JIWAKU MEMULIAKAN TUHAN
Lukas 1: 26-38; 46-56
(Masa Advent ke-4, menyambut Natal)
Sebelum peristiwa kelahiran Yesus, Maria ibu Yesus diperhadapkan pada 2 fakta penting dalam hidupnya. Pada satu sisi Maria mendapatkan berita dari malaikat bahwa ia mendapatkan kasih karunia Allah bahwa ia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki (Luk. 30-31) yang akan menjadi besar dan akan disebut sebagai Anak Allah Yang Maha tinggi, dan Allah akan mengaruniakan kepadaNya tahta Daud. Dia akan menjadi Raja dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan (Luk. 1: 32-33). Kabar yang membahagiakan karena ia terpilih diantara semua wanita untuk mendapatkan karunia Allah itu.
Akan tetapi pada sisi yang lain ada ketakutan dan kekuatiran yang dialaminya ketika menghadapi kenyataan dalam dirinya bahwa ia mengandung disaat dia belum bersuami (Luk. 1:34). Dan karena statusnya yang belum bersuami tersebut dia akan diperhadapkan pada sangsi sosial dan etika yang berlaku dalam masyarakat pada masa itu. Perasaan kebingungan, kuatir dan takut atas berita dari malaikat tersebut tentunya merupakan perasaan yang normal dialami oleh Maria sebagai manusia biasa.
Saat menghadapi kenyataan hidup yang dialaminya tersebut, dalam Lukas 1: 46-56 disebutkan Maria justru menyatakan nyanyian pujian kepada Allah yang disebut sebagai Magnifikat Maria. Inti dari pujian Maria tersebut adalah, Maria tetap mempercayai kedaulatan Allah yang telah memberinya kasih karunia, ditengah kekuatiran dan ketakutan yang dialami. Sehingga dengan sepenuh hati Maria dapat mengatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan".
Yang menjadi dasar bagi Maria yang dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan" ada dalam isi nyanyian pujian Maria (magnifikat) tersebut.
I. Bersukacita karena perbuatan Allah yang besar (Luk. 1: 48-49)
Dalam kekuatiran dan ketakutan Maria ketika harus menerima kenyataan bahwa dirinya hamil saat masih belum bersuami yang membuatnya terancam sangsi sosial dalam masyarakat, Maria lebih melihat kepada rencana besar Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan akibat dari dosa, dari Maria memikirkan kondisi dirinya sendiri. Tentunya tidak mudah bagi Maria untuk mengikuti rencana Allah tersebut dalam dirinya. Maria hampir ditinggalkan oleh Yusuf tunangannya, dan saat hampir waktunya untuk bersalin harus menempuh perjalanan dari Nazaret ke Betlehem, tidak mendapatkan tempat yang layak untuk bersalin, dan sesaat setelah Yesus lahir dia harus mengungsi ke Mesir untuk menghindari tentara-tentara Herodes yang membunuh semua anak- anak laki-laki yang berusia dibawah 2 tahun.
"Jiwaku memuliakan Allah" yang dikatakan oleh Maria bukan hanya suatu teori yang mengharuskan bagi setiap orang percaya untuk senantiasa bersyukur dan memuji Tuhan. Tapi benar-benar suatu pengalaman pribadi Maria yang terus memuji dan memuliakan Allah ditengah kekuatiran dan ketakutan yang dialaminya.
Dalam setiap perayaan natal selalu menghadirkan rasa syukur dan sukacita karena Allah telah hadir didunia untuk mencari dan menyelamatkan manusia dari kebinasaan dosa. Akan tetapi ditengah rasa syukur dan sukacita natal, seringkali umat Tuhan diperhadapkan pada permasalahan dan kenyataan hidup yang sulit yang menekan hati dan perasaan untuk tidak dapat bersyukur dan bersukacita dalam menyambut natal.
Melalui nyanyian pujian Maria yang menyatakan dengan sepenuh hati "jiwaku memuliakan Tuhan", hal ini hendaknya menjadi refleksi pribadi kita untuk dapat dengan sepenuh hati menyatakan "jiwaku memuliakan Tuhan" dalam menyambut natal, ditengah pergumulan hidup yang tengah kita alami.
II. Bersukacita karena Allah berdaulat atas hidup umatNya (Luk. 1: 51-53)
Dalam nyanyian pujian Maria, dia memuji Allah karena Dia berkuasa dan berdaulat atas hidup manusia. Dia dapat memperlihatkan kuasaNya, dan mencerai-beraikan orang yang congkak (Luk. 1:51) menurunkan orang dari tahtanya dan meninggikan orang yang rendah (Luk. 1:52) melimpahkan berkatNya bagi yang kekurangan dan membuat yang kaya pergi dengan tangan hampa (Luk . 1:53).
Pemahaman Maria akan Allah yang berdaulat penuh terhadap hidup manusia membuat dia tidak lagi takut akan kesulitan-kesulitan hidup yang dialaminya karena mengandung dan melahirkan bayi Yesus. Sehingga Maria dapat dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan".
Meskipun saat ini mungkin kita diperhadapkan pada permasalahan hidup yang berat disaat hendak menyambut natal, pemahaman Maria akan kedaulatan Allah atas hidup manusia inilah yang seharusnya memotivasi kita untuk dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan". Dalam kedaulatannya Allah sanggup meninggikan orang yang rendah, dan sanggup melimpahkan berkatNya bagi yang kekurangan, sanggup memulihkan keadaan dengan mengganti dukacita menjadi sukacita.
III. Bersukacita karena Allah setia terhadap janji (Luk. 1: 54-55)
Pada akhirnya Maria memuliakan Tuhan karena Dia adalah Allah yang setia terhadap janji. Kesetiaan Tuhan terhadap janji dinyatakan dengan pertolongan dan perlindungannya terhadap umat pilihanNya dari Abraham, Ishak dan Yakub serta keturunannya. RahmadNya selalu dinyatakan dari generasi ke generasi. Kesetiaan Allah terhadap umat pilihanNya inilah yang membuat Maria dengan sepenuh hati menyatakan, "jiwaku memuliakan Tuhan". Karena Dia percaya bahwa Allah akan menepati janji yang telah diucapkan malaikat kepadanya bahwa Anak yang dikandungnya akan menjadi Raja untuk selama-lamanya dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan (Luk. 1:33)
Allah adalah Tuhan yang setia terhadap janji. Hal inilah yang seharusnya menjadi jaminan dan pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik didalam Tuhan. Sehingga dalam menyambut natal tahun ini kita dapat dengan sepenuh hati menyatakan "Jiwaku memuliakan Tuhan". Amin. Soli Deo Gloria. (JAP)
No comments:
Post a Comment