modal raksasa seperti halnya para pengusaha yang
menciptakan dan mengembangkan sektor ekonomi di negeri ini. Hanya segera perlu
ditambahkan bahwa di antara umat Kristen atau para anggota Gereja terdapat
pengusaha-pengusaha besar - yang walau pun memiliki kelemahan dan kekurangan
tertentu - mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
4. Di beberapa
daerah di luar pulau Jawa akibat agama Kristen muncul pemahaman baru berkenaan
dengan hubungan manusia dengan alam. Hal itu pada hakikatnya mempunyai makna
penting, yaitu bahwa di daerah-daerah itu suku-suku yang sebelumnya hidup
terpencil dipersiapkan untuk menghadapi gelombang modernisasi yang mengancam
kehidupannya. Penyiapan itu antara lain tampak dalam upaya-upaya (zending dan)
umat Kristen dalam mendirikan sekolah-sekolah kejuruan dan proyek-proyek
pertanian. Disamping itu, perlu disebut Dharma Cipta PGI yang didirikan pada
1972 karena telah berusaha untuk melakukan pembinaan masyarakat Kristen agar
terbuka bagi pembangunan.
5. Pada
umumnya dan Gereja-gereja pada khususnya kurang peduli di bidang politik, namun
kenyataannya adalah bahwa tidak sedikit jumlah orang Kristen yang
diikutsertakan duduk dalam kabinet dan dalam pimpinan ABRI (sekarang
TNI/POLRI).
Unsur-unsur pokok dalam pengambil bagian di bidang politik pada masa
kemerdekaan adalah bahwa mereka loyal terhadap pemerintah, bahwa mereka ikut
mendukung mempertahankan Pancasila selaku dasar negara, bahwa mereka menolak
ideologi komunisme, dan bahwa mereka di sekitar 1960 (1957-1966) merupakan
kelompok moderat dalam pergolakan zaman.
Sampai
peleburannya dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1970-an, Partai
Kristen Indonesia (Parkindo) menjadi salah satu saluran penting aspirasi dan
pemikiran Kristen di bidang sosio politis. Di samping itu, sejak tahun 1950,
Dewan Gereja-geraja di Indonesia (DGI) -- yang pada 1984 diubah namanya menjadi
Persekutuan Gereja-geraja di Indonesia (PGI) itu - menjadi wadah penting dalam,
memikirkan tanggung jawab Kristen dalam politik.
Secara
singkat, pemikiran itu menekankan kewajiban setiap orang Kristen untuk memenuhi
tanggung jawabnya terhadap nasib masyarakat dan negara dengan berpartisipasi di
bidang politik; Gereja-gereja bertugas untuk mempersiapkan anggota-anggotanya
agar dapat memenuhi tanggung jawab itu; partisipasi haruslah positif, kreatif,
kritis, dan realistis. Gereja-gereja - demikian pula DGI (PGI) sering
mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan salah satu masalah
politik yang ditujukan kepada pemerintah, masyarakat, dan golongan Kristen
sendiri.
Tidak disertai fotnote nya....
ReplyDeletemakasi untuk blok ini yang dapat membantu saya dalam menyelesaikan tugas saya
ReplyDeletefoot note nya
ReplyDelete