Hanya percaya kepada Alkitab yang adalah Firman Tuhan
(2Timotius 3:16; Efesus 4:13-14)
Sola Scriptura artinya hanya percaya kepada Alkitab yang adalah Firman Tuhan.
Otoritas Alkitab berakar dan berdasarkan pada fakta bahwa Alkitab diberikan melalui inspirasi Allah sendiri (2Tim. 3:16). Inspirasi adalah cara di mana Allah memampukan penulis-penulis manusia dari Alkitab untuk menulis semua perkataan di bawah pengawasan/pewahyuan dari Allah sendiri. Kepribadian dan kemanusiawian para penulis Alkitab diakui aktif dalam proses di mana Roh Allah memimpin mereka dalam proses inspirasi tersebut. Karena itu apa yang ditulis bukan semata-mata tulisan mereka sendiri tetapi Firman Allah yang sejati.
Bagaimana dengan sikap gereja-gereja Tuhan terhadap Alkitab?
Dalam kehidupan bergereja, Sola Scriptura adalah doktrin yang menegaskan bahwa Alkitab, dan hanya Alkitab, yang mendasari semua pengajaran dalam gereja. Dan seluruh aspek pemikiran dan kehidupan orang percaya harus tunduk pada Firman Allah.
Meninggalkan Sola Scriptura berarti:
Kebenaran tidak lagi menguasai gereja. Khotbah-khotbah hanya akan berpusat pada kemauan dan keinginan manusia, bukan kehendak Tuhan dalam kehidupan orang percaya. Dan selanjutnya teori-teori marketing dan manajemen dalam pertumbuhan gereja akan menggantikan prinsip-prinsip Alkitab.
Beberapa prinsip-prinsip didalam Sola Scriptura yang harus kita perhatikan:
1. Prinsip Sola Scriptura menolak otoritas tradisi gereja yang disetarakan dengan otoritas Alkitab.
Gereja Katolik Roma menyatakan memiliki suatu Ajaran Kerasulan lisan yang terlepas dari Ayat Suci, dan yang bersifat mengikat orang percaya. Mereka memberikan otoritas kepada tradisi lisan tersebut untuk sejajar dengan Alkitab, bahkan melebihi otoritas Alkitab itu sendiri. Dan pada akhirnya praktek-praktek korupsi dalam gereja masuk melalui “pintu-pintu” tradisi lisan ini.
Para Reformator kemudian mereformasi gereja, dalam pengertian mereka ingin menghidupkan kembali kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek gerejawi yang murni berdasarkan Alkitab.
2. Prinsip Sola Scriptura menolak tambahan kitab-kitab yang sering disebut kitab-kitab Apokrifa.
Bagi gereja Roma Katolik, yang dimaksud dengan Alkitab ialah karya-karya yang tercakup dalam Vulgata. Di dalamnya terdapat tambahan kitab-kitab yang sering disebut kitab-kitab Apokrifa, yang tidak terdapat dalam PL bahasa Ibrani. Para Reformator tidak setuju dengan adanya tambahan tersebut, menurut mereka, tulisan-tulisan PL yang dapat diakui untuk masuk ke dalam kanon Alkitab hanyalah yang asli terdapat di dalam Alkitab Ibrani. Dan para reformator hanya menerima 66 kitab sebagaimana terjemahan aslinya, yaitu 39 kitab PL dan 27 kitab PB dan menyingkirkan kitab-kitab di luar itu. Kitab yang disingkirkan adalah kitab Apokrifa (Deuterokanonika) yang diterima oleh gereja Katolik Roma sebagai bagian dari Alkitab (dalam Alkitab yang digunakan gereja Katolik, menempatkan kitab Apokrifa ini setelah kitab Maleakhi sampai sebelum kitab Injil Matius).
Sola Scriptura itu artinya hanya percaya kepada Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Sola Scriptura juga berarti tidak ada filsafat atau hasil pemikiran manusia lainnya yang lebih tinggi dari Alkitab.
3. Prinsip Sola Scriptura menolak penafsiran otoritatif terhadap Alkitab.
Gerakan Reformasi menolak penafsiran otoritatif terhadap Alkitab, khususnya dari gereja Roma Katolik yang menekankan bahwa Paus atau konsili gerejawilah yang memiliki otoritas untuk menafsirkan Alkitab, dan orang awam biasa tidak diharapkan untuk memahaminya, sehingga mereka tidak didorong untuk membacanya. Bahkan Alkitab tidak tersedia dalam bahasa yang mereka mengerti. Mereka jelas bergantung sepenuhnya pada penafsiran gereja yang bersifat otoritatif. Pengajaran Alkitab dikomunikasikan kepada orang-orang Kristen hanya melalui perantaraan Paus, konsili, atau pastor.
Para Reformator sangat menekankan prinsip "private interpretation," yakni hak untuk menafsirkan Alkitab secara pribadi. Dengan demikian setiap orang Kristen memiliki hak untuk membaca dan menafsirkan Alkitab untuk dirinya sendiri.
Ini adalah prinsip yang berasumsi bahwa Allah yang hidup berbicara kepada umat-Nya secara langsung dan otoritatif melalui Alkitab. Karena itu orang Kristen harus didorong untuk membaca Alkitab. Dan Alkitab harus diterjemahkan kedalam bahasa umum yang dapat dimengerti oleh semua orang.
Menghidupkan kembali kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek gerejawi yang murni berdasarkan Alkitab bertujuan untuk membangun komunitas Kristen untuk menjadi dewasa dalam iman sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga tidak mudah untuk diombang-ambingkan oleh pengajaran yang “nampak” benar tetapi pada akhirnya menyesatkan anak-anak Tuhan, sesuai dengan Efesus 4:13-14.
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (JAP)
No comments:
Post a Comment